Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Im.13:1-2:45-46; 1Kor.10:31011:1; Mrk.1:40-45.
Dalam Injil hari ini kita mendengar ada orang kusta yang memohon kesembuhan pada Yesus; ia memohon dengan sangat, memohon dengan berlutut. Ia memohon hal itu dari hati terdalam. Maka Yesus menanggapinya dengan hati terdalam, dengan misericordia, dengan berperih-hati, dengan memberi per-hati-an, dengan memberi hati. Maka terjadilah transformasi fisikal; si kusta sembuh. Ini adalah perbuatan ajaib. Perbuatan ajaib selalu berdaya proklamatoris, dan mengandung efek radiasi, menyebar, menular. Perbuatan itu bersifat mewartakan. Hati yang diberi Yesus, masuk ke dalam hati orang itu, maka hati itu pun penuh. Terjadi perjumpaan hati dengan hati. Hati yang penuh itu kemudian meluap-luap, tidak bisa diam. Yesus tidak takabur, atau mabuk pujian. Ia tetap pergi mencari sunyi, masuk dalam relasi dengan Yang Maha Tinggi. Ternyata banyak orang mencari Dia dalam sunyi. Maka dari dalam sunyi, mengalir daya suci. Kita harus baca Injil ini dalam latar belakang Imamat. Dalam Perjanjian Lama orang kusta disingkirkan, dianggap najis. Kalau ada orang mendekati tempat mereka bersembunyi, maka mereka wajib memberitahukan agar orang sehat itu jangan mendekat, dengan berteriak “kami najis.” Pada jaman Fransiskus Asisi, mereka membunyikan lonceng. Tetapi si kusta dalam injil ini, membawa kenajisan itu kepada Yesus untuk disembuhkan. Setelah sembuh, ia harus melapor seperti ketetapan Imamat, agar bisa rehabilitasi, masuk kembali dalam masyarakat. Bac.II dua kali menyebut kata hati: Jangan timbul syak dalam hati; berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal. Perkara hati memang amat penting. Hati punya logikanya sendiri, kata Blaise Pascal. Jangan sampai tumbuh situasi tawar hati, atau sakit hati. Tetapi usahakan suka hati, hati yang mencinta, dan merasa seperti hati Yesus yang misericordia.
BcE.Im.13:1-2:45-46; 1Kor.10:31011:1; Mrk.1:40-45.
Dalam Injil hari ini kita mendengar ada orang kusta yang memohon kesembuhan pada Yesus; ia memohon dengan sangat, memohon dengan berlutut. Ia memohon hal itu dari hati terdalam. Maka Yesus menanggapinya dengan hati terdalam, dengan misericordia, dengan berperih-hati, dengan memberi per-hati-an, dengan memberi hati. Maka terjadilah transformasi fisikal; si kusta sembuh. Ini adalah perbuatan ajaib. Perbuatan ajaib selalu berdaya proklamatoris, dan mengandung efek radiasi, menyebar, menular. Perbuatan itu bersifat mewartakan. Hati yang diberi Yesus, masuk ke dalam hati orang itu, maka hati itu pun penuh. Terjadi perjumpaan hati dengan hati. Hati yang penuh itu kemudian meluap-luap, tidak bisa diam. Yesus tidak takabur, atau mabuk pujian. Ia tetap pergi mencari sunyi, masuk dalam relasi dengan Yang Maha Tinggi. Ternyata banyak orang mencari Dia dalam sunyi. Maka dari dalam sunyi, mengalir daya suci. Kita harus baca Injil ini dalam latar belakang Imamat. Dalam Perjanjian Lama orang kusta disingkirkan, dianggap najis. Kalau ada orang mendekati tempat mereka bersembunyi, maka mereka wajib memberitahukan agar orang sehat itu jangan mendekat, dengan berteriak “kami najis.” Pada jaman Fransiskus Asisi, mereka membunyikan lonceng. Tetapi si kusta dalam injil ini, membawa kenajisan itu kepada Yesus untuk disembuhkan. Setelah sembuh, ia harus melapor seperti ketetapan Imamat, agar bisa rehabilitasi, masuk kembali dalam masyarakat. Bac.II dua kali menyebut kata hati: Jangan timbul syak dalam hati; berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal. Perkara hati memang amat penting. Hati punya logikanya sendiri, kata Blaise Pascal. Jangan sampai tumbuh situasi tawar hati, atau sakit hati. Tetapi usahakan suka hati, hati yang mencinta, dan merasa seperti hati Yesus yang misericordia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar