Minggu, 18 Juli 2010

SENIN, 19 JULI 2010

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN dan PENELITI GESER INSTITUE dan CCRS
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES
FAKULTAS FILSAFAT UNPAR BANDUNG
BcE.Mi.6:1-4,6-8; Mzm.50:5-6,8-9,16bc-17,21,23; Mat.12:38-42.




Dalam injil kita dengar bagaimana para ahli Taurat dan orang Farisi meminta tanda dari Yesus (ay.38). Padahal Tuhan sudah mengerjakan banyak tanda dan mukjizat sebelumnya. Tetapi semuanya itu tidak berhasil menuntun mereka kepada tobat dan iman. Mungkin karena angkatan ini tegar tengkuk (diangkat dari dunia pelatihan hewan bagal dan tunggangan), yang telah memilih yang jahat dan hatinya degil. Tanda apa pun tidak akan mengubah hati orang seperti ini, termasuk tanda Yunus (ay.39). Tanda Yunus disinggung di sini sebagai ibarat untuk melukiskan nasib dan tanda yang terkandung dalam diri Anak Manusia (ay.40). Jadi, tinggal satu saja tanda terakhir, yaitu peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus dari alam maut. Tetapi bahkan peristiwa ajaib ini pun tidak bisa meyakinkan orang, tidak menuntun orang kepada tobat dan iman (bdk.27:62-63; 28:17). Oleh karena “orang dalam” (insiders) tidak mau percaya, maka injil mulai menyinggung “orang luar” (outsiders). Ternyata orang luar ini mampu memberi tanggapan yang sepatutnya terhadap tanda-tanda itu daripada Israel (orang dalam). Ada dua orang luar yang ditampilkan di sini: pertama, dalam ay.41, orang Niniwe, yang percaya kepada pemberitaan Yunus. Kedua, dalam ay.42, Ratu dari Selatan, yang kagum akan keagungan Salomo. Nah, kedua “orang luar” inilah yang akan ikut menentukan nasib orang yang sulit percaya. Sebab “orang luar” itu percaya kepada tanda Yunus, dan kagum akan Salomo, padahal Anak Manusia lebih daripada Yunus dan Salomo. Semoga kita tidak termasuk orang yang tegar tengkuk di hadapan tawaran kasih Allah dalam diri Tuhan Yesus.


BANDUNG, 19 JULI 2010
SIS BM, GESER INSTITUTE FF-UNPAR

MINGGU, 12 SEPTEMBER 2010

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN dan PENELITI GESER INSTITUTE dan CCRS FF-UNPAR BANDUNG
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES
BcE. Kel.32:7-11,13-14; Mzm.51:3-4,12-13,17,19; 1Tim.1:12-17; Luk.15:1-32 (1-10).



Kita dapat membaca versi panjang injil hari ini (32 ayat). Tetapi bisa juga hanya membaca versi pendeknya (10 ayat). Untuk kepentingan ulasan ini saya ikuti versi pendeknya. Dalam versi pendek ini Yesus membentangkan dua perumpamaan yang menarik. Yesus terdorong mengisahkan dua perumpamaan ini karena sikap orang Farisi dan ahli Taurat yang tidak suka Yesus bergaul dengan orang berdosa (menerima mereka sebagai teman, dan makan bersama. Makan bersama dalam pelbagai kebudayaan di dunia ini adalah simbol dan perayaan persahabatan). Perumpamaan pertama mengenai domba yang hilang. Perumpamaan kedua mengenai dirham yang hilang. Ada kesamaan mencolok antara kedua perumpamaan ini. Dua hal yang hilang ini tidak bisa kembali sendiri, melainkan harus dicari. Gembala ditantang mutu kegembalaannya: apakah berani menempuh risiko atau tidak. Pemilik perhiasan juga ditantang mutu sense of belonging-nya: apakah berani menempuh risiko atau tidak. Ternyata si gembala dan si pemilik itu berani. Itulah yang menentukan mutu kepemimpinan mereka. Kita lihat, ini persamaan ketiga, setelah si gembala dan pemilik berani menempuh risiko besar, dan ia berhasil menantang risiko itu, hasilnya mendatangkan sukacita besar. Sukacita yang dialami orang ini oleh Yesus dijadikan sebagai ibarat untuk melukiskan sukacita yang terjadi di surga, yang dikatakan jauh lebih besar dan lebih meriah jika ada orang berdosa bertobat. Walau tadi saya putuskan untuk membaca versi pendek, tetapi ada baiknya saya tambahkan: perbedaan paling mencolok kedua perumpamaan ini dengan perumpamaan ketiga ialah bahwa si anak hilang, berbeda dari domba dan dirham, berinisiatif kembali. Ini yang luar biasa. Yesus mengajarkan kita untuk bertobat. Jangan tunggu dicari. Sebab yang dicari hanya domba (binatang) dan dirham (benda mati). Kiranya, kita tidak mau disamakan dengan binatang dan benda mati.


BANDUNG, 18 JULI 2010
SIS BM, GESER INSTITUTE FF-UNPAR

MINGGU, 05 SEPTEMBER 2010

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M
LAY THEOLOGIAN dan PENELITI GESER INSTITUE DAN CCRS
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES FF-UNPAR BANDUNG
BcE. Keb.9:13-18; Mzm.90:3-4,5-6,12-13,14,17; Flm.9b-10,12-17; Luk.14:25-33.




Hari ini Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Hari ini secara khusus diadakan agar umat Katolik di Indonesia ini semakin secara intensif mencintai dan mengakrabi kitab suci dan akhirnya bisa hidup dari dan berdasarkan Kitab Suci itu. Injil hari ini membentangkan kepada kita mengenai syarat mengikuti Yesus. Syaratnya ialah “harus mau dan mampu melepaskan segala sesuatu.” Jelas ini syarat yang tidak ringan. Lalu bagaimana? Ya, mengikuti Yesus adalah sebuah keputusan yang amat besar. Bukan keputusan asal-asalan. Karena itu harus dipikirkan matang-matang. Mungkin kita dewasa ini tidak bisa lagi merasakan hal itu: karena kita menjadi murid atau pengikut Yesus secara massal, bukan keputusan personal. Apalagi dengan proses yang relatif mudah dan tidak berbelit-belit. Dulu pada masa gereja purba, ketika menjadi Kristen itu sulit dan bahkan ada risiko kemartiran dan kematian, keputusan menjadi pengikut Yesus adalah perkara hidup dan mati. Hal inilah yang coba dijelaskan Yesus dengan memakai dua ibarat (pertama, ay.28-30; kedua, ay.31-32). Dalam kedua ibarat ini, tampak bahwa pekerjaan yang akan dikerjakan itu berat dan tidak bisa dilakukan setengah-setengah, melainkan harus dipikirkan matang-matang. Dalam konteks inilah kita harus membaca ayat 27 dan 33. Ayat 27 adalah idealisme kemuridan ala Lukas: seorang murid tidak bisa mengharapkan nasib lain selain mengikuti Tuhan seraya memikul salib. Ayat 33 juga dapat dimengerti sebagai tuntutan yang tidak dapat main-main dalam hal mengikuti Yesus. Bagaimana kongkretnya sekarang dan di sini? Tentu tidak berarti kita harus membenci orang tua, sanak saudara kita. Melainkan menempatkan Yesus di atas segala-galanya. Jika terjadi konflik nilai, kita harus berani memilih Yesus dan bukan yang lain. Semoga kita mampu menjadi murid Yesus yang sejati dan rela mengorbankan apa saja demi iman akan Tuhan Yesus.


BANDUNG, 18 JULI 2010
SIS BM,GESER INSTITUTE FF-UNPAR

Jumat, 16 Juli 2010

MINGGU, 29 AGUSTUS 2010

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN DAN PENELITI GESER INSTITUTE DAN CCRS FF-UNPAR BANDUNG
(CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES)
BcE. Sir.3:17-18,20,28-29; Mzm.68:4-5ac,6-7ab,10-11; Ibr.12: 18-19,22-24a; Luk.14:1,7-14.



Injil menyampaikan beberapa hal penting. Pertama, mengenai etiket ketika memenuhi undangan. Kebanyakan orang berjuang mencari tempat terdepan. Tetapi Yesus mengatakan, carilah tempat biasa. Siapa tahu tuan rumah datang mengundangmu ke tempat terhormat. Daripada sebaliknya: kita sendiri yang menempatkan diri di tempat terhormat, padahal tuan rumah menyiapkan tempat itu untuk orang lain. Betapa hal itu memalukan. Bagian ini diakhiri dengan petuah etis yang menarik: siapa yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. Kedua, mengenai siapa yang harus diundang ke perjamuan. Secara alamiah kita mengundang orang yang mungkin suatu saat bisa mengundang kita sebagai balasan. Terhadap hal itu Yesus mengatakan bahwa seharusnya kita mengundang orang yang tidak punya kemungkinan membalas kebaikan kita. Itulah substansi perbuatan baik: tanpa pamrih, tanpa mengharapkan balasan atau imbalan. Perbuatan seperti itu akan diberi pahala pada hari kebangkitan kelak. Nasihat ini diteguhkan dalam Bac.I, mengenai kerendahan hati. Kerendahan hati itu didapat dengan merenungkan amsal. Itu bisa terjadi jika kita datang ke kota Allah yang hidup, ke Bukit Sion (Bac.II). Di sana Tuhan sendiri mengajar kita tentang makna kehidupan.


SIS BM
GESER INSTITUTE FF-UNPAR BANDUNG

MINGGU, 22 AGUSTUS 2010

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN DAN PENELITI GESER INSTITUTE DAN CCRS FF-UNPAR BANDUNG
(CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES)
BcE. Yes.66:18-21; Mzm.117:1,2; Ibr.12:5-7,11-13; Luk.13:22-30.



Injil mengisahkan beberapa hal. Pertama, mengenai pertanyaan seseorang kepada Yesus tentang seberapa banyak yang akan diselamatkan? Kedua, jawaban Yesus terhadap hal itu. Jawaban itu menyiratkan bahwa pintu masuk ke dalam shalom itu sempit dan banyak orang berjuang masuk, tetapi tidak semua lolos ke dalam. Dalam kondisi seperti itu, tentu orang masih bisa berupaya dengan memperkenalkan diri dan relasi khusus antara diri mereka dan tuan rumah. Misalnya dengan mengatakan bahwa mereka sudah saling kenal sebelumnya, bahkan pengenalan itu dirayakan dalam perjamuan makan. Bahkan dikatakan juga bahwa mereka telah mendengar Ia mengajar di jalanan kota mereka. Tetapi jawaban tetap satu: Tuan rumah itu tidak mengenal mereka dan karena itu Ia menyuruh mereka pergi ke dalam kegelapan. Kata kunci penting di sini ialah ay.30: Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang pertama dan ad aorang yang pertama yang akan menjadi oirang yang terakhir. Ini adalah sindiran Penginjil terhadap orang Farisi yang tidak menerima dan mendengar Yesus. Agar dapat masuk ke dalam kerajaan surga, tentu orang harus rela dididik dan dilatih. Itulah yang disinggung dalam Bac.II. Tetapi pendidikan tidak selalu mudah dan enak. Tetapi itu semua demi kebaikan: “...kemudian ganjaran itu menghasilkan buah kebenaran...” Bac.I berbicara tentang orang pilihan yang akan diutus Tuhan mewartakan namanya ke tempat yang baru. Semoga kita ada dalam kelompok orang pilihan itu.


SIS BM
GESER INSTITUE FF UNPAR BANDUNG

MINGGU, 17 AGUSTUS 2010

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN DAN PENELITI GESER INSTITUTE DAN CCRS FF-UNPAR BANDUNG
(CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES)
BcE. Sir.10:1-8; Mzm.101:1a,2ac,3a,6-7; 1Ptr.2:13-17; Mat.22:15-21.



Hari ini Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia. Injil berkisah mengenai perjumpaan Yesus dengan orang Farisi. Mereka mengajukan pertanyaan menjebak. Tetapi Yesus sadar akan hal itu sehingga Ia dengan bijaksana menjawabnya dengan melihat gambar dan tulisan pada mata uang yang dipakai untuk membayar pajak. Setelah tahu bahwa itu tulisan dan gambar kaisar, Ia pun memberi jawab yang sangat tepat: Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak kaisar, kepada Allah apa yang menjadi hak Allah. Atas dasar ini orang biasanya berbicara tentang dua kuasa di dunia ini: kuasa pemerintahan sipil dan kuasa rohani. Keduanya dapat dan harus ada bersama-sama demi kemajuan dan kesejahteraan hidup bersama. Kewajiban terhadap yang satu jangan sampai mengorbankan kewajiban terhadap yang lain. Keduanya harus dijalankan bersama-sama. Di sini sama sekali tidak diberi isyarat mengenai siapa yang lebih tinggi dari keduanya. Mungkin hal itu disengaja karena yang terpenting bukan siapa yang lebih tinggi melainkan mutu pelayanan dan komitmen sosialnya. Namun Bac.II memberi petunjuk mengenai sikap etika politik: kita dianjurkan agar, demi Tuhan, tunduk dan taat pada lembaga kemanusiaan. Memang hidup sosial-politik harus ditandai dengan beberapa patokan etis ini: Hormati semua orang, kasihilah saudaramu seiman, takutlah kepada Allah, hormatilah Raja (ay.17). Dalam Bac.I diberikan beberapa hal yang harus dipenuhi seorang raja: ia harus terdidik, juga takut akan Tuhan. Kedua hal ini menjadi ukuran terpenting mengenai mutu raja.


SIS BM
GESER INSTITUTE FF-UNPAR BANDUNG

Minggu, 11 Juli 2010

MINGGU, 20 JUNI 2010

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN DAN PENELITI GESER INSTITUTE DAN CCRS FF UNPAR BANDUNG
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES UNPAR BANDUNG
Bc.E. Za.12:10-11; 13:1; Mzm.63:2abcd,2e-4,5-6,8-9; Gal.3:26-29; Luk.9:18-24.




Hari ini Hari Minggu Biasa Pekan XII. Injil hari ini sangat terkenal. Ia membentangkan di hadapan kita tiga pokok penting. Pertama, mengenai pengakuan Petrus. Pengakuan ini diawali dengan dialog antara Yesus dan para muridNya. Ia menanyai mereka tentang pendapat orang mengenai Dia. Ternyata ada beraneka-agam jawaban dan pandangan mengenai Kristus. Itu yang disebut keragaman kristologis dalam Perjanjian Baru. Tetapi di tengah keaneka-ragaman itu para murid dituntut untuk memegang satu pengakuan pokok bagi mereka. Petrus melakukan hal itu dengan pengakuan imannya yang terkenal itu: Engkaulah, “Mesias dari Allah.” Kedua, di sini kita juga menemukan pemberitahuan pertama tentang sengsara Yesus: bahwa Ia akan menanggung banyak penderitaan, ditolak, dibunuh, tetapi kemudian dibangkitkan. Ketiga, mengenai syarat mengikuti Yesus. Menarik bahwa poin ketiga ini dikaitkan dengan poin kedua (sengsara). Memang nubuat sengsara dikaitkan langsung dengan tuntutan menjadi murid. Apa yang mau dikatakan dengan itu? Yaitu syarat satu-satunya ialah kesediaan dan kemampuan memikul salib setiap hari dan mengikuti Tuhan. Ini sangat penting karena ini yang menjadi penjamin shalom bagi kita. Dengan caranya sendiri Paulus melukiskan kenyataan ini dalam Bc.II: kita semua yang sudah dibaptis, pasti telah mengenakan Kristus. Maka melalui iman dalam Yesus Kristus, kita semua adalah anak-anak Allah. Melalui Yesus kita mendapat rahmat penebusan. Hal itu sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama: Pada waktu itu akan terbuka suatu sumber bagi keluarga Daud dan bagi penduduk Yerusalem untuk membasuh dosa dan kecemaran (Bc.I).


BANDUNG, 12 JULI 2010
SIS B, GESER INSTITUTE BANDUNG.