BcE: Hos.6:1-6; Mzm.51:3-4,18-19.20-21ab; Luk.18:9-14.
Injil hari ini sangat menarik. Di sini dikemukakan dua model peran manusia. Yang satu orang Farisi. Yang lain pemungut cukai. Kedua orang ini dibandingkan secara kontras satu sama lain dalam satu aktifitas fundamental kaum beragama, yaitu berdoa. Kedua orang ini sama-sama dilukiskan berdoa di Bait Allah. Yang satu berdoa dengan sangat angkuh. Jelas ini contradictio in terminis, sebuah kontradiksi dalam istilah itu sendiri: Berdoa, yang seharusnya dengan rendah hati, malah disampaikan dengan sombong. Tetapi itulah yang terjadi, itulah yang dilakukan si Farisi itu. Ia membanggakan dan menyombongkan perbuatan baik dan unggul yang ia lakukan menurut ketetapan tiga tiang tonggak kesalehan Taurat: berdoa, berbuat amal sedekah, berpuasa. Boleh bangga. Tetapi jangan sampai jatuh dalam kesombongan. Apalagi kalau sampai menghina orang lain. Itu yang dilakukan si ahli Taurat. Ia menghina si pemungut cukai, yang berdoa dengan rendah hati, penuh sesal dan tobat, tidak berani mengangkat kepala, tunduk menyembah. Itulah sikap yang patut dan pantas dalam berdoa. Yesus membenarkan orang terakhir ini: “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai oran gyang dibenarkan Allah, sedangkan orang lain itu tidak.” Mengapa demikian? Karena: “...siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Ini adalah hukum paradoks moralitas Yesus Kristus. Benar-benar melawan arus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar