Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.
BcE. 2Sam.7:4-5a,12-14a,16; Mzm.89:2-3,4-5,27,29; Rm.4:13,16-18,22; Mat.1:16,18-21,24a.
Hari Raya Santo Yusuf, Suami SP Maria. Menjadi hari raya banyak hidup bakti. Mari kita rayakan dan kenang dia dalam hidup dan doa kita. Ia santo yang luar biasa karena peranannya dalam hidup penyelamat. Ia mendapat julukan redemptoris protector (pelindung penebus). Ini adalah imbangan gelar Maria, redemptoris mater (ibunda penebus). Keistimewaan Yusuf ini tampak dalam injil yang kita baca hari ini. Injil hari ini amat terkenal dan mengesankan. Kalau dalam Lukas, kita baca Maria menerima kabar dari malaekat Tuhan, di sini kita baca Yusuf menerima kabar dari malaekat Tuhan. Yusuf yang sudah bertunangan dengan Maria, kebingungan (wajar bagi lelaki) karena tunangannya itu sudah mengandung. Diam-diam ia mau menceraikannya, karena berpikir dengan itu ia tidak mau mempermalukan perempuan. Tetapi di tengah permenungan itulah ia mendapat kabar dari malaekat Tuhan. Bahwa ia tidak boleh takut mengambil Maria sebagai isteri. Ketika bangun, ia melaksanakan perintah itu. Secara sosial, keputusan ini juga pasti membingungkan sebagai pria: menerima perempuan yang sudah hamil sebagai isteri. Tetapi itulah kebesaran dan keagungan hati Yusuf. Keagungan inilah yang dipuji dalam sejarah Gereja, sehingga Liturgi memberi tanggal khusus untuk dijadikan hari raya St.Yusuf. Itulah yang kita rayakan hari ini. Pesan singkatnya jelas: kita jangan menyia-nyiakan hidup, juga pada awal hidup itu mulai berdenyut. Tidak kebetulan bahwa dalam penanggalan liturgi, satu minggu sesudah hari raya ini, ada hari raya kabar sukacita kepada bunda Maria. Kabar sukacita kepada Maria baru menjadi bermakna sesudah ada sikap dan keputusan Yusuf untuk menerima Maria sebagai isteri. Artinya, hidup yang mulai berdenyut dalam rahim Maria, diberi konteks kehidupan keluarga, konteks cinta. Pesan ini sangat jelas dan kuat, sehingga tidak perlu lagi kita melihat Bac.I dan II.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG
Minggu, 17 Januari 2010
MINGGU, 14 MARET 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.
Bc.E. Yos.5:9a,10-12; Mzm.34:2-3,4-5,6-7; 2Kor.5:17-21; Luk.15:1-3,11-32.
Injil hari ini sangat terkenal yaitu tentang anak yang hilang. Kisah ini dimulai dengan permohonan si bungsu yang meminta jatah warisan. Warisan dalam pandangan orang Yahudi sepenuhnya adalah hak ayah. Ayah yang akan memberinya kepada anaknya, dan tidak diminta anak. Permintaan anak ini menandakan bahwa ia mau merebut sebagian hak hidup ayah. Apalagi kata Yunani yang dipakai ialah bios, hidup. Permohonan anak ini berarti menyiratkan ia menghendaki kematian sang ayah. Menariknya, si ayah tidak marah atau tersinggung. Dengan murah hati ia mengabulkannya. Setelah mendapatkan warisan itu, si bungsu hidup ngawur, sehingga terancamlah hidupnya, baik jasmani maupun rohani. Ia pun terpuruk, sehingga harus “bergaul” dengan babi. Dengan itu ia benar-benar terasing dari komunitas, dari adat istiadat leluhur. Tetapi di sinilah muncul keinginannya untuk pulang. Di sinilah bedanya tiga rangkaian perumpamaan Lukas. Perumpamaan pertama, domba yang hilang: harus dicari. Perumpamaan kedua, dirham yang hilang: harus dicari. Perumpamaan ketiga, anak hilang: pulang sendiri. Ada kemauan baik untuk bertobat. Tetapi si anak sadar akan perilakunya dulu. Maka ia mau kembali bukan lagi sebagai anak, melainkan sebagai upahan. Tetapi ketika ia tampak di kejauhan, dalam perjalanannya kembali ke rumah bapa, ayah menerimanya kembali sepenuhnya. Tandanya? Dalam ayat 18b-19 kita baca versi lengkap dari kalimat yang rencananya diucapkan si anak kepada ayah. Tetapi ketika kalimat itu mulai diucapkan, si ayah memotongnya sebelum selesai (bdk.ay.20). Si ayah tidak sudi mendengar kalimat itu selengkapnya, karena hatinya tergerak oleh belas kasihan. Dari hati yang tergerak oleh belas kasihan inilah keluar kasih, pengampunan, sukacita, yang bermuara pada pesta ria. Itu berbeda dengan si sulung. Semoga pesannya jelas bagi kita. Dan itu sudah lebih dari cukup sehingga saya tidak usah lagi mengulas Bac.I dan II.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.
Bc.E. Yos.5:9a,10-12; Mzm.34:2-3,4-5,6-7; 2Kor.5:17-21; Luk.15:1-3,11-32.
Injil hari ini sangat terkenal yaitu tentang anak yang hilang. Kisah ini dimulai dengan permohonan si bungsu yang meminta jatah warisan. Warisan dalam pandangan orang Yahudi sepenuhnya adalah hak ayah. Ayah yang akan memberinya kepada anaknya, dan tidak diminta anak. Permintaan anak ini menandakan bahwa ia mau merebut sebagian hak hidup ayah. Apalagi kata Yunani yang dipakai ialah bios, hidup. Permohonan anak ini berarti menyiratkan ia menghendaki kematian sang ayah. Menariknya, si ayah tidak marah atau tersinggung. Dengan murah hati ia mengabulkannya. Setelah mendapatkan warisan itu, si bungsu hidup ngawur, sehingga terancamlah hidupnya, baik jasmani maupun rohani. Ia pun terpuruk, sehingga harus “bergaul” dengan babi. Dengan itu ia benar-benar terasing dari komunitas, dari adat istiadat leluhur. Tetapi di sinilah muncul keinginannya untuk pulang. Di sinilah bedanya tiga rangkaian perumpamaan Lukas. Perumpamaan pertama, domba yang hilang: harus dicari. Perumpamaan kedua, dirham yang hilang: harus dicari. Perumpamaan ketiga, anak hilang: pulang sendiri. Ada kemauan baik untuk bertobat. Tetapi si anak sadar akan perilakunya dulu. Maka ia mau kembali bukan lagi sebagai anak, melainkan sebagai upahan. Tetapi ketika ia tampak di kejauhan, dalam perjalanannya kembali ke rumah bapa, ayah menerimanya kembali sepenuhnya. Tandanya? Dalam ayat 18b-19 kita baca versi lengkap dari kalimat yang rencananya diucapkan si anak kepada ayah. Tetapi ketika kalimat itu mulai diucapkan, si ayah memotongnya sebelum selesai (bdk.ay.20). Si ayah tidak sudi mendengar kalimat itu selengkapnya, karena hatinya tergerak oleh belas kasihan. Dari hati yang tergerak oleh belas kasihan inilah keluar kasih, pengampunan, sukacita, yang bermuara pada pesta ria. Itu berbeda dengan si sulung. Semoga pesannya jelas bagi kita. Dan itu sudah lebih dari cukup sehingga saya tidak usah lagi mengulas Bac.I dan II.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG
MINGGU, 07 MARET 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.
BcE. Kel.3:1-8a,13-15; Mzm.103:1-2,3-4,6-7,8-11; 1Kor.10:1-6,10-12; Luk.13:1-9.
Injil hari ini berbicara tentang dua hal. Pertama, tentang dosa dan pertobatan. Kedua, tentang pohon ara. Inilah satu-satunya tempat dalam injil di mana Pilatus dilukiskan di luar konteks kisah sengsara. Dalam Kisah sengsara, Pilatus dilukiskan lemah. Di sini ia orang kejam. Pelajaran yang ditarik Yesus dari peristiwa yang dikisahkan para murid ini ialah Yesus mampu melepaskan derita manusia dari penilaian salah, entah itu sebagai hukuman dari para dewa, atau akibat dari perilaku salah yang tidak diketahui. Menurut Yesus, derita itu menimpa orang baik maupun orang jahat. Setiap manusia adalah pendosa, oleh karena itu setiap manusia memerlukan pertobatan dan penebusan. Nasib malang seseorang bukan pertanda atau petunjuk kesalahan moralnya. Itu yang pertama. Yang kedua berbicara tentang pohon ara. Hidup dalam pertobatan harus mendatangkan hasil nyata. Itu yang mau disampaikan di sini. Allah tidak akan membiarkan orang yang berjuang untuk kembali kepada Dia, menjadi sia-sia. Pohon ara yang tidak berbuah itu mencirikan nilai dari seorang pendosa di hadapan pandangan Allah, yaitu sebagai orang yang tetap bernilai dan karena itu tetap diberi kesempatan sekali lagi dan bahkan mungkin terus menerus. Bac.I mengisahkan kepada kita tentang rencana Allah membebaskan Israel dari Mesir. Tentu itu dimaksudkan untuk membuahkan hasil yang baik dalam situasi dan kondisi kebebasan, walau hal itu tidak selalu berjalan mulus dan lancar dan mudah. Selalu ada tantangan. Bac.II sangat indah: Israel sebagai peringatan. Perjalanan Israel di gurun ditandai oleh banyak pembangkangan, sungut-sungut, protes, pemberontakan. Paulus menghendaki agar kita, sebagai Israel baru, menghindari itu semua agar seluruh proses kehidupan dapat berlangsung dengan baik, dan bisa menghasilkan buah yang lebih baik dan berlimpah. Semoga demikian.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR Bandung.
BcE. Kel.3:1-8a,13-15; Mzm.103:1-2,3-4,6-7,8-11; 1Kor.10:1-6,10-12; Luk.13:1-9.
Injil hari ini berbicara tentang dua hal. Pertama, tentang dosa dan pertobatan. Kedua, tentang pohon ara. Inilah satu-satunya tempat dalam injil di mana Pilatus dilukiskan di luar konteks kisah sengsara. Dalam Kisah sengsara, Pilatus dilukiskan lemah. Di sini ia orang kejam. Pelajaran yang ditarik Yesus dari peristiwa yang dikisahkan para murid ini ialah Yesus mampu melepaskan derita manusia dari penilaian salah, entah itu sebagai hukuman dari para dewa, atau akibat dari perilaku salah yang tidak diketahui. Menurut Yesus, derita itu menimpa orang baik maupun orang jahat. Setiap manusia adalah pendosa, oleh karena itu setiap manusia memerlukan pertobatan dan penebusan. Nasib malang seseorang bukan pertanda atau petunjuk kesalahan moralnya. Itu yang pertama. Yang kedua berbicara tentang pohon ara. Hidup dalam pertobatan harus mendatangkan hasil nyata. Itu yang mau disampaikan di sini. Allah tidak akan membiarkan orang yang berjuang untuk kembali kepada Dia, menjadi sia-sia. Pohon ara yang tidak berbuah itu mencirikan nilai dari seorang pendosa di hadapan pandangan Allah, yaitu sebagai orang yang tetap bernilai dan karena itu tetap diberi kesempatan sekali lagi dan bahkan mungkin terus menerus. Bac.I mengisahkan kepada kita tentang rencana Allah membebaskan Israel dari Mesir. Tentu itu dimaksudkan untuk membuahkan hasil yang baik dalam situasi dan kondisi kebebasan, walau hal itu tidak selalu berjalan mulus dan lancar dan mudah. Selalu ada tantangan. Bac.II sangat indah: Israel sebagai peringatan. Perjalanan Israel di gurun ditandai oleh banyak pembangkangan, sungut-sungut, protes, pemberontakan. Paulus menghendaki agar kita, sebagai Israel baru, menghindari itu semua agar seluruh proses kehidupan dapat berlangsung dengan baik, dan bisa menghasilkan buah yang lebih baik dan berlimpah. Semoga demikian.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.
MINGGU, 28 FEBERUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. Kej.15:5-12,17-18; Mzm.27:1,7-8,9abc,13-14; Flp.3:17-4:1; Luk.9:28b-36.
Di sini kita lihat lagi Yesus berkumpul dengan kelompok kecil muridNya. Di sini Yesus berdoa. Ada permainan antara misi, mukjizat pemberian makan, nubuat derita, syarat menjadi murid, dan transfigurasi. Semuanya membentuk sintesis hidup Kristiani. Kisah ini mengantisipasi (memberi bayang-bayang terlebih dahulu) kemuliaan kebangkitan kelak. Ada dua tokoh yang tampil di sini: Musa dan Elia. Keduanya mewakili dua tradisi (Hukum dan Nabi). Lalu ada suara ajaib yang mengingatkan kita akan suara ajaib pembaptisan. Tetapi ada beda. Dalam pembaptisan, suara itu datang dari surga. Di sini datang dari dalam awan. Dalam pembaptisan, suara itu hanya didengar Yesus, karena disampaikan dalam diri orang kedua. Di sini suara itu dalam diri orang ketiga, sehingga bisa didengar orang lain. Awan itu mengingatkan kita akan awan di Sinai dalam peristiwa Keluaran. Di sana kemuliaan Allah (shekinah) hadir. Demikian juga di sini, dalam transfigurasi, Allah hadir. Kisah transfigurasi ini ada dalam konteks misi, eskatologi, kesengsaraan, dan kemuridan. Ini berarti transfigurasi itu adalah bagian utuh dari janji kepada pengikut Yesus. Sebagaimana halnya Yesus mengalami transfigurasi dalam kemuliaan karena taat kepada kehendak Allah, demikian juga setiap orang Kristiani (murid) akan mengalami kemuliaan asal mereka setia dan taat. Salah satu janji yang dinikmati Abram dalam hidupnya ialah hidup mulia karena karunia besar Allah. Itulah yang kita baca dari Bac.I. Janji pemuliaan itulah yang juga diungkapkan dalam Bac.II: “…yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia…” Semoga kita layak untuk itu.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. Kej.15:5-12,17-18; Mzm.27:1,7-8,9abc,13-14; Flp.3:17-4:1; Luk.9:28b-36.
Di sini kita lihat lagi Yesus berkumpul dengan kelompok kecil muridNya. Di sini Yesus berdoa. Ada permainan antara misi, mukjizat pemberian makan, nubuat derita, syarat menjadi murid, dan transfigurasi. Semuanya membentuk sintesis hidup Kristiani. Kisah ini mengantisipasi (memberi bayang-bayang terlebih dahulu) kemuliaan kebangkitan kelak. Ada dua tokoh yang tampil di sini: Musa dan Elia. Keduanya mewakili dua tradisi (Hukum dan Nabi). Lalu ada suara ajaib yang mengingatkan kita akan suara ajaib pembaptisan. Tetapi ada beda. Dalam pembaptisan, suara itu datang dari surga. Di sini datang dari dalam awan. Dalam pembaptisan, suara itu hanya didengar Yesus, karena disampaikan dalam diri orang kedua. Di sini suara itu dalam diri orang ketiga, sehingga bisa didengar orang lain. Awan itu mengingatkan kita akan awan di Sinai dalam peristiwa Keluaran. Di sana kemuliaan Allah (shekinah) hadir. Demikian juga di sini, dalam transfigurasi, Allah hadir. Kisah transfigurasi ini ada dalam konteks misi, eskatologi, kesengsaraan, dan kemuridan. Ini berarti transfigurasi itu adalah bagian utuh dari janji kepada pengikut Yesus. Sebagaimana halnya Yesus mengalami transfigurasi dalam kemuliaan karena taat kepada kehendak Allah, demikian juga setiap orang Kristiani (murid) akan mengalami kemuliaan asal mereka setia dan taat. Salah satu janji yang dinikmati Abram dalam hidupnya ialah hidup mulia karena karunia besar Allah. Itulah yang kita baca dari Bac.I. Janji pemuliaan itulah yang juga diungkapkan dalam Bac.II: “…yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia…” Semoga kita layak untuk itu.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.
MINGGU, 21 FEBRUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. Ul.26:4-10; Mzm.91:1-2,10-11,12-13,14-15; Rm.10:8-13; Luk.4:1-13.
Injil hari ini sangat terkenal: pencobaan Yesus di gurun. Gurun adalah tempat pemurnian hidup, tempat perjumpaan dengan Allah. Israel mengembara selama 40 tahun di gurun. Pengalaman ini pasti membantu fokus pelayanan Yesus di dunia ini. Kisah ini ada dalam ketiga injil Sinoptik. Tetapi yang paling mirip satu sama lain ialah Matius dan Lukas. Keduanya pun berbeda dalam rincian kisah. Dalam Matius terbaca urutan: gurun, Yerusalem, kerajaan dunia. Dalam Lukas terbaca urutan: gurun, kerajaan dunia, Yerusalem. Urutan Lukas ini konsisten dengan teologi Lukas karena bagi dia karya pelayanan Yesus berpuncak di Yerusalem. Di kota itu Yesus mengalami pencobaan terbesar, sekaligus juga mencapai kemenangan terbesar (22:39-46; 23:44-49; 24). Urutan godaan ialah kekayaan (roti), kemuliaan (pemerintahan), dan kekuasaan (melawan hukum alam). Menarik bahwa semua jawaban Yesus diambil dari Ulangan (8:3; 6:13; 16). Jawaban-jawaban itu mengkaitkan pengalamanNya ini dengan pengalaman Israel di gurun, dalam bentuk kontras. Setan adalah daya yang merajai dunia yang belum tertebus. Tetapi ini bukan yang terakhir, sebab nanti Yesus akan melawan setan di akhir hidupNya. Salah satu godaan nyata dalam hidup manusia ialah “menikmati sendiri” hasil pertama dari usahanya. Kitab Ulangan mengingatkan kita bahwa buah pertama usaha kita harus dipersembahkan kepada Allah. Itu yang kita dengar hari ini dalam Bac.I. Tindakan seperti ini adalah bentuk konkret dari pengakuan iman. Itulah yang diungkapkan dalam Bac.I. Iman itulah yang akan menyelamatkan.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. Ul.26:4-10; Mzm.91:1-2,10-11,12-13,14-15; Rm.10:8-13; Luk.4:1-13.
Injil hari ini sangat terkenal: pencobaan Yesus di gurun. Gurun adalah tempat pemurnian hidup, tempat perjumpaan dengan Allah. Israel mengembara selama 40 tahun di gurun. Pengalaman ini pasti membantu fokus pelayanan Yesus di dunia ini. Kisah ini ada dalam ketiga injil Sinoptik. Tetapi yang paling mirip satu sama lain ialah Matius dan Lukas. Keduanya pun berbeda dalam rincian kisah. Dalam Matius terbaca urutan: gurun, Yerusalem, kerajaan dunia. Dalam Lukas terbaca urutan: gurun, kerajaan dunia, Yerusalem. Urutan Lukas ini konsisten dengan teologi Lukas karena bagi dia karya pelayanan Yesus berpuncak di Yerusalem. Di kota itu Yesus mengalami pencobaan terbesar, sekaligus juga mencapai kemenangan terbesar (22:39-46; 23:44-49; 24). Urutan godaan ialah kekayaan (roti), kemuliaan (pemerintahan), dan kekuasaan (melawan hukum alam). Menarik bahwa semua jawaban Yesus diambil dari Ulangan (8:3; 6:13; 16). Jawaban-jawaban itu mengkaitkan pengalamanNya ini dengan pengalaman Israel di gurun, dalam bentuk kontras. Setan adalah daya yang merajai dunia yang belum tertebus. Tetapi ini bukan yang terakhir, sebab nanti Yesus akan melawan setan di akhir hidupNya. Salah satu godaan nyata dalam hidup manusia ialah “menikmati sendiri” hasil pertama dari usahanya. Kitab Ulangan mengingatkan kita bahwa buah pertama usaha kita harus dipersembahkan kepada Allah. Itu yang kita dengar hari ini dalam Bac.I. Tindakan seperti ini adalah bentuk konkret dari pengakuan iman. Itulah yang diungkapkan dalam Bac.I. Iman itulah yang akan menyelamatkan.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG
RABU, 17 FEBRUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR, BANDUNG.
BcE. Yl.2:12-18; Mzm.51:3-4,5-6a,12-13,14,17; 2Kor.5:20-6:2; Mat.6:1-6,16-18.
Hari ini Rabu Abu. Permulaan masa Pantang dan Puasa. Ini juga permulaan masa Prapaskah kita. Kita mengikuti Yesus yang sesudah pembaptisan berpuasa selama 40 hari di padang gurun. Salah satu upacara khas hari ini ialah Pemberkatan dan Pembagian Abu. Kening atau kepala kita ditandai dengan abu. Apa maksud upacara ini? Tentu ini sebuah ritual pertobatan yang berurat berakar dalam Perjanjian Lama. Tetapi mengapa abu? Di sini saya teringat akan ucapan tradisional yang mengiringi pengolesan abu atau debu itu pada kepala kita: kamu berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Dengan ini kita diingatkan kembali akan eksistensi dasar kita yang berasal dari tanah liat. Tanah dalam bahasa Latin ialah humus. Dari kata humus diturunkan kata humilitas, artinya kerendahan hati. Upacara ini juga mengajak kita untuk rendah hati, karena kerendahan hati itulah yang memungkinkan terjadinya pertobatan. Tanpa kerendahan hati, orang tidak mungkin bertobat. Kalau kening kita diolesi dengan abu, debu tanah, sebenarnya kita dihimbau untuk menempatkan kepala kita di dan ke tanah agar tidak menjadi sombong atau angkuh. Tunduk ke tanah adalah sikap sujud dan menyembah. Kita diajak untuk melakukan hal itu, sekarang dan di sini.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR, BANDUNG.
BcE. Yl.2:12-18; Mzm.51:3-4,5-6a,12-13,14,17; 2Kor.5:20-6:2; Mat.6:1-6,16-18.
Hari ini Rabu Abu. Permulaan masa Pantang dan Puasa. Ini juga permulaan masa Prapaskah kita. Kita mengikuti Yesus yang sesudah pembaptisan berpuasa selama 40 hari di padang gurun. Salah satu upacara khas hari ini ialah Pemberkatan dan Pembagian Abu. Kening atau kepala kita ditandai dengan abu. Apa maksud upacara ini? Tentu ini sebuah ritual pertobatan yang berurat berakar dalam Perjanjian Lama. Tetapi mengapa abu? Di sini saya teringat akan ucapan tradisional yang mengiringi pengolesan abu atau debu itu pada kepala kita: kamu berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Dengan ini kita diingatkan kembali akan eksistensi dasar kita yang berasal dari tanah liat. Tanah dalam bahasa Latin ialah humus. Dari kata humus diturunkan kata humilitas, artinya kerendahan hati. Upacara ini juga mengajak kita untuk rendah hati, karena kerendahan hati itulah yang memungkinkan terjadinya pertobatan. Tanpa kerendahan hati, orang tidak mungkin bertobat. Kalau kening kita diolesi dengan abu, debu tanah, sebenarnya kita dihimbau untuk menempatkan kepala kita di dan ke tanah agar tidak menjadi sombong atau angkuh. Tunduk ke tanah adalah sikap sujud dan menyembah. Kita diajak untuk melakukan hal itu, sekarang dan di sini.
SIS B
CCRS FF-UNPAR BANDUNG.
Jumat, 08 Januari 2010
JUM'AT, 08 JANUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE.1Yoh.5:5-13; Mzm.147:12-13,14-15,19-20; Luk.5:12-16.
Hari ini ada Pesta St.Petrus Tomas. Mari kita mengenang dia dalam doa. Injil hari ini, berkisah tentang penyembuhan seorang kusta. Kusta adalah semua jenis penyakit kulit, termasuk kusta itu. Penyakit kulit berupa kudis, luka terbuka, borok, menyebabkan si penderita najis. Ia tidak tahir secara ritual. Itu tanda dosa. Mereka dikucilkan dari komunitas. Para imamlah yang menetapkan hal itu. Orang seperti itulah yang dilukiskan dalam injil hari ini. Dilukiskan bahwa ia datang ke hadapan Yesus lalu menyembah memohon kesembuhan. Sikap itu dilanjutkan dengan dua ucapan menarik. Ia menyebut Yesus Tuhan. Lalu ada pengakuan implisit akan keagungan dan otoritas Yesus, ketika si kusta memohon tanpa memaksa: “jika Engkau mau.” Ia menempatkan diri pada posisi rendah. Yesus menyembuhkan orang itu. Mukjizat ini memperkuat status dan martabat keilahian Yesus. Ketika sudah sembuh, Yesus melarang orang itu agar tidak memberitahu siapa-siapa. Tetapi perbuatan baik, agung dan mulia, tersebar dengan sendirinya. Sesungguhnya Yesus mengharapkan dari orang itu, bukan memberi kesaksian kata-kata, melainkan berupa perbuatan, terutama perbuatan baik. Dengan segara firman tentang Yesus tersebar. Hasilnya, banyak orang datang kepadaNya. Yesus berbeda dengan pembuat mukjizat lain. Itu sebabnya Lukas mencatat bahwa maksud utama kedatangan mereka bukan untuk mencari mukjizat kesembuhan dan penyembuhan. Maksud utama kedatangan mereka ialah untuk mendengarkan Dia. Barulah setelah mendengarkan Dia, mereka akan meminta agar disembuhkan. Jadi, tidak terbalik sama sekali. Sekali lagi, setelah tenggelam dalam kesibukan pelayanan kepada sesama, Yesus lagi-lagi pergi ke tempat sunyi dan terpencil untuk berdoa. Memang menyepi dan menyendiri itu masih tetap sangat perlu, baik dulu maupun sekarang.
SIS B
CCRS FF UNPAR BANDUNG.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE.1Yoh.5:5-13; Mzm.147:12-13,14-15,19-20; Luk.5:12-16.
Hari ini ada Pesta St.Petrus Tomas. Mari kita mengenang dia dalam doa. Injil hari ini, berkisah tentang penyembuhan seorang kusta. Kusta adalah semua jenis penyakit kulit, termasuk kusta itu. Penyakit kulit berupa kudis, luka terbuka, borok, menyebabkan si penderita najis. Ia tidak tahir secara ritual. Itu tanda dosa. Mereka dikucilkan dari komunitas. Para imamlah yang menetapkan hal itu. Orang seperti itulah yang dilukiskan dalam injil hari ini. Dilukiskan bahwa ia datang ke hadapan Yesus lalu menyembah memohon kesembuhan. Sikap itu dilanjutkan dengan dua ucapan menarik. Ia menyebut Yesus Tuhan. Lalu ada pengakuan implisit akan keagungan dan otoritas Yesus, ketika si kusta memohon tanpa memaksa: “jika Engkau mau.” Ia menempatkan diri pada posisi rendah. Yesus menyembuhkan orang itu. Mukjizat ini memperkuat status dan martabat keilahian Yesus. Ketika sudah sembuh, Yesus melarang orang itu agar tidak memberitahu siapa-siapa. Tetapi perbuatan baik, agung dan mulia, tersebar dengan sendirinya. Sesungguhnya Yesus mengharapkan dari orang itu, bukan memberi kesaksian kata-kata, melainkan berupa perbuatan, terutama perbuatan baik. Dengan segara firman tentang Yesus tersebar. Hasilnya, banyak orang datang kepadaNya. Yesus berbeda dengan pembuat mukjizat lain. Itu sebabnya Lukas mencatat bahwa maksud utama kedatangan mereka bukan untuk mencari mukjizat kesembuhan dan penyembuhan. Maksud utama kedatangan mereka ialah untuk mendengarkan Dia. Barulah setelah mendengarkan Dia, mereka akan meminta agar disembuhkan. Jadi, tidak terbalik sama sekali. Sekali lagi, setelah tenggelam dalam kesibukan pelayanan kepada sesama, Yesus lagi-lagi pergi ke tempat sunyi dan terpencil untuk berdoa. Memang menyepi dan menyendiri itu masih tetap sangat perlu, baik dulu maupun sekarang.
SIS B
CCRS FF UNPAR BANDUNG.
Kamis, 07 Januari 2010
KAMIS, 07 JANUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.4:19-5:4; Mzm.72:2,14,15bc,17; Luk.4:14-22a.
Hari ini ada Peringatan St.Raimundus dr Penyafort, Beata Lindalva. Mari kita mengenang mereka dalam doa kita. Injil hari ini, berkisah tentang kembalinya Yesus ke Galilea, lalu ke Nazaret juga, tempat Ia tumbuh menjadi dewasa. Sebagaimana kebiasaanNya saat itu, Ia selalu menyempatkan diri ke rumah ibadat dan berdoa. Ia ke rumah ibadat Nazaret. Entah mengapa, semua orang seakan amat berharap agar Dia menyampaikan sesuatu. Sebagaimana biasa juga, akhirnya Ia berdiri. Ia menerima Kitab Suci, mencari bacaan, lalu dibacakan. Yesus, dengan otoritas sendiri, mencari bacaan yang akan dibacakan. Kebetulan teks yang Ia baca hari itu ialah kutipan nabi Yesaya. Sampai di sini belum apa-apa. Itu hal yang biasa di kalangan orang Israel. Ketika selesai dibaca, tiba gilirannya untuk tafsir atau komentar. Ternyata semua orang berharap agar Ia memberikan tafsir itu. Tafsir Dia pendek: Nubuat itu sudah tergenapi hari ini, ketika teks itu terdengar. Rupanya komentar singkat itu, amat berkesan di hati pendengar, sehingga Lukas mencatat bahwa mereka membenarkan Dia. Artinya, mereka menerima pernyataan itu benar. Mereka kagum akan kata-kata indah yang Ia ucapkan. Sekarang kita tidak punya lagi untaian kata-kata indah itu. Yang kita punya sekarang hanya penutup dari untaian kata-kata indah itu. Tetapi yang jelas, pendengar terkesan dengan kata-kata indah yang terucap mulut Yesus. Sekaligus terasa paradoks: kata-kata yang keluar dari mulutNya indah, tetapi sesungguhnya Ia hanya anak seseorang yang bernama Yusuf. Latar belakang asal-usul seseorang ikut menjadi faktor penilaian. Tetapi hendaknya tidak selalu demikian. Sebab ada yang bisa melampaui batas-batas latar belakang itu. Dan itulah yang terjadi dengan dan pada Yesus.
SIS B
CCRS FF UNPAR BANDUNG
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.4:19-5:4; Mzm.72:2,14,15bc,17; Luk.4:14-22a.
Hari ini ada Peringatan St.Raimundus dr Penyafort, Beata Lindalva. Mari kita mengenang mereka dalam doa kita. Injil hari ini, berkisah tentang kembalinya Yesus ke Galilea, lalu ke Nazaret juga, tempat Ia tumbuh menjadi dewasa. Sebagaimana kebiasaanNya saat itu, Ia selalu menyempatkan diri ke rumah ibadat dan berdoa. Ia ke rumah ibadat Nazaret. Entah mengapa, semua orang seakan amat berharap agar Dia menyampaikan sesuatu. Sebagaimana biasa juga, akhirnya Ia berdiri. Ia menerima Kitab Suci, mencari bacaan, lalu dibacakan. Yesus, dengan otoritas sendiri, mencari bacaan yang akan dibacakan. Kebetulan teks yang Ia baca hari itu ialah kutipan nabi Yesaya. Sampai di sini belum apa-apa. Itu hal yang biasa di kalangan orang Israel. Ketika selesai dibaca, tiba gilirannya untuk tafsir atau komentar. Ternyata semua orang berharap agar Ia memberikan tafsir itu. Tafsir Dia pendek: Nubuat itu sudah tergenapi hari ini, ketika teks itu terdengar. Rupanya komentar singkat itu, amat berkesan di hati pendengar, sehingga Lukas mencatat bahwa mereka membenarkan Dia. Artinya, mereka menerima pernyataan itu benar. Mereka kagum akan kata-kata indah yang Ia ucapkan. Sekarang kita tidak punya lagi untaian kata-kata indah itu. Yang kita punya sekarang hanya penutup dari untaian kata-kata indah itu. Tetapi yang jelas, pendengar terkesan dengan kata-kata indah yang terucap mulut Yesus. Sekaligus terasa paradoks: kata-kata yang keluar dari mulutNya indah, tetapi sesungguhnya Ia hanya anak seseorang yang bernama Yusuf. Latar belakang asal-usul seseorang ikut menjadi faktor penilaian. Tetapi hendaknya tidak selalu demikian. Sebab ada yang bisa melampaui batas-batas latar belakang itu. Dan itulah yang terjadi dengan dan pada Yesus.
