OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
DOSEN TEOLOGI DAN PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies)
FAKULTAS FILSAFAT UNPAR BANDUNG
BcE. Ul.26:16-19; Mzm.119:1-2,4-5,7-8; Mat.5:43-48.
Hari ini Sabtu biasa Pekan I Prapaskah. Peringatan St.Gabriel, Pelindung Novisiat. Kita kenang dia dalam doa kita. Injil berkisah mengenai perintah mengasihi musuh. Jika dalam perintah lama dianjurkan agar orang mengasihi sesama dan membenci musuh, maka Yesus memberi perintah baru: mengasihi musuh dan berdoa bagi orang yang menganiaya kita. Tentu ini tidak mudah. Sebab secara kodrati kita cenderung mengutuk dan membenci orang seperti itu. Mengapa perintah ini penting? Yesus memberikan beberapa alasan. Pertama, alasan teologis. Jika kita melakukan perintah baru ini, yakni perintah etis radikal, kita memperlihatkan diri sebagai orang yang berupaya menjadi anak Bapa di sorga. Bapa itu penuh kasih dan tidak pandang bulu dalam pancaran kasihNya. Kedua, alasan sosial kemanusiaan-horizontal. Jika kita hanya melakukan perintah umum dan biasa, kita sama dengan orang pada umumnya. Karena itu Yesus menganjurkan agar kita melakukan tindakan etis yang melampaui tuntutan minimal-sosial. Perbuatan baik dan kasih harus inklusif, merangkul semua. Tidak hanya terbatas pada kalangan tertentu. Kalau kasih itu hanya dibatasi pada kalangan tertentu, kita tidak dapat menjadi anak Bapa di sorga. Injil diakhiri dengan perintah terkenal dan berat: Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. Teolog moral sepanjang sejarah gereja sibuk merenungkan perintah ini. Yang paling akhir ialah Yohanes Paulus II. Dia mengakui bahwa ini berat. Tetapi dengan rahmat yang kita minta dalam doa, ia berharap kita dapat sedikit demi sedikit memenuhi idealism moral dan iman ini. Mengapa? Karena ala biasa karena biasa. Karena berdikit-dikit, lama-lama menjadi bukit.
Senin, 10 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar