Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Ef.2:19-22; Mzm.19:2-3.4-5; Luk.6:12-19.
Hari ini ada pesta St.Simon dan Yudas, Rasul. Mari kita mengenang kedua Rasul ini dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, berbicara tentang dua hal. Pertama, tentang pemanggilan para murid. Beberapa orang dari antaranya dipilih (ditetapkan) Tuhan menjadi anggota kelompok duabelas orang yang disebut Rasul. Di sinilah kita dapat menemukan salah satu versi daftar para murid Yesus. Kedua, mengenai pengajaran Yesus dan perbuatanNya yang menyembuhkan banyak orang. Ketika Yesus turun dari perahu, Ia menemui di sana banyak orang yang datang kepadaNya dengan beberapa tujuan. Ada yang datang untuk mendengarkan pengajaranNya. Ada juga yang datang untuk memohon kesembuhan, juga memohon pembebasan dari roh jahat. Saya bisa membayangkan betapa Tuhan Yesus kerepotan karena ada begitu banyak orang yang mengikuti Dia. Mereka beramai-ramai berebut kesempatan untuk menyentuh ujung jubahNya saja, sebab mereka yakin sentuhan itu saja pun sudah cukup untuk menyembuhkan mereka dari segala beban derita mereka. Kehadiran orang besar dan luar biasa memang selalu ditunggu. Semoga kita yang datang kepadaNya sekarang ini, tidak hanya berhenti pada motif-motif seperti di atas tadi saja. Kita harus melangkah lebih jauh: kita harus datang kepada Yesus untuk mencintaiNya dan sedapat mungkin menjadi muridNya yang terbaik. Itu yang menjadi pesan khusus bagi kita pada hari ini.
Sabtu, 31 Oktober 2009
Senin, 26 Oktober 2009
SELASA, 27 OKTOBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Rm.8:18-25; Mzm.126:1-2ab.2cd-3.4-5.6; Luk.13:18-21.
Injil hari ini, berbicara tentang biji sesawi dan ragi. Tuhan Yesus memakai kedua hal ini (biji sesawi dan ragi) sebagai perumpamaan mengenai Kerajaan Allah. Sebuah biji kecil kalau ditabur ke tanah akan bertumbuh menjadi sebuah pohon besar, pohon raksasa, dengan dedauan lebat dan rindang. Di sanalah bersarang segala macam jenis burung. Pohon itu mempunyai sifat melindungi, menaungi, mengayomi, dan dengan itu memberi kesegaran dan hidup kepada makhluk lain di sekitarnya. Itulah Kerajaan Allah; di sana semua orang mendapat tempat naungan, tempat perlindungan, suaka yang aman, hidup dan segar, nyaman. Tuhan Yesus juga memakai ragi sebagai perumpamaan mengenai kerajaan Allah. Ragi jika dicampur dengan tepung atau adonan kue, akan meragi seluruh racikan bahan kue itu. Ragi itu “serba hadir” (omnipresence) mengkamirkan seluruh adonan. Kehadiran Ragi itu seperti kehadiran Kerajaan Allah yang tidak selalu kentara tetapi amat efektif mendatangkan efek perubahan. Saya teringat akan ucapan seorang peserta Muspas Keuskupan Bandung awal bulan kemarin, yang mengutip seorang yang bernama Joko Lelono: konon menurut dia ilmu garam dan terang itu tidak begitu relevan lagi. Oleh karena itu, Joko Lelono mengajak orang untuk membuka mata terhadap analisis dia: tentang ilmu garam, ilmu terang, dan ilmu ragi. Garam dan terang itu relatif lebih gampang. Maka ia mengunggulkan ilmu ragi: tidak kelihatan wujudnya tetapi terasa pengaruhnya. Seharusnya begitulah daya pengaruh kehadiran gereja. Oleh karena itu, mari kita belajar di sekolah ragi.
BcE.Rm.8:18-25; Mzm.126:1-2ab.2cd-3.4-5.6; Luk.13:18-21.
