Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Rut:1:1.3-6.14b-16.22; Mzm.146:5-6.7.8-9a.9bc-10; Mat.22:34-40.
Hari ini ada Peringatan Pius X. Mari kita mengenang beliau dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, sangat terkenal karena ia berbicara tentang hukum yang terutama. Perintah utama itu tidak lain ialah perintah kasih. Tidak ada yang lebih utama lagi dari perintah itu. Sedemikian pentingnya perintah ini, maka seluruh hukum Taurat dapat dipadatkan pada satu perintah itu saja. Seorang rabbi yang masih kurang lebih sejaman dengan Yesus, namanya Rabbi Hillel, juga mempunyai pandangan yang kurang lebih sama dengan pandangan Yesus ini. Mereka sangat menekankan perintah kasih itu. Perintah kasih itu mempunyai dua seginya yang menurut Yesus sama-sama pentingnya. Pertama, kasih akan Allah. Dalam hal kasih akan Allah, orang tidak dapat dan tidak boleh main-main juga. Orang harus mencintai dengan sepenuh hati. Tidak boleh ada ruang kosong yang dapat diisi oleh berhala, entah apa pun itu bentuk dan namanya. Kasih akan Allah itu harus bersifat total. Ia harus menyedot seluruh diri dan perhatian orang. Itu artinya kita tidak boleh menyembah berhala. Tidak boleh ada berhala selain Allah saja. Kedua, kasih akan sesama. Menurut Tuhan Yesus, kasih ini sama persis dengan perintah kasih yang pertama. Kita harus mencintai sesama, sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Tidak ada orang yang membenci dirinya sendiri. Semua orang mencintai diri mereka sendiri. Yesus meminta agar orang juga mencintai sesamanya, seperti kita mencintai diri kita sendiri. Itu artinya tidak boleh membunuh baik dalam artian harfiah maupun dalam artian metaforis dari kata itu. Sudahkah kita mencintai Allah dan sesama?
Kamis, 27 Agustus 2009
Rabu, 19 Agustus 2009
KAMIS, 20 AGUSTUS 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Hak.11:29-39a; Mzm.40:5.7-8a.8b-9.10; Mat.22:1-14.
Hari ini ada Peringatan Bernardus. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai hari raya terkait dengan ini. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, berbicara tentang perumpamaan perjamuan kawin. Tuhan Yesus memakai perumpamaan itu untuk kerajaan surga. Semua orang diundang untuk datang ke perjamuan itu. Tetapi orang yang sudah diundang ternyata tidak mau datang, atau berhalangan untuk datang. Orang-orang yang sudah diundang itu diingatkan sampai dua kali. Itu pun tidak mau datang juga. Ada-ada saja alasan mereka. Bahkan ada yang berlaku kasar terhadap utusan sang empunya pesta. Akibatnya, si empunya pesta pun marah. Setelah itu, sekali lagi tuan pesta menitahkan untuk mengundang siapa saja di persimpangan jalan. Segala macam orang pun masuk. Termasuk juga orang yang berpakaian compang-camping. Ketika si raja melihat mereka ia juga marah dan menyuruh orang itu keluar. Apa maunya si raja ini? Yang dimaksudkan ialah bahwa walau tawaran untuk masuk ke dalam kerajaan itu terbuka untuk semua orang, namun kita harus menanggapinya juga selayaknya. Dan tidak dengan asal-asalan saja. Kita juga harus memperlihatkan bahwa kita memang layak untuk itu. Semoga kita didapati layak untuk masuk ke dalam pesta perjamuan kawin sang Tuan itu.
BcE: Hak.11:29-39a; Mzm.40:5.7-8a.8b-9.10; Mat.22:1-14.
Hari ini ada Peringatan Bernardus. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai hari raya terkait dengan ini. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, berbicara tentang perumpamaan perjamuan kawin. Tuhan Yesus memakai perumpamaan itu untuk kerajaan surga. Semua orang diundang untuk datang ke perjamuan itu. Tetapi orang yang sudah diundang ternyata tidak mau datang, atau berhalangan untuk datang. Orang-orang yang sudah diundang itu diingatkan sampai dua kali. Itu pun tidak mau datang juga. Ada-ada saja alasan mereka. Bahkan ada yang berlaku kasar terhadap utusan sang empunya pesta. Akibatnya, si empunya pesta pun marah. Setelah itu, sekali lagi tuan pesta menitahkan untuk mengundang siapa saja di persimpangan jalan. Segala macam orang pun masuk. Termasuk juga orang yang berpakaian compang-camping. Ketika si raja melihat mereka ia juga marah dan menyuruh orang itu keluar. Apa maunya si raja ini? Yang dimaksudkan ialah bahwa walau tawaran untuk masuk ke dalam kerajaan itu terbuka untuk semua orang, namun kita harus menanggapinya juga selayaknya. Dan tidak dengan asal-asalan saja. Kita juga harus memperlihatkan bahwa kita memang layak untuk itu. Semoga kita didapati layak untuk masuk ke dalam pesta perjamuan kawin sang Tuan itu.
Selasa, 18 Agustus 2009
RABU, 19 AGUSTUS 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Hak.9:6-15; Mzm.21:2-3.4-5.6-7; Mat.20:1-16a.
Hari ini ada peringatan Yohanes Eudes. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai pesta khusus untuk Ezekhiel Moreno, Ludovikus, Guerikus. Mari kita mengikuti dan mengenang mereka semua dalam dan doa kita. Injil hari ini, berbicara tentang perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur. Dalam perumpamaan itu, Yesus sesungguhnya mau mengajarkan bahwa dunia ini adalah dunia milik kepunyaan Allah dan bahwa semua sumber dayanya adalah melulu anugerah belaka dari Allah sendiri (Mat.20:1-6). Mereka yang bekerja seharian penuh mengeluh bahwa mereka mendapat upah yang sama seperti mereka yang datang belakangan untuk bekerja di kebun itu. Si tuan menjelaskan dengan tegas bahwa ini adalah kebun anggur miliknya dan uangnya juga, dan bahwa ia berhak berbelas kasih seperti yang ia kehendaki. Sebagaimana telah dikatakan oleh seorang teolog pembebasan Juan Luis Segundo (An Evolutionary Approach to Jesus of Nazareth, pp.64ff.), Allah merencanakan kerajaan agar semua punya hak yang sama ke sumber-sumber dayanya. Pemerintahan Allah yang maharahim ini memanggil kita untuk memberi jubah di punggung kita dan berjalan menemani sejauh lebih dari mil yang diminta untuk memastikan bahwa semua memiliki apa yang mereka perlukan dan pantas untuk mereka. Ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah kerajaan dari yang berpunya dan tidak berpunya, dan kaum berprivilese dan kaum pinggiran. Anugerah-anugerah Allah harus dibagikan secara bebas dalam kesetaraan dan keadilan. Ya, sekali lagi Allah bebas dalam keadilan dan belas-kasihnya. Kita harus dapat menerima hal itu.
BcE: Hak.9:6-15; Mzm.21:2-3.4-5.6-7; Mat.20:1-16a.
Hari ini ada peringatan Yohanes Eudes. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai pesta khusus untuk Ezekhiel Moreno, Ludovikus, Guerikus. Mari kita mengikuti dan mengenang mereka semua dalam dan doa kita. Injil hari ini, berbicara tentang perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur. Dalam perumpamaan itu, Yesus sesungguhnya mau mengajarkan bahwa dunia ini adalah dunia milik kepunyaan Allah dan bahwa semua sumber dayanya adalah melulu anugerah belaka dari Allah sendiri (Mat.20:1-6). Mereka yang bekerja seharian penuh mengeluh bahwa mereka mendapat upah yang sama seperti mereka yang datang belakangan untuk bekerja di kebun itu. Si tuan menjelaskan dengan tegas bahwa ini adalah kebun anggur miliknya dan uangnya juga, dan bahwa ia berhak berbelas kasih seperti yang ia kehendaki. Sebagaimana telah dikatakan oleh seorang teolog pembebasan Juan Luis Segundo (An Evolutionary Approach to Jesus of Nazareth, pp.64ff.), Allah merencanakan kerajaan agar semua punya hak yang sama ke sumber-sumber dayanya. Pemerintahan Allah yang maharahim ini memanggil kita untuk memberi jubah di punggung kita dan berjalan menemani sejauh lebih dari mil yang diminta untuk memastikan bahwa semua memiliki apa yang mereka perlukan dan pantas untuk mereka. Ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah kerajaan dari yang berpunya dan tidak berpunya, dan kaum berprivilese dan kaum pinggiran. Anugerah-anugerah Allah harus dibagikan secara bebas dalam kesetaraan dan keadilan. Ya, sekali lagi Allah bebas dalam keadilan dan belas-kasihnya. Kita harus dapat menerima hal itu.
SELASA, 18 AGUSTUS 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Hak.6:11-24a; Mzm.85:9.1-12.13-14; Mat.19:23-30.
Hari ini ada Pesta dan peringatan Angelus Agustinus Massinghi, Helena, Gervasius Brunel Paulus Charles (Martir), Elias Desgardin, Alberto Hurtado Cruchaga, Yohana Delanoue. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, membahas dua hal. Pertama, mengenai sulitnya orang kaya masuk ke dalam kerajaan surga. Yesus mengibaratkan hal itu dengan seekor unta dan lubang jarum. Seekor unta tidak mungkin masuk ke dalam atau melewati lubang jarum. Kira-kira seperti itulah nasib orang kaya. Mereka tidak dapat masuk ke dalam kerajaan surga. Perkataan ini dianggap keras oleh para murid. Mereka berkata satu sama lain bahwa betapa sulitnya masuk ke dalam kerajaan surga itu. Tetapi di hadapan reaksi seperti itu, Yesus menegaskan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Kedua, mengenai upah mengikut Yesus. Persoalan kedua ini ditanyakan oleh Petrus (mewakili para murid lain). Pada kesempatan lain saya sudah menyoroti jawaban Yesus terhadap persoalan ini. Maka kali ini saya mau menyoroti pertanyaan para murid itu sendiri. Begini: pertanyaan itu menyiratkan bahwa ada orang yang mengikuti Yesus dengan pamrih tertentu. Orang mengharapkan bakal mendapat imbalan tertentu karena mengikuti Yesus. Seharusnya tidak demikian. Kita harus mengikuti Yesus tanpa pamrih. Apalagi kalau itu adalah pamrih ekonomis, politis, atau pamrih apa lagi. Perkara mengikut Yesus adalah perkara panggilan suara hati belaka. Kalau dari relasi itu muncul pelbagai konsekwensi, orang tidak akan goyah karenanya. Misalnya, muncul konsekwensi negatif: orang tidak menjadi gentar. Atau kalau muncul konsekwensi positif, juga orang tidak menjadi sombong karenanya. Mengikuti Yesus, seharusnya hanya karena Yesus saja. Yesus itu menjadi titik tujuan dan sentral perjalanan iman kita. Bukan sesuatu yang lain.
BcE: Hak.6:11-24a; Mzm.85:9.1-12.13-14; Mat.19:23-30.
Hari ini ada Pesta dan peringatan Angelus Agustinus Massinghi, Helena, Gervasius Brunel Paulus Charles (Martir), Elias Desgardin, Alberto Hurtado Cruchaga, Yohana Delanoue. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, membahas dua hal. Pertama, mengenai sulitnya orang kaya masuk ke dalam kerajaan surga. Yesus mengibaratkan hal itu dengan seekor unta dan lubang jarum. Seekor unta tidak mungkin masuk ke dalam atau melewati lubang jarum. Kira-kira seperti itulah nasib orang kaya. Mereka tidak dapat masuk ke dalam kerajaan surga. Perkataan ini dianggap keras oleh para murid. Mereka berkata satu sama lain bahwa betapa sulitnya masuk ke dalam kerajaan surga itu. Tetapi di hadapan reaksi seperti itu, Yesus menegaskan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Kedua, mengenai upah mengikut Yesus. Persoalan kedua ini ditanyakan oleh Petrus (mewakili para murid lain). Pada kesempatan lain saya sudah menyoroti jawaban Yesus terhadap persoalan ini. Maka kali ini saya mau menyoroti pertanyaan para murid itu sendiri. Begini: pertanyaan itu menyiratkan bahwa ada orang yang mengikuti Yesus dengan pamrih tertentu. Orang mengharapkan bakal mendapat imbalan tertentu karena mengikuti Yesus. Seharusnya tidak demikian. Kita harus mengikuti Yesus tanpa pamrih. Apalagi kalau itu adalah pamrih ekonomis, politis, atau pamrih apa lagi. Perkara mengikut Yesus adalah perkara panggilan suara hati belaka. Kalau dari relasi itu muncul pelbagai konsekwensi, orang tidak akan goyah karenanya. Misalnya, muncul konsekwensi negatif: orang tidak menjadi gentar. Atau kalau muncul konsekwensi positif, juga orang tidak menjadi sombong karenanya. Mengikuti Yesus, seharusnya hanya karena Yesus saja. Yesus itu menjadi titik tujuan dan sentral perjalanan iman kita. Bukan sesuatu yang lain.
SENIN, 17 AGUSTUS 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Sir.10:1-8; Mzm.101:1a.2ac.3a.6-7; 1Ptr.2:13-17; Mat.22:15-21.
Hari ini Hari Raya kemerdekaan Republik Indonesia. Mari kita ikut merayakannya. Hari ini juga ada beberapa serikat hidup bakti yang mempunyai pesta atau peringatan khusus pada hari ini. Mari kita juga ikut bergembira bersama mereka. Injil hari ini, berbicara tentang hal membayar pajak kepada kaisar. Yesus dijebak oleh para lawannya dengan mengajukan pertanyaan berbau politis: boleh atau tidak membayar pajak kepada kaisar. Ini menjebak karena, kalau dijawab tidak boleh, mereka akan melaporkan Yesus sebagai pembangkang Roma karena tidak mau bayar pajak. Kalau dijawab boleh, mereka akan menganggap Yesus sebagai kaki tangan Roma, setingkat dengan pemungut cukai. Di hadapan jebakan politik terselubung itu, Yesus meminta coin-pajak itu. Setelah melihat gambar dan tulisan yang ada di sana, Yesus menjawab: berilah kepada Kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah yang menjadi hak Allah. Sebuah jawaban cerdas dan taktis. Ada satu pelajaran dari sini: sebagai pengikut Yesus kita juga harus mempunyai kecerdasan dan kepekaan politik seperti itu. Ada juga hal lain yang perlu direnungkan hari ini. Pertama, injil ini dibacakan pada hari Kemerdekaan Indonesia. Ini adalah pesan bahwa orang Katolik tidak boleh bersikap diam atau sekadar netral dari dan di ranah politik. Mereka harus mau dan bisa mengambil sikap dan pilihan politis. Kedua, perlu juga memikirkan tentang kemerdekaan dan pembebasan itu. Tidak ada kemerdekaan dan pembebasan tanpa perjuangan. Kemederkaan hanya dapat tercapai melalui perjuangan tekun, gigih dan berkelanjutan. Itulah paradoks kemerdekaan. Ia hanya dapat dicapai lewat kerja keras, lewat latihan, lewat praksis askese. Analogi terbaik untuk mengerti paradoks kemerdekaan ini ialah: seorang pemain piano. Ia harus berlatih keras melatih jemarinya agar setelah berlatih keras, ia dapat memainkan jemarinya di atas tuts dengan penuh kebebasan. Jemari yang lincah dapat dengan optimal mengungkapkan perasaannya. Itu tidak akan mungkin terjadi kalau jemarinya tidak terlatih. Hari ini, kita perlu menyadari dan mengerti paradoks kemerdekaan itu. Itu sebuah keharusan sebagai manusia Kristiani yang dewasa dan bertanggung-jawab.
BcE: Sir.10:1-8; Mzm.101:1a.2ac.3a.6-7; 1Ptr.2:13-17; Mat.22:15-21.
Hari ini Hari Raya kemerdekaan Republik Indonesia. Mari kita ikut merayakannya. Hari ini juga ada beberapa serikat hidup bakti yang mempunyai pesta atau peringatan khusus pada hari ini. Mari kita juga ikut bergembira bersama mereka. Injil hari ini, berbicara tentang hal membayar pajak kepada kaisar. Yesus dijebak oleh para lawannya dengan mengajukan pertanyaan berbau politis: boleh atau tidak membayar pajak kepada kaisar. Ini menjebak karena, kalau dijawab tidak boleh, mereka akan melaporkan Yesus sebagai pembangkang Roma karena tidak mau bayar pajak. Kalau dijawab boleh, mereka akan menganggap Yesus sebagai kaki tangan Roma, setingkat dengan pemungut cukai. Di hadapan jebakan politik terselubung itu, Yesus meminta coin-pajak itu. Setelah melihat gambar dan tulisan yang ada di sana, Yesus menjawab: berilah kepada Kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah yang menjadi hak Allah. Sebuah jawaban cerdas dan taktis. Ada satu pelajaran dari sini: sebagai pengikut Yesus kita juga harus mempunyai kecerdasan dan kepekaan politik seperti itu. Ada juga hal lain yang perlu direnungkan hari ini. Pertama, injil ini dibacakan pada hari Kemerdekaan Indonesia. Ini adalah pesan bahwa orang Katolik tidak boleh bersikap diam atau sekadar netral dari dan di ranah politik. Mereka harus mau dan bisa mengambil sikap dan pilihan politis. Kedua, perlu juga memikirkan tentang kemerdekaan dan pembebasan itu. Tidak ada kemerdekaan dan pembebasan tanpa perjuangan. Kemederkaan hanya dapat tercapai melalui perjuangan tekun, gigih dan berkelanjutan. Itulah paradoks kemerdekaan. Ia hanya dapat dicapai lewat kerja keras, lewat latihan, lewat praksis askese. Analogi terbaik untuk mengerti paradoks kemerdekaan ini ialah: seorang pemain piano. Ia harus berlatih keras melatih jemarinya agar setelah berlatih keras, ia dapat memainkan jemarinya di atas tuts dengan penuh kebebasan. Jemari yang lincah dapat dengan optimal mengungkapkan perasaannya. Itu tidak akan mungkin terjadi kalau jemarinya tidak terlatih. Hari ini, kita perlu menyadari dan mengerti paradoks kemerdekaan itu. Itu sebuah keharusan sebagai manusia Kristiani yang dewasa dan bertanggung-jawab.
Senin, 17 Agustus 2009
SABTU, 15 AGUSTUS 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Yos.24:14-29; Mzm.16:1-2a.5.7-8.11; Mat.19:13-15.
Beberapa serikat hidup bakti mempunyai pesta dan perayaan tertentu. Teks injil hari ini sangat singkat. Tetapi juga terkenal. Yang dikisahkan di sana ialah Yesus memberkati anak-anak. Yang selalu menarik saya untuk berefleksi ialah bahwa kisah ini, baik oleh Matius maupun Markus ditempatkan persis sesudah Yesus melarang/menentang praksis perceraian. Yesus melakukan hal itu dengan cara melihat kembali ke belakang, ke ikatan perkawinan pada awal mula yang dikehendaki dan direncanakan Allah. Yesus memanggil orang untuk menatap kembali relasi harmonis itu. Dan itulah yang menjadi sumber kebahagiaan keluarga. Dan di dalam keluarga itu ada anak-anak. Anak-anak hanya bisa hidup dan berbahagia dalam keluarga yang harmonis. Mungkin itu yang mau dipesankan oleh Matius dengan cara penyusunan seperti ini. Tetapi kisah perikopa ini sendiri menarik untuk dicermati. Para orang tua membawa anak-anak mereka kepada Yesus untuk didoakan dan diberkati. Anehnya, justru hal itu dilarang atau dicegah oleh para murid. Maka terkenallah ucapan Yesus di sini: biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku. Ucapan ini sangat terkenal karena sering menjadi syair lagu anak-anak sekolah minggu. Tetapi yang menjadi inti ialah perkataan Yesus selanjutnya: sebab orang-orang yang seperti itulah yang punya Kerajaan Surga. Jadi di sini Yesus memberi kriteria untuk dapat masuk ke dalam kerajaan surga. Yaitu: sikap polos, rendah hati, serba spontan, wajar, dan alami dari anak-anak. Kadang-kadang sebagai orang dewasa kita perlu menjadi anak-anak lagi untuk dapat memahami tuntutan ini. Semoga kita mampu untuk itu.
BcE: Yos.24:14-29; Mzm.16:1-2a.5.7-8.11; Mat.19:13-15.
Beberapa serikat hidup bakti mempunyai pesta dan perayaan tertentu. Teks injil hari ini sangat singkat. Tetapi juga terkenal. Yang dikisahkan di sana ialah Yesus memberkati anak-anak. Yang selalu menarik saya untuk berefleksi ialah bahwa kisah ini, baik oleh Matius maupun Markus ditempatkan persis sesudah Yesus melarang/menentang praksis perceraian. Yesus melakukan hal itu dengan cara melihat kembali ke belakang, ke ikatan perkawinan pada awal mula yang dikehendaki dan direncanakan Allah. Yesus memanggil orang untuk menatap kembali relasi harmonis itu. Dan itulah yang menjadi sumber kebahagiaan keluarga. Dan di dalam keluarga itu ada anak-anak. Anak-anak hanya bisa hidup dan berbahagia dalam keluarga yang harmonis. Mungkin itu yang mau dipesankan oleh Matius dengan cara penyusunan seperti ini. Tetapi kisah perikopa ini sendiri menarik untuk dicermati. Para orang tua membawa anak-anak mereka kepada Yesus untuk didoakan dan diberkati. Anehnya, justru hal itu dilarang atau dicegah oleh para murid. Maka terkenallah ucapan Yesus di sini: biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku. Ucapan ini sangat terkenal karena sering menjadi syair lagu anak-anak sekolah minggu. Tetapi yang menjadi inti ialah perkataan Yesus selanjutnya: sebab orang-orang yang seperti itulah yang punya Kerajaan Surga. Jadi di sini Yesus memberi kriteria untuk dapat masuk ke dalam kerajaan surga. Yaitu: sikap polos, rendah hati, serba spontan, wajar, dan alami dari anak-anak. Kadang-kadang sebagai orang dewasa kita perlu menjadi anak-anak lagi untuk dapat memahami tuntutan ini. Semoga kita mampu untuk itu.
JUM'AT, 14 AGUSTUS 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Yos.24:1-13; Mzm.136:1-3.16-18.21-22.24; Mat.19:3-12.
Hari ini ada Pesta Maximilianus Maria Kolbe. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Teks ini terkenal karena menjadi salah satu teks titik tolak Teologi Tubuh Yohanes Paulus II. Berdasarkan teks ini beliau membedakan tiga macam manusia. Manusia protologis, manusia historis, manusia eskatologis. Pada manusia protologis berlaku hubungan harmonis perkawinan: mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Dan itu direncanakan dan dikehendaki Allah. Manusia historis, seharusnya masih berlaku juga hubungan harmonis awali itu, tetapi karena kekerasan hati manusia (eksplisit, pria) maka ada kelonggaran. Sedangkan manusia eskatologis, itu tidak kawin dan tidak dikawinkan. Dalam rangka menjelaskan manusia eskatologis itu, Yesus membuat distingsi yang sangat terkenal mengenai tiga jenis orang yang tidak kawin. Pertama, ada orang yang tidak kawin karena memang terlahir seperti itu. Kedua, ada oarng yang tidak kawin karena dibuat oleh orang lain tidak bisa kawin. Itu adalah sida-sida (eunuch, orang yang dikebiri). Ketiga, ada orang yang tidak kawin karena kerajaan Allah. Nah, kelompok yang ketiga inilah yang dipanggil untuk memperlihatkan manusia eskatologis di atas tadi. Mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka hidup seperti malaekat. Mereka mementaskan hidup eskatologis sekarang dan di sini, yaitu di dunia ini. Cara hidup itu sekarang dimainkan oleh para biarawan-biarawati. Itulah panggilan hidup mereka. Mereka mementaskan hidup eskatologis pada tataran historis. Dan itu mutlak mengandaikan iman. Tanpa iman mustahil orang bisa melaksanakan hal itu.
BcE: Yos.24:1-13; Mzm.136:1-3.16-18.21-22.24; Mat.19:3-12.
Hari ini ada Pesta Maximilianus Maria Kolbe. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Teks ini terkenal karena menjadi salah satu teks titik tolak Teologi Tubuh Yohanes Paulus II. Berdasarkan teks ini beliau membedakan tiga macam manusia. Manusia protologis, manusia historis, manusia eskatologis. Pada manusia protologis berlaku hubungan harmonis perkawinan: mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Dan itu direncanakan dan dikehendaki Allah. Manusia historis, seharusnya masih berlaku juga hubungan harmonis awali itu, tetapi karena kekerasan hati manusia (eksplisit, pria) maka ada kelonggaran. Sedangkan manusia eskatologis, itu tidak kawin dan tidak dikawinkan. Dalam rangka menjelaskan manusia eskatologis itu, Yesus membuat distingsi yang sangat terkenal mengenai tiga jenis orang yang tidak kawin. Pertama, ada orang yang tidak kawin karena memang terlahir seperti itu. Kedua, ada oarng yang tidak kawin karena dibuat oleh orang lain tidak bisa kawin. Itu adalah sida-sida (eunuch, orang yang dikebiri). Ketiga, ada orang yang tidak kawin karena kerajaan Allah. Nah, kelompok yang ketiga inilah yang dipanggil untuk memperlihatkan manusia eskatologis di atas tadi. Mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka hidup seperti malaekat. Mereka mementaskan hidup eskatologis sekarang dan di sini, yaitu di dunia ini. Cara hidup itu sekarang dimainkan oleh para biarawan-biarawati. Itulah panggilan hidup mereka. Mereka mementaskan hidup eskatologis pada tataran historis. Dan itu mutlak mengandaikan iman. Tanpa iman mustahil orang bisa melaksanakan hal itu.
Langganan:
Postingan (Atom)