Jumat, 31 Juli 2009

SABTU, 01 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Im.25:1.8-17; Mzm.67:2-3.5.7-8; Mat.14:1-12.


Hari ini ada Peringatan wajib S.Alfonsus Maria de Liguori. Tetapi bagi CSsR, ini hari raya. Juga bagi FSE. Mari kita mengenangkan mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, mengisahkan sebuah kisah terkenal, yaitu kisah Yohanes Pembaptis dibunuh. Kisah ini menarik karena meramu pelbagai unsur menarik di dalamnya: Ada unsur kekuasaan, ada kisah cinta segitiga, ada rasa sakit hati, ada ketamakan, dan di sudut lain ada suara kenabian, dll. Dalam inti kisah itu ada orang yang merebut isteri saudaranya. Suara kenabian mengecam keras perbuatan itu. Sebab hal itu jelas dilarang Allah: 10 perintah Allah: jangan mengingini isteri sesamamu. Akibatnya, kekuasaaan ingin sekali melindas suara kenabian itu, tetapi takut. Tetapi kesempatan pun akhirnya tiba. Ada penari yang menawan hati, sehingga sang penguasa keceplosan bersumpah bahkan melampaui batas kewenangannya. Si penari itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia berlari kepada si bunda yang benci pada Yohanes. Permohonan hanya satu: kepala Yohanes. Siapa yang berdosa? Siapa yang menjadi korban dari dosa itu? Ini namanya viktimisasi korban. Ini sebentuk kejahatan menurut kacamata wacana HAM modern. Hal seperti ini sering sekali terjadi di sekitar kita. Siapa tahu kita juga termasuk salah satu pelakunya. Kita yang bersalah, tetapi kita mencari kambing hitam untuk dikorbankan. Mari kita bertobat jika memang itu pernah kita lakukan.

JUM'AT 31 JULI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Im.23:1.4-11.15-16.27.34b-37; Mzm.81:3-4.5-6ab;10-11ab; Mat.13:54-58. Hari ini ada peringatan santo Ignatius dari Loyola. Ini hari raya bagi Yesuit karena dialah pendiri serikat itu. Mari kita mengenang beliau dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berbicara tentang Yesus yang ditolak di Nazaret. Ini menarik sekali bahwa Yesus justru ditolak di tempat asalNya. Menarik juga bahwa Yesus ditolak di Nazaret setelah Ia melakukan banyak tanda dan mukjizat di tempat lain. Timbul pertanyaan: Mengapa Yesus mengerjakan banyak tanda dan mukjizat di tempat lain, tetapi di Nazaret tidak terjadi apa-apa selain penolakan? Jawabannya sederhana: di tempat lain ada keterbukaan untuk menerima dan percaya Yesus. Sedangkan di Nazaret, Yesus disambut dengan pertanyaan sinis mengenai sumber kuasaNya. Pertanyaan sinis itu wajar sekali muncul, karena orang melihat latar belakang asal-usul Yesus. Mereka meremehkan Yesus karena mereka tahu latar belakang asal-usul saudara dan keluargaNya. Orang Nazaret menilai Yesus berdasarkan asal-usul keluargaNya. Mereka menyepelekan keluarga Yesus. Itu sebabnya Yesus mengucapkan kalimat terkenal ini: seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya. Itu juga yang menyebabkan orang Nazaret marah. Kalimat terakhir injil ini menarik: Karena mereka tidak percaya, tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ. Jadi, mukjizat hanya bisa terjadi di mana ada iman atau kepercayaan. Bagaimana dengan kita? Semoga kita selalu siap menerima Yesus, dan dengan itu bisa terjadi banyak mukjizat dalam hidup kita.

Rabu, 29 Juli 2009

KAMIS, 30 JULI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Kel.40:16-21.34-38; Mzm.84:3.4.5.6a.8a.11; Mat.13:47-53.



Hari ini ada peringatan santo Petrus Krisologus dan Yustinus de Yakobis. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berbicara tentang perumpamaan tentang jala besar. Yesus memakai perumpamaan jala besar itu untuk berbicara tentang Kerajaan Surga. Tetapi yang dibicarakan di sini bukan terutama fungsi jalan itu sendiri. Melainkan tindakan para nelayan yang mengumpulkan hasil tangkapan setelah mereka memisahkan ikan yang baik dari hal-hal yang tidak perlu. Biasanya setelah jala penangkap ikan ditarik ke darat, para nelayan akan memisahkan ikan-ikan yang baik dari ikan-ikan yang tidak baik. Yang baik dikumpulkan ke dalam tempayan. Yang tidak baik dibuang. Hal inilah yang dibandingkan Yesus dengan apa yang terjadi dalam Kerajaan Surga kelak. Pada saat itu akan ada pemisahan dan pemilahan juga. Para Malaekatlah yang akan berperan sebagai para nelayan. Mereka akan memisahkan orang jahat dari orang benar. Orang benar akan diterima masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan orang jahat akan dicampakkan ke dalam tungku berapi. Di surga akan terjadi sukacita besar, seperti dinikmati Lazarus itu. Sedangkan dalam tungku api (neraka), terjadi dukacita besar, yang diungkapkan di sini dengan ungkapan ratapan dan kertak gigi. Di hadapan kita terbentang dua macam nasib akhir: Masuk Kerajaan Surga, atau masuk tungku api kekal. Cara hidup kita akan menentukan kelak kita akan masuk ke mana. Semoga kita masuk ke dalam Kerajaan Surga.

Senin, 27 Juli 2009

RABU, 29 JULI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.1Yoh.4:7-16; Mzm.34:2-3.4-5.6-7.8-9.10-11; Yoh.11:19-27 (atau Luk.10:38-42).



Hari ini ada peringatan Santa Marta, Maria, Lazarus, Sahabat Tuhan. Mari kita kenang mereka dalam hidup dan doa kita. Ada dua teks injil yang disediakan Kalender Liturgi hari ini. Saya memilih teks dari Yohanes. Injil hari ini berbicara tentang pembangkitan Lazarus oleh Tuhan Yesus. Jika kita baca Injil Yohanes dengan baik, akan tampak bahwa kisah ini merupakan yang ketujuh dari tanda yang dikerjakan Yesus. Masih ada yang kedelapan yaitu kebangkitan dari alam maut. Tetapi yang biasanya disebut tanda-tanda dalam Yohanes berakhir pada tanda ketujuh: Lazarus bangkit. Terjadi peristiwa duka atas Marta dan Maria: saudara lelaki mereka, Lazarus meninggal. Dalam konteks itulah Tuhan datang. Yang dipentaskan di sini ialah sikap iman Marta. Mereka berbicara tentang kebangkitan. Yesus berbicara tentang kebangkitan Lazarus yang terjadi segera. Marta berbicara tentang kebangkitan di akhir jaman. Dalam konteks pembicaraan itu Yesus mewahyukan diri kepada Marta sebagai kebangkitan dan kehidupan. Sikap percaya kepada Yesus membawa konsekwensi kehidupan kekal. Di hadapan penyataan seperti itulah, Yesus menantang kepercayaan dan sikap pribadi Marta. Ternyata ia percaya: “Ya, Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, yang akan datang ke dalam dunia.” Tentu sikap dan keputusan iman Marta menjadi model bagi kita untuk ditiru dan dihayati dalam hidup. Sebagai pengikut Yesus yang percaya kepadaNya, tidak ada jalan lain bagi kita, selain menempuh sikap dan kepercayaan seperti yang dibentangkan dan diucapkan Marta tadi.

SELASA, 28 JULI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Kel.33:7-11; 34:5b-9.28; Mzm.103:6-7.8-9.10-11.12-13; Mat.13:36-43.



Hari ini adalah hari biasa. Tidak ada pesta, tidak ada peringatan, tidak ada perayaan. Tetapi hari ini tetap penting, seperti halnya hari-hari lain. Injil hari ini berbicara tentang penjelasan perumpamaan lalang di antara gandum. Perumpamaan itu sendiri sudah disampaikan Tuhan Yesus dalam ayat 24-30. Sekarang Tuhan Yesus memberikan penjelasannya bagi para muridNya. Inilah salah satu contoh bagaimana Kitab Suci itu sendiri menyediakan tafsir atau penjelasan bagi dirinya sendiri. Hal itu sangat membantu kita untuk memahami dan menjelaskannya. Tetapi apa yang dimaksud dengan perumpamaan lalang di antara gandum itu? Menurut Tuhan Yesus ada tujuh unsur yang terkandung di dalam perumpamaan itu. Pertama, si penabur itu sendiri, yang tidak lain ialah Anak Manusia. Kedua, ladang, yang tidak lain ialah dunia tempat manusia hidup dan berada. Ketiga, benih yang baik, yang tidak lain ialah anak-anak Kerajaan. Keempat, lalang, yang tidak lain ialah anak-anak si jahat. Kelima, musuh yang menaburkan benih lalang, yang tidak lain ialah Iblis itu sendiri. Keenam, waktu atau saat menuai, yang tidak lain ialah akhir jaman. Ketujuh, para penuai, ialah malaikat. Ketujuh unsur atau peran ini, dengan sengaja dibentangkan oleh Tuhan di hadapan kita semua sebagai model untuk kita tiru dan kita praktekkan dalam hidup. Pilihan dan keputusan ada di tangan kita: mau memilih yang mana? Semoga kita memilih menjadi benih yang baik, dan bukan benih yang jahat. Sebab benih yang baik itu ditabur oleh Anak Manusia, sedangkan benih yang jahat itu ditabur oleh Iblis.

Minggu, 26 Juli 2009

SENIN, 27 JULI, 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Kel.32:15-24.30-34; Mzm.106:19-20.21-22.23; Mat.13:31-35.


Hari ini ada peringatan Titus Brandsma (keluarga besar Karmelit). Selain itu ada juga peringatan beata Maria Magdalena Martinengo (keluarga besar Fransiskan). Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berbicara tentang biji sesawi dan ragi. Menarik bahwa biji sesawi itu memang kecil, tetapi di dalam kekecilannya ia menyimpan sebuah potensi yang sangat besar. Yesus memakai fenomena biji sesawi yang kecil, tetapi bisa menjadi sangat besar ini, sebagai metafor untuk Kerajaan Surga. Sebagaimana biji sesawi, kalau sudah bertumbuh dan menjadi besar, bisa menjadi sarang bagi burung-burung di udara, demikian juga halnya Kerajaan Surga itu bisa menjadi sebuah keadaan yang bisa menampung dan menerima semuanya di dalam sebuah kelegaan dan kerahiman yang tiada terkira luasnya. Selain metafor biji sesawi, Yesus juga memakai perumpamaan ragi untuk melukiskan Kerajaan Surga. Di sini tersirat sebuah pandangan teologi mengenai kehadiran, sebuah teologi kehadiran. Sebuah kehadiran yang memang kecil, tetapi mempunyai daya pengaruh yang sangat besar. Kerajaan Surga seperti itu. Ia adalah kehadiran Allah di tengah dunia ini, yang mempengaruhi, membentuk, dan menentukan arah perkembangan dunia itu sendiri. Bahkan Kerajaan Surga itulah yang menjadi titik orientasi terakhir, titik Omega jika meminjam istilah teologi-evolusi dari Pierre Teilhard de Chardin, dari perkembangan historis dunia itu sendiri. Semoga kita, dengan cara kita sendiri bisa menjadi seperti ragi itu juga bagi masyarakat di sekitar kita, tempat kita hadir dan berada.

Jumat, 24 Juli 2009

SABTU, 25 JULI 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.2Kor.4:7-15; Mzm.126:1-2ab.2cd-3.4-5.6; Mat.20:20-28
.

Hari ini ada pesta Santo Yakobus Rasul. Mari kita kenangkan dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini juga sangat terkenal dan akrab di telinga kita. Isinya tentang permintaan ibu Yakobus dan Yohanes kepada Yesus. Permintaan ini mudah dipahami. Ada harapan pada jaman Yesus dulu, bahwa Yesus itu adalah seorang sosok Mesias Politik. Ia akan menjadi raja yang membebaskan Israel dari belenggu penjajahan dan penindasan Roma.Mereka berharap sangat banyak pada dan dari Yesus. Jika hal ini benar, maka wajarlah bahwa orang mencari muka dengan Yesus. Saya kira, itulah yang diminta oleh sang ibu kepada Yesus. Ia meminta agar Yesus memperlakukan kedua anaknya secara istimewa kalau Yesus benar-benar menjadi raja. Ini semacam praksis nepotisme. Seorang ibu mencoba mencari jalan yang enak dan mudah bagi anaknya. Ini sebuah praksis yang masih berlaku juga hingga dewasa ini. Nepotisme ada di tengah-tengah kita dalam pelbagai bentuknya. Mungkin kita juga termasuk salah satu dari pemainnya. Tetapi Yesus dengan tegas dan berani memotong praksis dan fenomena nepotisme itu. Dan memang seharusnya demikian. Kita harus bisa belajar hal seperti itu dari Yesus.