Injil hari ini, berbicara tentang biji sesawi dan ragi. Tuhan Yesus memakai kedua hal ini (biji sesawi dan ragi) sebagai perumpamaan mengenai Kerajaan Allah. Sebuah biji kecil kalau ditabur ke tanah akan bertumbuh menjadi sebuah pohon besar, pohon raksasa, dengan dedauan lebat dan rindang. Di sanalah bersarang segala macam jenis burung. Pohon itu mempunyai sifat melindungi, menaungi, mengayomi, dan dengan itu memberi kesegaran dan hidup kepada makhluk lain di sekitarnya. Itulah Kerajaan Allah; di sana semua orang mendapat tempat naungan, tempat perlindungan, suaka yang aman, hidup dan segar, nyaman. Tuhan Yesus juga memakai ragi sebagai perumpamaan mengenai kerajaan Allah. Ragi jika dicampur dengan tepung atau adonan kue, akan meragi seluruh racikan bahan kue itu. Ragi itu “serba hadir” (omnipresence) mengkamirkan seluruh adonan. Kehadiran Ragi itu seperti kehadiran Kerajaan Allah yang tidak selalu kentara tetapi amat efektif mendatangkan efek perubahan. Saya teringat akan ucapan seorang peserta Muspas Keuskupan Bandung awal bulan kemarin, yang mengutip seorang yang bernama Joko Lelono: konon menurut dia ilmu garam dan terang itu tidak begitu relevan lagi. Oleh karena itu, Joko Lelono mengajak orang untuk membuka mata terhadap analisis dia: tentang ilmu garam, ilmu terang, dan ilmu ragi. Garam dan terang itu relatif lebih gampang. Maka ia mengunggulkan ilmu ragi: tidak kelihatan wujudnya tetapi terasa pengaruhnya. Seharusnya begitulah daya pengaruh kehadiran gereja. Oleh karena itu, mari kita belajar di sekolah ragi.
SENIN, 26 OKTOBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Rm.8:12-17; Mzm.68:2.6-7ab.20-21; Luk.13:10-17.
Injil hari ini, berbicara tentang tindakan Yesus yang menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Ada seorang perempuan tua yang sudah delapan belas tahun kerasukan roh sehingga ia tidak dapat berjalan tegak. Punggungnya bungkuk. Itulah fakta penderitaan seorang anak manusia. Itulah salah satu persoalan kemanusiaan. Ketika melihat fakta derita itu, Yesus tergerak hatinya oleh belas kasihan (misericordia). Ia pun menyembuhkan perempuan itu. Tetapi kepala rumah ibadat protes terhadap tindakan itu. Ia menerangkan bahwa ada enam hari untuk mencari penyembuhan: mengapa tidak datang pada salah satu dari enam hari itu dan tidak datang pada hari Sabat. Ini prioritas lain: lebih mempedulikan pelaksanaan hukum dari pada menolong orang menderita. Terhadap itu Yesus memberi tanggapan telak berikut ini. Mula-mula Ia mencap kepala rumah ibadat itu munafik. Sesudahnya Yesus mengatakan bahwa sesungguhnya Sabat itu bukan istirahat murni, sebab masih ada kemungkinan orang berbuat sesuatu yakni melepaskan hewan peliharaan dari dalam kandang dan memasukkannya kembali. Kalau ada kemungkinan orang melepaskan hewan peliharaan pada hari Sabat, sudah sepatutnya perempuan tadi, yang adalah keturunan Abraham, dilepaskan dari belenggu deritanya, biarpun itu hari Sabat. Yesus mengecam sikap kesalehan seperti ini yang beku, kaku, dan munafik. Rupanya jawaban itu membuat para lawannya mati langkah. Maka orang banyak pun bersorak kegirangan. Semoga kita tidak menghayati kehidupan iman dan agama kita sebatas tuntutan legalistik belaka.
BcE.Rm.8:12-17; Mzm.68:2.6-7ab.20-21; Luk.13:10-17.
Injil hari ini, berbicara tentang tindakan Yesus yang menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Ada seorang perempuan tua yang sudah delapan belas tahun kerasukan roh sehingga ia tidak dapat berjalan tegak. Punggungnya bungkuk. Itulah fakta penderitaan seorang anak manusia. Itulah salah satu persoalan kemanusiaan. Ketika melihat fakta derita itu, Yesus tergerak hatinya oleh belas kasihan (misericordia). Ia pun menyembuhkan perempuan itu. Tetapi kepala rumah ibadat protes terhadap tindakan itu. Ia menerangkan bahwa ada enam hari untuk mencari penyembuhan: mengapa tidak datang pada salah satu dari enam hari itu dan tidak datang pada hari Sabat. Ini prioritas lain: lebih mempedulikan pelaksanaan hukum dari pada menolong orang menderita. Terhadap itu Yesus memberi tanggapan telak berikut ini. Mula-mula Ia mencap kepala rumah ibadat itu munafik. Sesudahnya Yesus mengatakan bahwa sesungguhnya Sabat itu bukan istirahat murni, sebab masih ada kemungkinan orang berbuat sesuatu yakni melepaskan hewan peliharaan dari dalam kandang dan memasukkannya kembali. Kalau ada kemungkinan orang melepaskan hewan peliharaan pada hari Sabat, sudah sepatutnya perempuan tadi, yang adalah keturunan Abraham, dilepaskan dari belenggu deritanya, biarpun itu hari Sabat. Yesus mengecam sikap kesalehan seperti ini yang beku, kaku, dan munafik. Rupanya jawaban itu membuat para lawannya mati langkah. Maka orang banyak pun bersorak kegirangan. Semoga kita tidak menghayati kehidupan iman dan agama kita sebatas tuntutan legalistik belaka.
Kamis, 22 Oktober 2009
SABTU, 24 OKTOBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Rm.8:1-11; Mzm.24:1-2.34ab.5-6; Luk.13:1-9.
Hari ini ada Peringatan fakultatif Antonius Maria Claret, Aloysius Guanella. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini membahas dua hal penting ini. Pertama, mengenai dosa dan penderitaan. Ada dua penyebab terjadinya sengsara, penderitaan dan kematian di sini. Yang satu ialah kekejaman sesama (dalam hal ini penguasa politik, terwakili Pilatus), yang lain ialah bencana alam (bangunan roboh yang menimpa orang di dalamnya). Kita cenderung mengkaitkan kedua penyebab ini dengan dosa: Orang yang mati dibunuh atau mati karena tertimpa reruntuhan gedung adalah orang berdosa. Yesus menentang anggapan seperti itu. Yesus tidak mengkaitkan kematian, sengsara dengan dosa. Karena itu, kalau orang tidak bertobat maka akan tertimpa bencana dan kekejaman yang sama. Jadi sebenarnya secara implisit juga diakui bahwa ada kaitan antara dosa dan sengsara dan maut. Kedua, mengenai pohon ara yang tidak berbuah. Sudah ada keputusan mengenai nasibnya, yaitu ditebang karena tidak berbuah. Tetapi yang menarik ialah bahwa perawat taman meminta kelonggaran, meminta agar diberi kesempatan satu kali lagi. Sesudah kesempatan satu kali nanti akan ada sebuah evaluasi. Betapa cukup banyak kita diberi kesempatan satu kali lagi oleh Tuhan dalam hidup ini, hanya sering sekali kita tidak menyadarinya. Semoga renungan ini dapat menjadi sebuah penyadaran yang penting.
BcE.Rm.8:1-11; Mzm.24:1-2.34ab.5-6; Luk.13:1-9.
Hari ini ada Peringatan fakultatif Antonius Maria Claret, Aloysius Guanella. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini membahas dua hal penting ini. Pertama, mengenai dosa dan penderitaan. Ada dua penyebab terjadinya sengsara, penderitaan dan kematian di sini. Yang satu ialah kekejaman sesama (dalam hal ini penguasa politik, terwakili Pilatus), yang lain ialah bencana alam (bangunan roboh yang menimpa orang di dalamnya). Kita cenderung mengkaitkan kedua penyebab ini dengan dosa: Orang yang mati dibunuh atau mati karena tertimpa reruntuhan gedung adalah orang berdosa. Yesus menentang anggapan seperti itu. Yesus tidak mengkaitkan kematian, sengsara dengan dosa. Karena itu, kalau orang tidak bertobat maka akan tertimpa bencana dan kekejaman yang sama. Jadi sebenarnya secara implisit juga diakui bahwa ada kaitan antara dosa dan sengsara dan maut. Kedua, mengenai pohon ara yang tidak berbuah. Sudah ada keputusan mengenai nasibnya, yaitu ditebang karena tidak berbuah. Tetapi yang menarik ialah bahwa perawat taman meminta kelonggaran, meminta agar diberi kesempatan satu kali lagi. Sesudah kesempatan satu kali nanti akan ada sebuah evaluasi. Betapa cukup banyak kita diberi kesempatan satu kali lagi oleh Tuhan dalam hidup ini, hanya sering sekali kita tidak menyadarinya. Semoga renungan ini dapat menjadi sebuah penyadaran yang penting.
JUM'AT 23 OKTOBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Rm.7:8-25a; Mzm.119:66.68.76.77.93.94; Luk.12:54-59.
Hari ini ada peringatan wajib St.Yohanes dari Capestrano, Gulielmus, Yohanes Bono. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita masnig-masing. Injil hari ini mendorong kita untuk mampu membaca tanda-tanda jaman, signs of time. Selain tanda-tanda jaman, kita juga sering mengamati tanda-tanda alam. Itu sangat penting bagi para petani dan peternak terutama di masa silam. Kemampuan membaca tanda-tanda alam itu akan membawa berkah bagi pertanian dan peternakan. Ternyata menurut Yesus, yang dibutuhkan tidak hanya kemampuan membaca tanda-tanda alam saja, melainkan juga kemampuan membaca tanda-tanda waktu, tanda-tanda jaman. Tetapi tidak mudah membaca tanda-tanda jaman. Karena itu tidak semua orang mampu melakukannya. Yesus mengecam ketidak-mampuan itu. Itu hal pertama yang disampaikan injil hari ini. Hal kedua ialah soal kemampuan memutuskan sendiri apa yang benar dan hal berdamai dengan orang lain. Yesus berharap agar kita mampu memutuskan bagi diri sendiri apa yang benar. Hal itu penting dalam situasi konflik. Dalam situasi konflik, adalah jauh lebih baik mengupayakan perdamaian lewat jalan kekeluargaan, pemecahan konflik dari hati ke hati, dari muka ke muka, dari pada harus menempuh jalur hukum dan pengadilan. Sebab kalau jalur terkahir ini yang dipakai maka bisa saja akan bermuara pada bencana berupa pengurungan. Kalau kita menang, tidak akan mendapat apa-apa, selain fakta bahwa hukum sudah ditegakkan. Mungkin ada baiknya kita ingat lagi pepatah Melayu klasik ini: Menang jadi arang, kalah jadi abu. Artinya sama-sama tidak jadi apa-apa. Terserah kita mau memilih yang mana. Pilihan ada di tangan kita masing-masing.
BcE.Rm.7:8-25a; Mzm.119:66.68.76.77.93.94; Luk.12:54-59.
Hari ini ada peringatan wajib St.Yohanes dari Capestrano, Gulielmus, Yohanes Bono. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita masnig-masing. Injil hari ini mendorong kita untuk mampu membaca tanda-tanda jaman, signs of time. Selain tanda-tanda jaman, kita juga sering mengamati tanda-tanda alam. Itu sangat penting bagi para petani dan peternak terutama di masa silam. Kemampuan membaca tanda-tanda alam itu akan membawa berkah bagi pertanian dan peternakan. Ternyata menurut Yesus, yang dibutuhkan tidak hanya kemampuan membaca tanda-tanda alam saja, melainkan juga kemampuan membaca tanda-tanda waktu, tanda-tanda jaman. Tetapi tidak mudah membaca tanda-tanda jaman. Karena itu tidak semua orang mampu melakukannya. Yesus mengecam ketidak-mampuan itu. Itu hal pertama yang disampaikan injil hari ini. Hal kedua ialah soal kemampuan memutuskan sendiri apa yang benar dan hal berdamai dengan orang lain. Yesus berharap agar kita mampu memutuskan bagi diri sendiri apa yang benar. Hal itu penting dalam situasi konflik. Dalam situasi konflik, adalah jauh lebih baik mengupayakan perdamaian lewat jalan kekeluargaan, pemecahan konflik dari hati ke hati, dari muka ke muka, dari pada harus menempuh jalur hukum dan pengadilan. Sebab kalau jalur terkahir ini yang dipakai maka bisa saja akan bermuara pada bencana berupa pengurungan. Kalau kita menang, tidak akan mendapat apa-apa, selain fakta bahwa hukum sudah ditegakkan. Mungkin ada baiknya kita ingat lagi pepatah Melayu klasik ini: Menang jadi arang, kalah jadi abu. Artinya sama-sama tidak jadi apa-apa. Terserah kita mau memilih yang mana. Pilihan ada di tangan kita masing-masing.
