OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
DOSEN TEOLOGI DAN PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies)
FAKULTAS FILSAFAT UNPAR BANDUNG
BcE. Yeh.18:21-28; Mzm.130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8; Mat.5:20-26.
Hari ini Jum’at biasa Pekan I Prapaskah. Injil menawarkan beberapa hal penting. Pertama, model hidup keagamaan yang harus melampaui mentalitas legalistik ala ahli Taurat. Kedua, radikalisasi larangan membunuh dalam Perjanjian Lama. Jika di sana, tindakan membunuh diganjar dengan ganjaran setimpal, menurut Yesus, sekadar marah dan berkata kasar sudah cukup sebagai alasan untuk menghukum berat pelakunya. Ketiga, mengenai persembahan yang benar. Di sini ada bahasan mengenai persembahan dan relasi yang baik dan benar dengan sesama. Persembahan adalah perkara membangun dan menjaga relasi dengan Allah, relasi vertikal, teologis. Itu tidak salah. Tetapi jika orang hanya memperhatikan relasi itu saja, hal itu tidak cukup sebagai dasar dan sikap hidup. Mengapa? Karena relasi vertikal itu harus tampak secara nyata dalam relasi horizontal, relasi humanistik, relasi antar manusia, relasi sosial. Yesus mengajarkan bahwa orang tidak dapat merasa aman dan nyaman dalam relasi vertikal dengan Allah, jika ia tidak mempunyai relasi yang baik dan benar dengan orang lain. Karena itu, Yesus mengatakan bahwa sebelum mempersembahkan korban, orang harus membereskan relasinya dengan sesama sebelum terlambat. Relasi yang baik dan benar dengan sesama itulah syarat persembahan, upaya membangun relasi vertikal dan teologis dengan Allah. Yesus menegaskan bahwa upaya membangun relasi sosio-etis amat penting dan harus dilakukan sebelum terlambat. Relasi yang baik dan benar yang dibangun dengan Allah, akan menjadi tidak berarti lagi, kalau kita tidak punya relasi yang baik dan benar dengan sesama. Seperti kata Yakobus, iman harus tampak dalam perbuatan. Iman tanpa perbuatan adalah hampa dan mati.
Senin, 10 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar