Minggu, 11 Januari 2009

SENIN, 05 JANUARI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: 1Yoh.3:22-4:6; Mat.4:12-17.23-25.

Setelah dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan, Yesus mulai tampil dan berkarya di depan umum. Inti pewartaanNya ialah, pertobatan, metanoia, perubahan hati, budi, seluruh sikap hidup. Dan alasan untuk perubahan hidup itu ialah karena Kerajaan Sorga sudah dekat. Memang tidak ada sikap dan tanggapan lain yang lebih tepat selain dari pada sikap tobat kalau orang mau menyongsong dan menerima datangnya Kerajaan Sorga itu. Kerajaan Sorga itu sama dengan Kerajaan Allah, yaitu situasi di mana Allah meraja dalam hidup dan hati manusia. Maka warta tentang Kerajaan Allah itu harus berdampak nyata dalam hidup manusia. Itulah sebabnya Yesus mengkonkretkan wartaNya dengan mukjizat-mukjizat. Mukjizat ini adalah tanda sudah datangnya Kerajaan Allah itu. Menurut Bac.I ada satu syarat lain yang diminta. Yaitu orang orang percaya akan nama Yesus Kristus (ay.23). Dan itu hanya mungkin kalau kita hidup dalam Roh Allah (ay.24). Roh itu harus menuntun kepada Yesus Kristus. Kalau tidak menuntun kepada Yesus Kristus, maka itu adalah roh anti-Kristus, dan bukan roh yang berasal dari Allah. Kita memang sudah hidup dalam Roh, tetapi kita juga harus berusaha sedemikian rupa agar bisa mengembangkan kemampuan membeda-bedakan karunia roh itu (discernment of spirit) agar jangan sampai kita disesatkan oleh roh-roh anti-kristus yang juga dalam dunia modern dewasa ini tetap bertiup sangat kencang. Ingat akan kebangkitan injil Yudas itu. Ingat akan ancaman Da Vinci Code itu,

SABTU, 03 JANUARI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: 1Yoh.2:29-3:6; Yoh.1:29-34.

Injil kita hari ini luar biasa. Ada beberapa alasan untuk mengatakan demikian. Pertama, dalam teks singkat ini kita temukan tiga gelas Kristologis yang berat dalam Perjanjian Baru. Yaitu Anak Domba Allah, Penghapus atau Penebus Dosa, dan Anak Allah. Kedua, di sini dipentaskan jiwa besar Yohanes. Ia menunjuk kepada Yesus, dan sudi mengakui Yesus sebagai lebih besar dan lebih unggul dari dirinya. Jarang sekali kita temukan mentalitas seperti itu. Kebanyakan orang berpusat pada diri sendiri. Di sini kita lihat, Yohanes berpusatkan pada Yesus: “Biarlah Ia menjadi besar dan aku menjadi kecil.” Sebuah pementasan spiritualitas kerendahan hati yang luar biasa. Ketiga, karena di sini dibeberkan secara singkat teologi pembaptisan, pembaptisan dengan air dan pembaptisan dengan Roh. Kita tidak mempunyai tempat yang cukup untuk menguraikan hal itu. Maka kita biarkan saja dulu seperti itu. Bac.I mengingatkan kita akan martabat luhur kita sebagai anak-anak Allah. Tetapi martabat luhur itu juga mempunyai konsekwensi besar, yaitu harus hidup dalam kasih dan tidak berbuat dosa lagi. Dan ini tidak mudah. Memang tidak mudah menjadi pengikut Yesus. Menjadi Kristiani itu bukan tiket murahan. Melainkan suatu perjuangan dan pertaruhan hidup. Semoga kita sampai kepada mutu kerendahan hati seperti Yohanes itu, mengakui Yesus dan hidup di dalam Dia dengan penuh kasih.

JUM'AT, 02 JANUARI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: 1Yoh.2:22-28; Yoh.1:19-28.

Hari ini menjadi hari istimewa bagi saya, karena ada pesta wajib Santo Basilius Agung dan Gregorius dari Nazianze. Kedua orang ini adalah Bapa-bapa Kapadocia yang berjasa dalam perumusan teologi Tritunggal dan Kristologi. Cukup lama saya mengajarkan patrologi kepada mahasiswa di Seminari Tinggi Bandung. Teologi mereka inilah yang saya ajarkan. Injil hari ini menyingkapkan secara perlahan misteri Yesus Kristus kepada kita (yang kelak menjadi pemikiran serius Bapa Kapadokia). Kita baca tentang kesaksian Yohanes yang menunjuk kepada Yesus, sang Mesias yang akan datang. Yang lebih penting lagi, kita baca bagaimana cara Yohanes menempatkan diri di hadapan Yesus Mesias itu: Jangankan berhadapan muka, berdiri sama tinggi. Tunduk untuk membuka tali kasutNya pun Yohanes merasa tidak pantas. Bagi saya ini adalah sebuah pementasan metaforik sikap rendah hati Yohanes. Bac.I membeberkan kepada kita mengenai gejala anti-kristus. Salah satu cirinya ialah tidak mau mengakui Yesus sebagai Kristus (Mesias). Dan bagi penulis surat ini, sikap tadi mempunyai konsekwensi besar, sebab menyangkal Yesus Kristus juga berarti menyangkal Bapa, sama artinya tidak memiliki Bapa, sumber segala penghidupan. Dan kalau demikian itu tidak lain berarti kematian. Semoga kita, dengan bantuan petunjuk sikap Yohanes dapat sampai kepada pengakuan iman yang sepatutnya akan Yesus Kristus.

KAMIS, 01 JANUARI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: Bil.6:22-27; Gal.4:4-7; Luk:2:16-21.

Inilah hari pertama di tahun baru 2009: Sekali lagi, Selamat Tahun Baru. Hari ini juga adalah Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Sekaligus juga hari ini adalah Oktaf Natal. Oleh karena sudah tiga tahun belakangan ini saya merenungkan makna teologis gelar Maria sebagai Bunda Allah, maka untuk kali ini saya mau mengarahkan perhatian pada suatu yang lain. Hari ini juga adalah hari perdamaian sedunia. Pada 24 Januari 2002 Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan “Sepuluh Perintah Perdamaian” (The Ten Commandments of Peace). Saya tidak akan sebutkan satu persatu 10 perintah itu di sini, karena terlalu panjang. Semoga pada kesempatan lain saya akan bisa membeberkannya. Tetapi pernyataan ini dianggap sangat luar biasa karena ia mengungkapkan suatu pemahaman baru akan rencana dan kehendak Allah bagi umat manusia, juga merupakan suatu proposal teologis yang belum pernah ada pendahulunya dalam sejarah ajaran resmi gereja. Tentu ajaran ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam banyak bidang, antara lain dalam bidang hubungan dan dialog antar agama, hubungan negara kaya dan miskin, bagaimana orang menghadapi realitas pluralisme agama. Ya, biarlah damai dan keadilan saling berpelukan, biarlah damai dan keadilan bergulung-gulung seperti air sungai, sebagaimana dicita-citakan oleh nabi di masa silam. Tidak salah juga kalau hari perdamaian ini disandingkan dengan salah satu hari raya Bunda Maria, sebab salah satu gelar Bunda kita tercinta ini ialah Ratu Perdamaian, The Queen of Peace, Regina Pacis. Kita berdoa kepada sang Regina Pacis memohon kedamaian dunia, Pax Mundi, the peace of the world.

RABU, 31 DESEMBER 2008

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: 1Yoh.2:18-21; Yoh.1:1-18.

Hari ini adalah pesta Silvester I, Paus. Hari ini juga adalah hari ketujuh Oktaf Natal. Ya tetapi hari ini menjadi sangat istimewa, karena ini adalah hari dan malam akhir tahun. Malam ini boleh disebut sebagai malam ambang pintu (liminal night). Rasanya kita seperti sedang berdiri di ambang pintu. Entah untuk masuk ke dalam rumah, atau entah untuk pergi ke luar rumah. Masuk atau keluar, toh sama saja. Kita pilih salah satu sebagai metafor. Kita pilih metafor “keluar rumah.” Kita melangkah ke suatu cakrawala rentang kurun waktu yang baru. Ada sedikit rasa enggan, dan sedih. Tetapi kata orang, Let it go. Atau Let it be. Maka mari kita ucapkan Welcome to the new year. Memang ada kepahitan. Tetapi harus rela. Tetapi ketika membaca Injil, tetap ada sebuah pertanyaan: Mengapa kita membaca teks berat ini di akhir tahun? Mungkin untuk mengatakan bahwa akhir tahun bukanlah akhir segala-galanya. Tetapi ada perspektif baru, dan perspektif baru itu bisa ada karena daya cipta Sabda Allah. Dengan horizon kesadaran seperti itu, mari kita ucapkan dengan lantang, Selamat Tinggal tahun lama.

SELASA, 30 DESEMBER 2008

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: 1Yoh.2:12-17; Luk.2:36-40. Kemarin kita sudah membaca sesuatu tentang Simeon. Tetapi selain dia, di Bait Allah di Yerusalem hadir juga tokoh lain, seorang nabiah, yang bernama Hana. Injil mencirikan hidup orang ini sebagai hidup dalam penantian akan Sabda Allah. Kalau mazmur mengatakan bahwa betapa bahagianya tinggal di rumah Tuhan, maka Hana menjadi model paling mencolok dari orang yang merasa berbahagia karena tinggal di rumah Tuhan. Ya, kiranya Hana sungguh menghayati kata si pemazmur itu: Betapa indah rumahMu Tuhan. Ia juga menghayati kata si pemazmur yang lain: Lebih baik satu hari di rumah Tuhan dari pada seribu hari di tempat lain. Karena ia menantikan Sabda Allah, maka ia juga mengenal Yesus Kristus dan mulai bersaksi tentang Dia yang dikenalnya itu. Ketika ia menyadari kehadiran Yesus di Bait Allah, Hana melakukan dua hal: eucharistia atau mengucapkan syukur, dan kedua ia mulai berbicara tentang anak ajaib itu. Dan yang terpenting dari Hana ialah bahwa ia menghubungkan ada dan kelahiran anak itu dengan kelepasan atau pembebasan Yerusalem.

SENIN, 29 DESEMBER 2008

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M (EFBE@fransisbm)

BcE: 1Yoh.2:3-11; Luk.2:22-35. Pada hari ini kita mempunyai dua pesta, yaitu pesta Tomas Becket (martir), dan juga kita mempunyai pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Itu tidak lain berarti sunat, sebab setiap anak sulung Israel adalah untuk Allah. Perhatikan baik-baik bahwa persembahan yang dibawa Maria dan Yusuf adalah persembahan sederhana saja. Perhatikan juga dengan baik bahwa ketika hal itu terjadi, hadir juga di Bait Allah di Yerusalem dua tokoh, yaitu Simeon dan Hana. Tetapi hari ini kita hanya baca tentang Simeon saja. Ia menjadi terkenal karena kidungnya yang sangat indah dan menyentuh. Mungkin itu sebabnya kidung ini selalu dipakai dalam doa malam (completorium) ketika kita menyerahkan Roh kita kepada yang empunya roh itu. Ayat 29 dari injil adalah sangat terkenal, sebab di sana kita baca nubuat Simeon bahwa Anak itu akan menjadi tanda perbantahan, sign of contradiction. Ia akan hadir bagai pedang. Itu tidak lain berarti bahwa kehadiranNya adalah suatu kehadiran yang menantang, kehadiran yang menggugat, sekaligus menggugah pikiran banyak orang. Semoga kita tertantang juga. Semoga kita juga berani menjadi sign of contradiction.