KAMIS, 22 OKTOBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Rm.6:19-23; Mzm.1:1-2.3.4.6; Luk.12:49-53.
Perlu diketahui bahwa ada beberapa serikat hidup bakti yang mempunyai pesta dan peringatan khusus pada hari ini (FIC, MTB, PMY). Mari kita menghayati bersama mereka sukacita perayaan itu. Injil hari ini mungkin akan sangat mengejutkan bagi sementara pembaca. Karena di sana dikatakan bahwa Yesus datang untuk membawa pemisahan. Ini paradoksal sekali, karena Yesus mempunyai gelar raja damai, dan juga Immanuel. Bagaimana itu mungkin terjadi? Itu tidak lain karena kedatangan Yesus menantang orang untuk menentukan sikap dan pilihan hidup. Mau ikut Dia atau tidak. Kalau orang sudah memutuskan untuk mengikuti Dia maka keputusan itu akan mempunyai dampak dan konsekwensi yang sangat besar dan dahsyat atas hidup pribadinya, atas relasi kekerabatannya, atas relasi sosial-primordialnya. Ia akan menjadi manusia lain terhadap dirinya sendiri di masa silam, akan menjadi manusia lain dalam relasinya dengan keluarganya. Tidak jarang relasi itu bersifat konfliktual karena hidup mengikut Yesus, kalau mau dijalani dengan sungguh-sungguh, berarti hidup dalam konteks kehadiran kerajaan Allah. Dalam konteks itu, maka pasti akan ada nilai-nilai yang tidak lagi dapat dipertahankan bahkan mungkin harus ditinggalkan. Mungkin dalam dirinya sendiri nilai-nilai itu tetap berguna, tetapi tidak demikian halnya dalam konteks kehadiran kerajaan Allah. Ya, Yesus, seperti telah dinubuatkan Simeon, akan menjadi tanda perbantahan, sign of contradiction, tanda yang menimbulkan perbantahan. Hal itu berlaku juga bagi orang yang mengikuti Dia. Tidak bisa tidak. Semoga kita siap untuk itu.
BcE.Rm.6:19-23; Mzm.1:1-2.3.4.6; Luk.12:49-53.
Perlu diketahui bahwa ada beberapa serikat hidup bakti yang mempunyai pesta dan peringatan khusus pada hari ini (FIC, MTB, PMY). Mari kita menghayati bersama mereka sukacita perayaan itu. Injil hari ini mungkin akan sangat mengejutkan bagi sementara pembaca. Karena di sana dikatakan bahwa Yesus datang untuk membawa pemisahan. Ini paradoksal sekali, karena Yesus mempunyai gelar raja damai, dan juga Immanuel. Bagaimana itu mungkin terjadi? Itu tidak lain karena kedatangan Yesus menantang orang untuk menentukan sikap dan pilihan hidup. Mau ikut Dia atau tidak. Kalau orang sudah memutuskan untuk mengikuti Dia maka keputusan itu akan mempunyai dampak dan konsekwensi yang sangat besar dan dahsyat atas hidup pribadinya, atas relasi kekerabatannya, atas relasi sosial-primordialnya. Ia akan menjadi manusia lain terhadap dirinya sendiri di masa silam, akan menjadi manusia lain dalam relasinya dengan keluarganya. Tidak jarang relasi itu bersifat konfliktual karena hidup mengikut Yesus, kalau mau dijalani dengan sungguh-sungguh, berarti hidup dalam konteks kehadiran kerajaan Allah. Dalam konteks itu, maka pasti akan ada nilai-nilai yang tidak lagi dapat dipertahankan bahkan mungkin harus ditinggalkan. Mungkin dalam dirinya sendiri nilai-nilai itu tetap berguna, tetapi tidak demikian halnya dalam konteks kehadiran kerajaan Allah. Ya, Yesus, seperti telah dinubuatkan Simeon, akan menjadi tanda perbantahan, sign of contradiction, tanda yang menimbulkan perbantahan. Hal itu berlaku juga bagi orang yang mengikuti Dia. Tidak bisa tidak. Semoga kita siap untuk itu.
Rabu, 21 Oktober 2009
RABU, 21 OKTOBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M.(EFBE@fransisbm)
BcE.Rm.6:12-18; Mzm.124:1-3.4-6.7-8; Luk.12:39-48.
