Kamis, 07 Januari 2010

RABU, 06 JANUARI 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.4:11-18; Mzm.72:2,10-11,12-13; Mrk.6:45-52.



Hari ini ada Peringatan St.Didakus Yosef dari Sadiz. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berkisah tentang Yesus berjalan di atas air. Markus melukiskan Yesus seperti Yahweh dalam Perjanjian Lama (bdk. Ayb 9:8; 38:16; Sir 24:5-6). Mukjizat-mukjizat lain dari Yesus memantulkan tindakan para nabi dalam Perjanjian Lama (penggandaan Roti Elisha, 2Raj.4:42-44; penyembuhan Naaman, 2Raj.5:1-14; Elia yang membangkitkan orang muda, 1Raj.17:17-24). Tetapi mukjizat ini unik, karena para nabi Perjanjian Lama tidak ada yang berjalan di atas air. Jadi, Markus mengisahkan mukjizat ini untuk menegaskan pandangan dan keyakinannya bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri. Kisah ini memperkuat kisah dalam Mrk.4 di mana Yesus meredakan badai di danau. Baik dalam bab 4 maupun di sini, Markus ingin menegaskan bahwa Yesus adalah Allah yang hidup yang menyertai kita, Immanuel (meminjam Matius). Reaksi para murid di sini berbeda dengan reaksi mereka dalam Mrk 4. Di sana murid memperlihatkan ketakutan suci. Di sini para murid hanya memperlihatkan rasa takut biasa, rasa terkejut ngeri karena mengira melihat hantu. Dalam Mrk 4, ketika angin reda mereka bertanya, siapa gerangan orang ini? Di sini mereka tidak tanya begitu. Mungkin karena dalam peristiwa terdahulu Markus mau mengatakan mereka bisa masuk ke pemahaman yang lebih mendalam akan Yesus. Anehnya, di sini Yesus justru mengatakan bahwa mereka tidak mengerti karena hati mereka tidak peka. Hati tidak peka. Apa itu? Itu adalah ungkapan khas untuk melukiskan ketegaran hati pendosa yang tidak mau menerima kasih Allah. Ungkapan hati yang tidak peka ini sudah dipakai Yesus sebelumnya untuk melukiskan reaksi dingin orang Farisi terhadap mukjizat penyembuhan Yesus dalam 3:5. Sekarang, Yesus memakai ungkapan yang sama itu untuk melukiskan hati para murid. Ya, hati yang tidak peka, yang tegar dapat menjadi rintangan kepada kasih dan tobat.

Bandung, 08 Januari 2009
Sis B.
CCRS UNPAR BANDUNG.

Tidak ada komentar: