Kamis, 05 Maret 2009

JUM'AT, 06 MARET 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Bc.E.Yeh.18:21-28; Mzm.130:1-2.3-4ab.4c-6.7-8; Mat.5:20-26.


Injil hari ini juga membeberkan ke hadapan kita beberapa pelajaran yang amat penting. Pertama, sebuah ajakan untuk melakukan kehendak Allah secara radikal, yaitu melampaui semangat ahli Taurat dan orang Farisi yang sering hanya sebatas tuntutan formal legalistik belaka. Kedua, sebuah radikalisasi perintah etis untuk menghormati hidup. Hukum Taurat melarang pembunuhan. Yesus membuat perintah itu menjadi lebih radikal dengan memperluas cakupan makna pembunuhan. Bunuh tidak lagi sekadar menggorok leher atau menembak orang. Melainkan perkataan kotor dan kasar saja sudah dianggap membunuh, membunuh watak, character assasination. Begitu juga amarah. Ya, amarah itu memang bisa sangat mematikan, paling bisa mematikan relasi sosial dan komunikasi. Ketiga, sebuah teologi mengenai korban persembahan. Pada jaman Yesus orang sangat menekankan persembahan. Orang bahkan yakin bahwa kalau sudah melakukan persembahan maka segala sesuatu sudah pulih. Yesus mengatakan, bahwa yang terpenting ialah perbaikan secara nyata relasi sosial terlebih dahulu. Kalau perbaikan itu sudah dilakukan barulah datang memberikan persembahan. Tidak ada gunanya sama sekali mempersembahkan korban tetapi masih ada orang yang kita sakiti hatinya. Dalam arti inilah kita bisa memahami seruan beberapa nabi Perjanjian Lama: Yang aku kehendaki bukan korban, melainkan hati yang remuk redam, hati yang bertobat, hati yang sudi mengampuni, memaafkan.


Tidak ada komentar: