Jumat, 16 Januari 2009

MINGGU, 08 MARET 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: Kej.22:1-2.9a.10-13.15-18; Rom.8.8:31b-34; Mrk.9:2-10.

Injil mengisahkan peristiwa transfigurasi Yesus. Yesus menjadi mulia di atas gunung. Setiap kali membaca Injil ini saya teringat akan satu hal: Bahwa liturgi bisa menjadi ruang atau konteks (bingkai) tafsir Kitab Suci. Kalau kita baca Prefasi Transfigurasi, maka dikatakan bahwa misteri ini dimaksudkan sebagai persiapan para murid untuk menghadapi kengerian drama sengsara Jum’at Agung. Liturgi merasa perlu memberi bingkai mulia agar kita tidak lumpuh oleh sengsara yang mencekik. Jadi liturgi itu mendidik. Liturgi itu sekolah iman. Liturgi menafsir Kitab Suci dengan caranya sendiri. Bac.I mengisahkan tentang ujian iman Abraham. Tetapi apa hubungannya dengan Injil? Kaitannya ada di dua tempat. Ay.2 yang berbicara tentang anak tunggal yang harus dikorbankan. Ay.13, yang berbicara tentang korban bakaran, yaitu domba jantan. Drama sengsara Yesus, yang direlativir transfigurasi, sudah diantisipasi dalam drama Abraham-Isaak. Korban Abraham dulu berkenan pada Allah karena iman. Korban Kristus juga berkenan pada Allah karena Ia Anak Allah. Lewat Yesus Kristus, Allah ada di pihak kita. Dan kalau Allah ada di pihak kita, siapa yang akan melawan kita? (Bac.II).

Tidak ada komentar: