Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.2Kor.1:1-7; Mzm.34:2-3.4-5.6-7.8-9; Mat.5:1-12.
Hari ini ada Pesta St.Maria, Tahta Kebijaksanaan, Sedes Sapientiae. Juga ada peringatan Beato Nikolaus Gesturi, Maria Droste. Mari kita kenangkan mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini amat terkenal dan menarik. Ini adalah tentang Kotbah di Bukit. Secara khusus di sini kita dengar Sabda Bahagia (Beatitudes) itu. Menurut daftar dalam Kitab Suci ada sembilan Sabda Bahagia, ditambah satu sabda Bersukacitalah. Salah satu ciri paling mencolok dari kesembilan sabda bahagia ini ialah sifatnya yang paradoksal. Hal yang dikatakan Berbahagialah itu, justru menjadi syarat bagi pencapaian suatu yang lebih tinggi, lebih bernilai. Di situlah letak paradoksalnya. Dalam arti itu untaian Sabda Bahagia menjadi suatu yang sulit, tidak mudah. Orang cenderung menganggap hal itu sebagai tidak benar, tidak mengandung kebenaran. Tetapi jika orang berusaha melaksanakan hal-hal itu dengan baik dan menghayatinya secara sungguh-sungguh maka akan tampak bahwa memang demikianlah adanya. Dalam perspektif yang lebih luas dari fakta negatif yang sekarang dialami, fakta negatif itu menjadi relatif, tidak berarti apa-apa lagi. Bahkan dalam perjalanan waktu ia bisa ditafsirkan secara post factum sebagai sesuatu yang positif. Kiranya Yesus memaksudkan hal itu demikian juga. Sebagai pengikut Kristus kita tidak bisa tidak berkewajiban moral untuk mewujud-nyatakan paradoks itu dalam hidup kita dari hari ke hari. Tidak mudah memang. Tetapi itulah risiko yang harus ditempuh sebagai pengikut Yesus.
BcE.2Kor.1:1-7; Mzm.34:2-3.4-5.6-7.8-9; Mat.5:1-12.
Hari ini ada Pesta St.Maria, Tahta Kebijaksanaan, Sedes Sapientiae. Juga ada peringatan Beato Nikolaus Gesturi, Maria Droste. Mari kita kenangkan mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini amat terkenal dan menarik. Ini adalah tentang Kotbah di Bukit. Secara khusus di sini kita dengar Sabda Bahagia (Beatitudes) itu. Menurut daftar dalam Kitab Suci ada sembilan Sabda Bahagia, ditambah satu sabda Bersukacitalah. Salah satu ciri paling mencolok dari kesembilan sabda bahagia ini ialah sifatnya yang paradoksal. Hal yang dikatakan Berbahagialah itu, justru menjadi syarat bagi pencapaian suatu yang lebih tinggi, lebih bernilai. Di situlah letak paradoksalnya. Dalam arti itu untaian Sabda Bahagia menjadi suatu yang sulit, tidak mudah. Orang cenderung menganggap hal itu sebagai tidak benar, tidak mengandung kebenaran. Tetapi jika orang berusaha melaksanakan hal-hal itu dengan baik dan menghayatinya secara sungguh-sungguh maka akan tampak bahwa memang demikianlah adanya. Dalam perspektif yang lebih luas dari fakta negatif yang sekarang dialami, fakta negatif itu menjadi relatif, tidak berarti apa-apa lagi. Bahkan dalam perjalanan waktu ia bisa ditafsirkan secara post factum sebagai sesuatu yang positif. Kiranya Yesus memaksudkan hal itu demikian juga. Sebagai pengikut Kristus kita tidak bisa tidak berkewajiban moral untuk mewujud-nyatakan paradoks itu dalam hidup kita dari hari ke hari. Tidak mudah memang. Tetapi itulah risiko yang harus ditempuh sebagai pengikut Yesus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar