Oleh: Fransiskus Borgias M.
Dalam Perayaan Ekaristi Minggu Palma pagi kemarin, 17 April 2011, saya entah untuk ke berapa kalinya mendengar kisah sengsara menurut Mateus (tahun A). Tahun ini saya merayakan Ekaristi MingguPalma jauh dari keluargaku (isteri dan kedua anakku) di Bandung. Ini untuk ketiga kalinya saya merayakan Minggu Palma jauh dari keluargaku. Pertama dan kedua tahun 2001 dan 2002 ketika saya belajar teologi di Nijmegen negeri Belanda. Tahun ini saya mengikuti perayaan Ekaristi di Paroki Banteng, di Jalan Kaliurang (tetapi saya lupa kilo meternya),Yogyakarta. Ini adalah sebuah paroki yang dikelola oleh para pastor dari kongregasi MSF (Keluarga Kudus).
Ketika mendengarkan Passio Mateus kali ini saya sangat tertarik pada adegan Petrus menangis setelah ia menyangkal Tuhan Yesus sebanyak tiga kali. Hal itu terjadi setelah ia ditanyai oleh beberapa pihak yang menduga mengenalnya dekat dengan Yesus dari Nazaret. Seperti sudah diramalkan sebelumnya, setelah ia menyangkal Tuhan sebanyak tiga kali, lalu ayam pun berkokok. Ketika ia mendengar kokok ayam tersebut rontoklah sudah pertahanan diri (self-defence mechanism) Petrus. Dikatakan dalam injil itu bahwa Petrus menangis tersedu-sedu. Kiranya kita dapat membayangkan hal tersebut.
Adegan itu dapat kita baca juga dalam injil Markus dan Lukas (masing-masing Tahun B dan C dalam bentangan tahun liturgi kita). Itulah ketiga injil sinoptik. Nanti pada Hari Jum’at Agung kita akan membaca (dan itu selalu berulang setiap tahun) kisah sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus menurut Yohanes.
Jika kita membandingkan ketiga injil sinoptik ini dengan injil Yohanes, maka kita akan segera menemukan sesuatu hal yang sangat menarik perhatian kita. Yang menarik ialah bahwa dalam Yohanes ada juga kisah penyangkalan oleh Petrus itu, yang mengaku sama sekali tidak mengenal Yesus. Sama-sama juga ketika selesai peristiwa penyangkalan itu terjadi juga ayam berkokok. Tetapi dalam injil Yohanes, dan inilah yang menjadi sesuatu yang sangat khas dalam injil Yohanes, Petrus tidak menangis. Muncul kesan dalam diri kita sebagai pembaca bahwa bagi Yohanes, perkara penyangkalan itu adalah sebuah perkara yang enteng saja, sebuah perkara yang sepele,yang tidak perlu disesali apalagi sampai ditangisi dengan tersedu-sedu.
Tetapi tunggu dulu. Ternyata dalam injil Yohanes ada juga adegan Petrus menangis. Tetapi alasan dan momennya yang sangat berbeda. Dalam alur kisah sengsara injil Yohanes, nanti Petrus menangis justru setelah peristiwa kebangkitan. Ini juga paradoksal yang sangat menarik dalam injil Yohanes. Petrus menangis setelah peristiwa kebangkitan yaitu dalam dialog penugasan Petrus sebagai seorang gembala yang rupanya secara mutlak menuntut mutu hidup dalam kasih yang jelas dan kuat.
Ada macam-macam alasan bagi manusia untuk menangis dalam hidup ini. Tetapi dalam injil kita menemukan paling tidak dua alasan. Dalam injil-injil sinoptik alasan Petrus menangis ialah karena ia telah berdosa yaitu berani menyangkal Yesus di depan publik. Dalam Yohanes asalan Petrus menangis ialah karena ia ditanyai Yesus sampai tiga kali tentang mutu cintanya terhadap Yesus sendiri. Menurut hemat saya, mutu tangis Petrus dalam injil Yohanes terasa jauh lebih tinggi, dan mendalam. Bagi Yohanes gaya dan alur penuturan kisah ini adalah mutlak perlu. Karena dengan ini ia memulihkan peristiwa kejatuhan Petrus yang terjadi di depan, sesuatu yang tidak ada dalam injil-injil Sinoptik. Bagi Yohanes pemulihan ini perlu sebab Petrus nanti bakal dijadikan seorang gembala bagi kawanan Tuhan Yesus sendiri.
Tetapi tradisi tahun liturgi gereja Katolik mengajak kita untuk melihat kisah ini secara komplementer, sebagai sesuatu yang saling mengisi dan melengkapi. Tradisi tahun liturgi Katolik mengajak kita untuk membaca teks itu sebagai satu keseluruhan. Dan jika dibaca secara keseluruhan, maka Lukas dapat berperan besar juga di sini. Sebab sebelum peristiwa sengsara, Yesus sudah berdoa secara khusus bagi Petrus (Luk.22:32). Intensinya jelas juga dilukiskan di sana: agar imanmu tidak gugur. Agar nanti setelah kau insaf engkau menjadi daya kekuatan bagi yang lain-lain. Peran itulah yang sekarang ini, dalam adegan pemulihan Petrus di tepi danau, yang kini dipentaskan dengan exsplisit dalam injil Yohanes.
(Disarikan dari naskah buku saya yang akan terbit).
Senin, 18 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar