Minggu, 17 Januari 2010

JUM'AT, 19 MARET 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.

BcE. 2Sam.7:4-5a,12-14a,16; Mzm.89:2-3,4-5,27,29; Rm.4:13,16-18,22; Mat.1:16,18-21,24a
.


Hari Raya Santo Yusuf, Suami SP Maria. Menjadi hari raya banyak hidup bakti. Mari kita rayakan dan kenang dia dalam hidup dan doa kita. Ia santo yang luar biasa karena peranannya dalam hidup penyelamat. Ia mendapat julukan redemptoris protector (pelindung penebus). Ini adalah imbangan gelar Maria, redemptoris mater (ibunda penebus). Keistimewaan Yusuf ini tampak dalam injil yang kita baca hari ini. Injil hari ini amat terkenal dan mengesankan. Kalau dalam Lukas, kita baca Maria menerima kabar dari malaekat Tuhan, di sini kita baca Yusuf menerima kabar dari malaekat Tuhan. Yusuf yang sudah bertunangan dengan Maria, kebingungan (wajar bagi lelaki) karena tunangannya itu sudah mengandung. Diam-diam ia mau menceraikannya, karena berpikir dengan itu ia tidak mau mempermalukan perempuan. Tetapi di tengah permenungan itulah ia mendapat kabar dari malaekat Tuhan. Bahwa ia tidak boleh takut mengambil Maria sebagai isteri. Ketika bangun, ia melaksanakan perintah itu. Secara sosial, keputusan ini juga pasti membingungkan sebagai pria: menerima perempuan yang sudah hamil sebagai isteri. Tetapi itulah kebesaran dan keagungan hati Yusuf. Keagungan inilah yang dipuji dalam sejarah Gereja, sehingga Liturgi memberi tanggal khusus untuk dijadikan hari raya St.Yusuf. Itulah yang kita rayakan hari ini. Pesan singkatnya jelas: kita jangan menyia-nyiakan hidup, juga pada awal hidup itu mulai berdenyut. Tidak kebetulan bahwa dalam penanggalan liturgi, satu minggu sesudah hari raya ini, ada hari raya kabar sukacita kepada bunda Maria. Kabar sukacita kepada Maria baru menjadi bermakna sesudah ada sikap dan keputusan Yusuf untuk menerima Maria sebagai isteri. Artinya, hidup yang mulai berdenyut dalam rahim Maria, diberi konteks kehidupan keluarga, konteks cinta. Pesan ini sangat jelas dan kuat, sehingga tidak perlu lagi kita melihat Bac.I dan II.


SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG

MINGGU, 14 MARET 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.

Bc.E. Yos.5:9a,10-12; Mzm.34:2-3,4-5,6-7; 2Kor.5:17-21; Luk.15:1-3,11-32.




Injil hari ini sangat terkenal yaitu tentang anak yang hilang. Kisah ini dimulai dengan permohonan si bungsu yang meminta jatah warisan. Warisan dalam pandangan orang Yahudi sepenuhnya adalah hak ayah. Ayah yang akan memberinya kepada anaknya, dan tidak diminta anak. Permintaan anak ini menandakan bahwa ia mau merebut sebagian hak hidup ayah. Apalagi kata Yunani yang dipakai ialah bios, hidup. Permohonan anak ini berarti menyiratkan ia menghendaki kematian sang ayah. Menariknya, si ayah tidak marah atau tersinggung. Dengan murah hati ia mengabulkannya. Setelah mendapatkan warisan itu, si bungsu hidup ngawur, sehingga terancamlah hidupnya, baik jasmani maupun rohani. Ia pun terpuruk, sehingga harus “bergaul” dengan babi. Dengan itu ia benar-benar terasing dari komunitas, dari adat istiadat leluhur. Tetapi di sinilah muncul keinginannya untuk pulang. Di sinilah bedanya tiga rangkaian perumpamaan Lukas. Perumpamaan pertama, domba yang hilang: harus dicari. Perumpamaan kedua, dirham yang hilang: harus dicari. Perumpamaan ketiga, anak hilang: pulang sendiri. Ada kemauan baik untuk bertobat. Tetapi si anak sadar akan perilakunya dulu. Maka ia mau kembali bukan lagi sebagai anak, melainkan sebagai upahan. Tetapi ketika ia tampak di kejauhan, dalam perjalanannya kembali ke rumah bapa, ayah menerimanya kembali sepenuhnya. Tandanya? Dalam ayat 18b-19 kita baca versi lengkap dari kalimat yang rencananya diucapkan si anak kepada ayah. Tetapi ketika kalimat itu mulai diucapkan, si ayah memotongnya sebelum selesai (bdk.ay.20). Si ayah tidak sudi mendengar kalimat itu selengkapnya, karena hatinya tergerak oleh belas kasihan. Dari hati yang tergerak oleh belas kasihan inilah keluar kasih, pengampunan, sukacita, yang bermuara pada pesta ria. Itu berbeda dengan si sulung. Semoga pesannya jelas bagi kita. Dan itu sudah lebih dari cukup sehingga saya tidak usah lagi mengulas Bac.I dan II.


SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG

MINGGU, 07 MARET 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.

BcE. Kel.3:1-8a,13-15; Mzm.103:1-2,3-4,6-7,8-11; 1Kor.10:1-6,10-12; Luk.13:1-9.



Injil hari ini berbicara tentang dua hal. Pertama, tentang dosa dan pertobatan. Kedua, tentang pohon ara. Inilah satu-satunya tempat dalam injil di mana Pilatus dilukiskan di luar konteks kisah sengsara. Dalam Kisah sengsara, Pilatus dilukiskan lemah. Di sini ia orang kejam. Pelajaran yang ditarik Yesus dari peristiwa yang dikisahkan para murid ini ialah Yesus mampu melepaskan derita manusia dari penilaian salah, entah itu sebagai hukuman dari para dewa, atau akibat dari perilaku salah yang tidak diketahui. Menurut Yesus, derita itu menimpa orang baik maupun orang jahat. Setiap manusia adalah pendosa, oleh karena itu setiap manusia memerlukan pertobatan dan penebusan. Nasib malang seseorang bukan pertanda atau petunjuk kesalahan moralnya. Itu yang pertama. Yang kedua berbicara tentang pohon ara. Hidup dalam pertobatan harus mendatangkan hasil nyata. Itu yang mau disampaikan di sini. Allah tidak akan membiarkan orang yang berjuang untuk kembali kepada Dia, menjadi sia-sia. Pohon ara yang tidak berbuah itu mencirikan nilai dari seorang pendosa di hadapan pandangan Allah, yaitu sebagai orang yang tetap bernilai dan karena itu tetap diberi kesempatan sekali lagi dan bahkan mungkin terus menerus. Bac.I mengisahkan kepada kita tentang rencana Allah membebaskan Israel dari Mesir. Tentu itu dimaksudkan untuk membuahkan hasil yang baik dalam situasi dan kondisi kebebasan, walau hal itu tidak selalu berjalan mulus dan lancar dan mudah. Selalu ada tantangan. Bac.II sangat indah: Israel sebagai peringatan. Perjalanan Israel di gurun ditandai oleh banyak pembangkangan, sungut-sungut, protes, pemberontakan. Paulus menghendaki agar kita, sebagai Israel baru, menghindari itu semua agar seluruh proses kehidupan dapat berlangsung dengan baik, dan bisa menghasilkan buah yang lebih baik dan berlimpah. Semoga demikian.

SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.

MINGGU, 28 FEBERUARI 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG

BcE. Kej.15:5-12,17-18; Mzm.27:1,7-8,9abc,13-14; Flp.3:17-4:1; Luk.9:28b-36.




Di sini kita lihat lagi Yesus berkumpul dengan kelompok kecil muridNya. Di sini Yesus berdoa. Ada permainan antara misi, mukjizat pemberian makan, nubuat derita, syarat menjadi murid, dan transfigurasi. Semuanya membentuk sintesis hidup Kristiani. Kisah ini mengantisipasi (memberi bayang-bayang terlebih dahulu) kemuliaan kebangkitan kelak. Ada dua tokoh yang tampil di sini: Musa dan Elia. Keduanya mewakili dua tradisi (Hukum dan Nabi). Lalu ada suara ajaib yang mengingatkan kita akan suara ajaib pembaptisan. Tetapi ada beda. Dalam pembaptisan, suara itu datang dari surga. Di sini datang dari dalam awan. Dalam pembaptisan, suara itu hanya didengar Yesus, karena disampaikan dalam diri orang kedua. Di sini suara itu dalam diri orang ketiga, sehingga bisa didengar orang lain. Awan itu mengingatkan kita akan awan di Sinai dalam peristiwa Keluaran. Di sana kemuliaan Allah (shekinah) hadir. Demikian juga di sini, dalam transfigurasi, Allah hadir. Kisah transfigurasi ini ada dalam konteks misi, eskatologi, kesengsaraan, dan kemuridan. Ini berarti transfigurasi itu adalah bagian utuh dari janji kepada pengikut Yesus. Sebagaimana halnya Yesus mengalami transfigurasi dalam kemuliaan karena taat kepada kehendak Allah, demikian juga setiap orang Kristiani (murid) akan mengalami kemuliaan asal mereka setia dan taat. Salah satu janji yang dinikmati Abram dalam hidupnya ialah hidup mulia karena karunia besar Allah. Itulah yang kita baca dari Bac.I. Janji pemuliaan itulah yang juga diungkapkan dalam Bac.II: “…yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia…” Semoga kita layak untuk itu.


SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.

MINGGU, 21 FEBRUARI 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG

BcE. Ul.26:4-10; Mzm.91:1-2,10-11,12-13,14-15; Rm.10:8-13; Luk.4:1-13.



Injil hari ini sangat terkenal: pencobaan Yesus di gurun. Gurun adalah tempat pemurnian hidup, tempat perjumpaan dengan Allah. Israel mengembara selama 40 tahun di gurun. Pengalaman ini pasti membantu fokus pelayanan Yesus di dunia ini. Kisah ini ada dalam ketiga injil Sinoptik. Tetapi yang paling mirip satu sama lain ialah Matius dan Lukas. Keduanya pun berbeda dalam rincian kisah. Dalam Matius terbaca urutan: gurun, Yerusalem, kerajaan dunia. Dalam Lukas terbaca urutan: gurun, kerajaan dunia, Yerusalem. Urutan Lukas ini konsisten dengan teologi Lukas karena bagi dia karya pelayanan Yesus berpuncak di Yerusalem. Di kota itu Yesus mengalami pencobaan terbesar, sekaligus juga mencapai kemenangan terbesar (22:39-46; 23:44-49; 24). Urutan godaan ialah kekayaan (roti), kemuliaan (pemerintahan), dan kekuasaan (melawan hukum alam). Menarik bahwa semua jawaban Yesus diambil dari Ulangan (8:3; 6:13; 16). Jawaban-jawaban itu mengkaitkan pengalamanNya ini dengan pengalaman Israel di gurun, dalam bentuk kontras. Setan adalah daya yang merajai dunia yang belum tertebus. Tetapi ini bukan yang terakhir, sebab nanti Yesus akan melawan setan di akhir hidupNya. Salah satu godaan nyata dalam hidup manusia ialah “menikmati sendiri” hasil pertama dari usahanya. Kitab Ulangan mengingatkan kita bahwa buah pertama usaha kita harus dipersembahkan kepada Allah. Itu yang kita dengar hari ini dalam Bac.I. Tindakan seperti ini adalah bentuk konkret dari pengakuan iman. Itulah yang diungkapkan dalam Bac.I. Iman itulah yang akan menyelamatkan.

SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG

RABU, 17 FEBRUARI 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR, BANDUNG.

BcE. Yl.2:12-18; Mzm.51:3-4,5-6a,12-13,14,17; 2Kor.5:20-6:2; Mat.6:1-6,16-18.



Hari ini Rabu Abu. Permulaan masa Pantang dan Puasa. Ini juga permulaan masa Prapaskah kita. Kita mengikuti Yesus yang sesudah pembaptisan berpuasa selama 40 hari di padang gurun. Salah satu upacara khas hari ini ialah Pemberkatan dan Pembagian Abu. Kening atau kepala kita ditandai dengan abu. Apa maksud upacara ini? Tentu ini sebuah ritual pertobatan yang berurat berakar dalam Perjanjian Lama. Tetapi mengapa abu? Di sini saya teringat akan ucapan tradisional yang mengiringi pengolesan abu atau debu itu pada kepala kita: kamu berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Dengan ini kita diingatkan kembali akan eksistensi dasar kita yang berasal dari tanah liat. Tanah dalam bahasa Latin ialah humus. Dari kata humus diturunkan kata humilitas, artinya kerendahan hati. Upacara ini juga mengajak kita untuk rendah hati, karena kerendahan hati itulah yang memungkinkan terjadinya pertobatan. Tanpa kerendahan hati, orang tidak mungkin bertobat. Kalau kening kita diolesi dengan abu, debu tanah, sebenarnya kita dihimbau untuk menempatkan kepala kita di dan ke tanah agar tidak menjadi sombong atau angkuh. Tunduk ke tanah adalah sikap sujud dan menyembah. Kita diajak untuk melakukan hal itu, sekarang dan di sini.


SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.

Jumat, 08 Januari 2010

JUM'AT, 08 JANUARI 2010

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE.1Yoh.5:5-13; Mzm.147:12-13,14-15,19-20; Luk.5:12-16.




Hari ini ada Pesta St.Petrus Tomas. Mari kita mengenang dia dalam doa. Injil hari ini, berkisah tentang penyembuhan seorang kusta. Kusta adalah semua jenis penyakit kulit, termasuk kusta itu. Penyakit kulit berupa kudis, luka terbuka, borok, menyebabkan si penderita najis. Ia tidak tahir secara ritual. Itu tanda dosa. Mereka dikucilkan dari komunitas. Para imamlah yang menetapkan hal itu. Orang seperti itulah yang dilukiskan dalam injil hari ini. Dilukiskan bahwa ia datang ke hadapan Yesus lalu menyembah memohon kesembuhan. Sikap itu dilanjutkan dengan dua ucapan menarik. Ia menyebut Yesus Tuhan. Lalu ada pengakuan implisit akan keagungan dan otoritas Yesus, ketika si kusta memohon tanpa memaksa: “jika Engkau mau.” Ia menempatkan diri pada posisi rendah. Yesus menyembuhkan orang itu. Mukjizat ini memperkuat status dan martabat keilahian Yesus. Ketika sudah sembuh, Yesus melarang orang itu agar tidak memberitahu siapa-siapa. Tetapi perbuatan baik, agung dan mulia, tersebar dengan sendirinya. Sesungguhnya Yesus mengharapkan dari orang itu, bukan memberi kesaksian kata-kata, melainkan berupa perbuatan, terutama perbuatan baik. Dengan segara firman tentang Yesus tersebar. Hasilnya, banyak orang datang kepadaNya. Yesus berbeda dengan pembuat mukjizat lain. Itu sebabnya Lukas mencatat bahwa maksud utama kedatangan mereka bukan untuk mencari mukjizat kesembuhan dan penyembuhan. Maksud utama kedatangan mereka ialah untuk mendengarkan Dia. Barulah setelah mendengarkan Dia, mereka akan meminta agar disembuhkan. Jadi, tidak terbalik sama sekali. Sekali lagi, setelah tenggelam dalam kesibukan pelayanan kepada sesama, Yesus lagi-lagi pergi ke tempat sunyi dan terpencil untuk berdoa. Memang menyepi dan menyendiri itu masih tetap sangat perlu, baik dulu maupun sekarang.

SIS B
CCRS FF UNPAR BANDUNG.