Kamis, 23 April 2009

KAMIS, 16 APRIL 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)

BcE: Kis.3:11-26; Mzm.8:2a.5.6-7.8-9; Luk.24:35-48.


Hari ini Kamis dalam Oktaf Paskah. Injil hari ini berkisah tentang penampakan Yesus kepada semua murid. Dalam penggal terdahulu kita baca tentang kisah Emaus yang terkenal itu. Dua murid yang ke Emaus itu sudah kembali ke Yerusalem dan menceritakan pengalaman istimewa mereka dengan Yesus. Sementara mereka mendengar kisah itu, tiba-tiba Yesus menampakkan diri kepada mereka. Yesus menyapa mereka dengan menyampaikan damai sejahtera. Mereka terkejut dan mengira melihat hantu. Jadi, mereka tidak langsung mengenalNya. Melihat gelagat seperti itu, Yesus pun mencoba menunjukkan kepada mereka semua bekas luka derita dan sengsaraNya. Ini cara Lukas untuk mengatakan bahwa Yesus yang bangkit dan menampakkan diri sekarang, tetap mempunyai kesinambungan historis-fisis dengan Yesus yang sengsara, wafat, dan disalibkan, dan dimakamkan. Ternyata para murid masih belum percaya juga, tetapi alasannya kini lain: bukan lagi karena terkejut, melainkan karena terlalu dilanda kegirangan dan sukacita dan keheranan. Maka Yesus meminta makanan, dan Ia makan ikan goreng, sebab dalam kepercayaan Yahudi pada masa itu, hantu tidak bisa makan. Dan Yesus bisa makan, jadi Ia bukan hantu. Pada saat itulah mata para murid terbuka. Sesudah itu masih disampaikan beberapa pengajaran, terutama mengenai Mesias yang harus menderita, tetapi Ia juga sudah bangkit dari alam maut. Dan tentang semuanya itu para murid adalah para saksi. Memang para murid dipanggil dan diutus untuk menjadi saksi semuanya ini.


RABU, 15 APRIL 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)

BcE: Kis.3:1-10; Mzm.105:1-2.3-4.6-7.8-9; Luk.24:13-35.


Hari ini Rabu Oktaf Paskah. Injil hari ini terkenal: Dalam kebingungan pasca penyaliban, kedua murid ini ke Emaus. Mereka mencoba membawa kebingungan dan gundah gulana hati mereka keluar dari pusat konflik. Mungkin sekadar bisa berjarak dari arus konflik berdarah itu. Kondisi berjarak itu membawa hasil, walau lewat proses yang tidak mudah. Sementara mereka berjalan memikul gundah gulana, tiba-tiba ada yang mendekati mereka dan “nimbrung” percakapan. Mereka mengungkapkan kebingungannya: Mereka percaya Yesus tetapi kini Ia mati mengenaskan. Bahkan mayatNya raib, seperti diberitakan beberapa perempuan, dan diperteguh oleh beberapa murid. Mendengar itu, orang asing tadi, mencela karena mereka belum juga mengerti akan kitab suci. Ketika sudah tiba di Emaus, hari sudah malam. Keduanya mengajak tamu bermalam. Kalimat ajakan itu terkenal karena dipakai sebagai refrein doa atau lagu doa malam: Mane nobis cum Domine. Permohonan dikabulkan. Dalam perjamuan malam, mereka mengenal Dia. Pesannya jelas, Yesus ingin dikenal dalam perjamuan kasih, dalam perjamuan ucapan syukur, Ekaristi. Itu sebabnya kita harus merayakan ekaristi, sebab Yesus ingin dikenang dan dikenal dalam perayaan itu. Dengan sukacita kedua murid itu kembali ke Yerusalem dan mengisahkan pengalaman perjumpaan mereka dengan Tuhan yang bangkit. Dari perspektif malam perjamuan itu mereka bisa melihat kembali apa yang mereka alami dalam perjalanan: Bukankah hati kita berkobar-kobar ketika Ia menerangkan Kitab Suci? Ya, memang berkobar-kobar tetapi belum sampai kepada pengenalan. Pengenalan baru final dalam ekaristi. Mungkin itu sebabnya liturgi ekaristi Katolik tidak berhenti pada ibadat sabda melainkan diteruskan dalam ekaristi. Yang satu hanya menghantar kita sampai pada tingkat berkobar-kobar, yang lain menghantar kita kepada tingkat pengenalan dan pemahaman.


SENIN, 14 APRIL 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)

BcE: Kis.2:36-41; Mzm.33:4-5.18-19.20.22; Yoh.20:11-18.


Hari ini Selasa Oktaf Paskah. Injil berkisah tentang penampakan Yesus kepada Maria Magdalena. Kalau kita perhatikan baik-baik, tidak ada alasan khusus Maria datang ke makam. Alasan satu-satunya ialah ia datang karena gejolak kasih dan rindu. Itu sebabnya ia menangis. Dengan menangis ia mencoba mencari. Tetapi air mata mengaburkan pandangannya. Itu sebabnya ketika ia disapa, ia tidak segera mengenalnya. Maria baru mengenalnya ketika orang itu menyapa nama pribadinya: Maria. Kini Maria beralih dari mind-set “lihat” ke mind-set “dengar.” Ya, sebab iman kita berasal dari pendengaran, bukan karena melihat, fides ex auditu. Penyebutan nama pribadi Maria oleh Yesus, mengingatkan kita akan perkataan Yesus dalam Yoh 10: domba mengenal suaraKu, seperti gembala mengenal suara dombaNya. Gembala mengenal nama dombaNya. Jadi ada relasi personal. Wujud relasi personal itu ialah menyapa nama pribadi. Ketika nama itu disapa, Maria meloncat ke dalam pengenalan dan berseru: Rabuni. Pngenalan personal yang dimulai dalam masa pra-kebangkitan, dilanjutkan dan diperdalam dalam masa pasca-kebangkitan. Itulah pengaaman Maria. Ia terdorong merengkuh relasi itu dalam genggamannya, yang dicegah Yesus. Maria disuruh pergi menyampaikan kabar baik itu kepada para murid. Maria pergi, menjadi rasul paskah dengan inti warta: Aku telah melihat Tuhan. Itulah madah paskah Minggu Paskah yang dalam bahasa Latin selalu kita dengar tiap tahun lewat tayangan langsung Indosiar, Misa Paus. Sebagian dikutip di sini: Dic nobis Maria, quid vidisti in via? Sepulchrum Christi viventis, et gloriam vidi resurgentis: Angelicos testes, sudarium, et vestes. Surrexit Christus spes mea: praecedet suos in Galilaeam. Scimus Chritum surrexisse a mortuis vere: tu nobis, victor Rex, miserere, Amen, Alleluia.


SENIN, 13 APRIL 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)

BcE: Kis.2:14.22-32; Mzm.16:1-2a.5.7-8.9-20.11; Mat.28:8-15.


Hari ini Senin Oktaf Paskah. Di tempat lain, orang menyebut hari ini Paskah kedua. Masih ada ekaristi meriah. Tetapi di kota-kota besar di Jawa, hal itu mungkin tidak dapat dilaksanakan lagi. Karena ini Paskah kedua, itu sebabnya Injil hari ini berbicara tentang dusta Mahkamah Agama. Mateus dengan jeli menata alur kisahnya. Ketika Yesus dimakamkan, makam itu disegel dan dijaga ketat oleh penjaga. Jadi, tidak mungkin jenazah Yesus dicuri. Tetapi ketika ternyata Yesus sudah tidak ada lagi dalam makam yang disegel dan dijaga itu, maka Mahkamah membuat plan B, yaitu menyebarkan rumor bahwa para muridlah yang mencuri jenazah Yesus. Tetapi plan B ini tidak mudah, sebab ada para penjaga. Maka mulut para penjaga itu disumpel dengan sejumlah uang, sebagaimana biasa terjadi juga dewasa ini. Cerita versi itulah yang mereka sebarkan hingga hari ini. Setiap kali saya membaca teks ini, saya teringat akan banyak korban dalam sejarah kemanusiaan kita yang tertimpa tragedi kemanusiaan. Kita kenal istilah penghilangan orang secara paksa. Betapa banyak orang menderita tragedi seperti itu. Manusia dihilangkan secara paksa. Bahkan makam pun tetap anonim. Tragis. Menyedihkan. Hal seperti ini tidak dapat dibiarkan terus menerus terjadi. Harus ada pembebasan. Harus ada kebangkitan. Itulah inti pesan Yesus bagi kita manusia modern dewasa ini.


Selasa, 07 April 2009

KAMIS, 09 APRIL 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: Yes.61:1-3a.6a.8b-9; Mzm.89:21-22.25.27; Why.1:5-8; Luk.4:16-21.


Hari ini menurut penetapan gereja ada Ekaristi Krisma, walau dalam praktek Ekaristi ini dapat dipindahkan ke hari-hari sebelumnya dalam pekan suci. Yang menarik ialah bahwa bacaan Ekaristi pagi (sebagai Ekaristi Krisma) diambil dari Lukas 4:16-21. Ketika merenungkan ini, saya mencoba menjawab satu pertanyaan: mengapa Injil Ekaristi Krisma ini diangkat dari adegan itu? Cukup lama saya kebingungan dan tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tetapi setelah membaca dan merenungkannya berkali-kali, akhirnya saya temukan jawaban, walau belum final. Saya temukan empat alasan penting mengapa teks itu dibacakan. Pertama, karena dalam teks itu, Yesus tampil di sinagoga sebagai pewarta firman (proklamator), sebuah tugas dan fungsi imamat. Kedua, karena dalam teks ini, Yesus juga didaulat (mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya) oleh umat dalam sinagoga untuk tampil sebagai penafsir firman (interpretator), yang juga tugas dan fungsi imamat. Ketiga, sebagai penafsir firman Ia juga sekaligus menjadi guru atau pengajar (doctor) firman itu. Keempat, ketika Ia melaksanakan semua tugas itu, Ia dipenuhi Roh Kudus. Sebab Yesus mengatakan: Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya. Nas mana yang dimaksud? Yaitu Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk..... dst. Itulah tugas mulia Uskup dan para imam dalam dan bersama uskup. Umat juga kiranya ikut ambil bagian dalam lingkaran dinamika tugas luhur dan mulia itu.


RABU, 08 APRIL 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: Yes.50:4-9a; Mzm.69:8-10.21bcd-22.31.33-34; Mat.26:14-25.


Dalam Injil kemarin kita sudah membaca drama tragedi pengkhianatan Yudas versi Yohanes. Hari ini kita masih membaca drama tragedi yang sama tetapi versi Mateus. Yudas menjual Yesus kepada para imam kepala seharga tiga puluh uang perak. Setelah harga dibayar maka si pembeli pun mempunyai “hak” atas orang yang dibelinya. Drama tragedi pengkhianatan itu terjadi sebelum perjamuan kasih, agape. Dalam agape itu disingkaplah tragedi pengkhianatan itu. Yang lebih menyakitkan lagi, Yudas, dalam perjamuan kasih itu, berlagak seperti tidak tahu apa-apa dan karena itu ia juga ikut bertanya-tanya. Padahal dia sudah tahu. Sebab dialah yang telah menjual Yesus. Ya, nyawa manusia begitu murahnya. Badan manusia begitu murahnya. Ini sebuah pelecehan terhadap kemanusiaan, terhadap imago dei. Manusia diperdagangkan oleh sesamanya. Tidak heran bahwa drama perdagangan manusia itu masih terjadi juga hingga dewasa ini. Konon uang hasil perdagangan manusia menempati urutan ketiga dari total pendapatan dunia setelah hasil perdagangan senjata, minyak, lalu hasil dagang manusia. Ini menyedihkan. Perjuangan kemanusiaan kita masih sangat berat ke depan, untuk menyetop perdagangan manusia, pemerkosaan, penyanderaan, peperangan. Hendaklah selalu ingat bahwa manusia bukanlah sampah, melainkan manusia adalah citra Allah. Ingat, ada banyak Yudas di sekitar kita. Mari kita waspada terhadap mereka.


SELASA, 07 APRIL 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

BcE: Yes.49:1-6; Mzm.71:1-2.3-4a.5-6ab.15.17; Yoh.13:21-22.26-38.


Menarik bahwa injil hari ini menjejerkan tindakan dua orang berbeda. Tindakan pertama ialah pengkhianatan Yudas. Kedua, nubuat Yesus bahwa Petrus akan menyangkal Dia. Ya, ini drama pengkhianatan. Keduabelas murid hidup dalam relasi perjanjian dengan Tuhan. Dalam relasi itu mereka hidup bersama, berjalan bersama, makan bersama, makan dari satu meja, makan dari satu roti, companion, cum-panis. Tetapi Yudas tega mengkhianati relasi itu: orang yang makan satu roti dengan aku, mengkhianati aku, kata mazmur. Itu terjadi pada Yesus. Hidup kita adalah hidup dalam janji: janji nikah, kaul, janji baptis. Jika janji itu dilanggar, maka ada yang rusak, ada yang bolong. Ada yang sakit, badan dan jiwa. Pengkhianatan itu menyakitkan. Yesus mengalami hal itu. Relasi itu dinodai Petrus yang menyangkal. Penyangkalan juga sebentuk pengingkaran terhadap relasi janji. Itu juga menyakitkan. Tetapi berbeda dengan nasib Yudas, Petrus diterima kembali dalam rekonsiliasi. Yudas tidak. Mungkin dosa pengkhianatan lebih berat dari dosa penyangkalan. Tetapi keduanya tetaplah dosa. Yang satu dengan perkataan, yang lain dengan perbuatan. Maka dalam Confiteor kita berkata, “...bahwa saya telah berdosa dengan pikiran, perkataan, perbuatan, dan kelalaian.” Kita juga bisa terjebak dalam dosa seperti itu. Maka kita harus selalu sadar dan dengan rendah mengakui dosa kita.