Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE. Yeh.2:2-5; Mzm.123:1-2a.2bcd.3-4; 2Kor.12:7-10; Mrk.6:1-6.
Injil hari ini berkisah tentang salah satu pengalaman pahit Yesus, yaitu ditolak di Nazaret. Pernahkah kita mempunyai pengalaman ditolak? Semoga tidak pernah. Kalau pernah, saya hanya mengingatkan betapa menyakitkan pengalaman ditolak itu. Apalagi yang menolak ialah orang-orang sekampung dengan kita, orang-orang yang kita harapkan membantu dan mendukung kita. Yesus mengalami hal itu secara tragis. Orang-orang sekampungnya, yang semula takjub dan kagum melihat dan mendengar Yesus, akhirnya mulai mempertanyakan diri Yesus itu. Mereka tidak bisa merasakan ada yang sesuatu yang sangat istimewa dengan Dia. Bahkan ada tuduhan miring juga tentang Dia. Juga bahkan mereka cenderung meremehkan Dia, karena mereka merasa mengenal siapa orang-orang yang menjadi sanak keluarga Yesus. Jadi, Yesus diremehkan karena Ia terlalu dekat dengan mereka. Akibatnya Yesus tidak sempat melakukan karya-karya ajaib di tempat asalnya. Kiranya itu adalah sebuah akibat yang serba wajar saja. Memang ada bahaya bahwa relasi yang terlalu dekat bisa juga membuat orang cenderung menganggap subjek dalam relasi itu menjadi serba biasa-biasa saja. Biarpun Nazaret menolak Yesus, tetapi mereka kiranya sudah tahu bahwa ada sesuatu yang luar biasa dengan Yesus itu: Ada suatu kehadiran ajaib dalam dan melalui Yesus itu. Yesus memang datang untuk menyampaikan satu karya agung (Bac.I). Mungkin kita juga sebagai para pengikut Yesus akan mengalami penolakan juga dalam hidup ini. Kalau hal itu terjadi, hendaknya kita selalu ingat akan nasihat Paulus ini: Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna (Bac.II). Semoga kita bisa merasakan dan mengalami arti penting dan mendalam dari perkataan Paulus ini.