Hari ini ada Pesta St.Ursula (bagi OSU, Hari Raya). Mari kita mengenang beliau dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini membeberkan beberapa hal sehubungan dengan tema kewaspadaan. Dilukiskan di sini dua sikap dari hamba terhadap tuan. Pertama, hamba yang tahu akan kehendak tuannya, dan karena itu ia melaksanakan tugasnya dengan baik (menjaga harta benda sang tuan, melindungi dan mengayomi bawahan, memberi mereka makan tepat pada waktunya). Hamba seperti ini akan mendapat pujian sang tuan dan bahkan ia akan dinaikkan jabatannya (bahasa masa kini, mendapat promosi) dan diberi tanggung-jawab yang lebih besar. Itu terjadi karena ia sudah membuktikan tanggung-jawab dan kesetiaannya kepada sang tuan. Kedua, hamba yang tidak tahu kehendak tuannya, dan karena itu ia berlaku sewenang-wenang terhadap para bawahannya (memukul mereka, tidak memperhatikan kesejahteraan mereka, dst). Hamba seperti itu pasti akan mendapat hukuman dari sang tuan karena ia tidak setia. Di bagian akhir perikopa injil ini ada sesuatu yang amat menarik, sehubungan dengan hal pengetahuan dan konsekwensinya secara etis-praktis. Di satu pihak, kalau ada hamba yang tahu kehendak tuannya, tetapi berbuat seakan-akan tidak mau tahu, orang itu akan mendapat banyak pukulan. Di pihak lain, kalau ada hamba yang tidak tahu kehendak tuannya, walaupun ia melakukan suatu kesalahan, ia akan menerima sedikit pukulan. Jadi, ada hubungan erat antara pengetahuan dan perbuatan serta tanggung-jawab etis. Itulah yang secara singkat dirumuskan dalam rumusan padat ini: Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut dari dirinya. (Cetak miring dari saya). Tinggal kita sendiri, mau menempatkan diri dalam kategori yang mana. Hanya anda sendiri yang tahu akan hal itu. Selamat menempatkan diri.
BcE.Rm.6:12-18; Mzm.124:1-3.4-6.7-8; Luk.12:39-48.
Hari ini ada Pesta St.Ursula (bagi OSU, Hari Raya). Mari kita mengenang beliau dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini membeberkan beberapa hal sehubungan dengan tema kewaspadaan. Dilukiskan di sini dua sikap dari hamba terhadap tuan. Pertama, hamba yang tahu akan kehendak tuannya, dan karena itu ia melaksanakan tugasnya dengan baik (menjaga harta benda sang tuan, melindungi dan mengayomi bawahan, memberi mereka makan tepat pada waktunya). Hamba seperti ini akan mendapat pujian sang tuan dan bahkan ia akan dinaikkan jabatannya (bahasa masa kini, mendapat promosi) dan diberi tanggung-jawab yang lebih besar. Itu terjadi karena ia sudah membuktikan tanggung-jawab dan kesetiaannya kepada sang tuan. Kedua, hamba yang tidak tahu kehendak tuannya, dan karena itu ia berlaku sewenang-wenang terhadap para bawahannya (memukul mereka, tidak memperhatikan kesejahteraan mereka, dst). Hamba seperti itu pasti akan mendapat hukuman dari sang tuan karena ia tidak setia. Di bagian akhir perikopa injil ini ada sesuatu yang amat menarik, sehubungan dengan hal pengetahuan dan konsekwensinya secara etis-praktis. Di satu pihak, kalau ada hamba yang tahu kehendak tuannya, tetapi berbuat seakan-akan tidak mau tahu, orang itu akan mendapat banyak pukulan. Di pihak lain, kalau ada hamba yang tidak tahu kehendak tuannya, walaupun ia melakukan suatu kesalahan, ia akan menerima sedikit pukulan. Jadi, ada hubungan erat antara pengetahuan dan perbuatan serta tanggung-jawab etis. Itulah yang secara singkat dirumuskan dalam rumusan padat ini: Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut dari dirinya. (Cetak miring dari saya). Tinggal kita sendiri, mau menempatkan diri dalam kategori yang mana. Hanya anda sendiri yang tahu akan hal itu. Selamat menempatkan diri.
Langganan:
Postingan (Atom)