SIS B
CCRS FF UNPAR BANDUNG
RABU, 06 JANUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.4:11-18; Mzm.72:2,10-11,12-13; Mrk.6:45-52.
Hari ini ada Peringatan St.Didakus Yosef dari Sadiz. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berkisah tentang Yesus berjalan di atas air. Markus melukiskan Yesus seperti Yahweh dalam Perjanjian Lama (bdk. Ayb 9:8; 38:16; Sir 24:5-6). Mukjizat-mukjizat lain dari Yesus memantulkan tindakan para nabi dalam Perjanjian Lama (penggandaan Roti Elisha, 2Raj.4:42-44; penyembuhan Naaman, 2Raj.5:1-14; Elia yang membangkitkan orang muda, 1Raj.17:17-24). Tetapi mukjizat ini unik, karena para nabi Perjanjian Lama tidak ada yang berjalan di atas air. Jadi, Markus mengisahkan mukjizat ini untuk menegaskan pandangan dan keyakinannya bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri. Kisah ini memperkuat kisah dalam Mrk.4 di mana Yesus meredakan badai di danau. Baik dalam bab 4 maupun di sini, Markus ingin menegaskan bahwa Yesus adalah Allah yang hidup yang menyertai kita, Immanuel (meminjam Matius). Reaksi para murid di sini berbeda dengan reaksi mereka dalam Mrk 4. Di sana murid memperlihatkan ketakutan suci. Di sini para murid hanya memperlihatkan rasa takut biasa, rasa terkejut ngeri karena mengira melihat hantu. Dalam Mrk 4, ketika angin reda mereka bertanya, siapa gerangan orang ini? Di sini mereka tidak tanya begitu. Mungkin karena dalam peristiwa terdahulu Markus mau mengatakan mereka bisa masuk ke pemahaman yang lebih mendalam akan Yesus. Anehnya, di sini Yesus justru mengatakan bahwa mereka tidak mengerti karena hati mereka tidak peka. Hati tidak peka. Apa itu? Itu adalah ungkapan khas untuk melukiskan ketegaran hati pendosa yang tidak mau menerima kasih Allah. Ungkapan hati yang tidak peka ini sudah dipakai Yesus sebelumnya untuk melukiskan reaksi dingin orang Farisi terhadap mukjizat penyembuhan Yesus dalam 3:5. Sekarang, Yesus memakai ungkapan yang sama itu untuk melukiskan hati para murid. Ya, hati yang tidak peka, yang tegar dapat menjadi rintangan kepada kasih dan tobat.
Bandung, 08 Januari 2009
Sis B.
CCRS UNPAR BANDUNG.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.4:11-18; Mzm.72:2,10-11,12-13; Mrk.6:45-52.
Hari ini ada Peringatan St.Didakus Yosef dari Sadiz. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berkisah tentang Yesus berjalan di atas air. Markus melukiskan Yesus seperti Yahweh dalam Perjanjian Lama (bdk. Ayb 9:8; 38:16; Sir 24:5-6). Mukjizat-mukjizat lain dari Yesus memantulkan tindakan para nabi dalam Perjanjian Lama (penggandaan Roti Elisha, 2Raj.4:42-44; penyembuhan Naaman, 2Raj.5:1-14; Elia yang membangkitkan orang muda, 1Raj.17:17-24). Tetapi mukjizat ini unik, karena para nabi Perjanjian Lama tidak ada yang berjalan di atas air. Jadi, Markus mengisahkan mukjizat ini untuk menegaskan pandangan dan keyakinannya bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri. Kisah ini memperkuat kisah dalam Mrk.4 di mana Yesus meredakan badai di danau. Baik dalam bab 4 maupun di sini, Markus ingin menegaskan bahwa Yesus adalah Allah yang hidup yang menyertai kita, Immanuel (meminjam Matius). Reaksi para murid di sini berbeda dengan reaksi mereka dalam Mrk 4. Di sana murid memperlihatkan ketakutan suci. Di sini para murid hanya memperlihatkan rasa takut biasa, rasa terkejut ngeri karena mengira melihat hantu. Dalam Mrk 4, ketika angin reda mereka bertanya, siapa gerangan orang ini? Di sini mereka tidak tanya begitu. Mungkin karena dalam peristiwa terdahulu Markus mau mengatakan mereka bisa masuk ke pemahaman yang lebih mendalam akan Yesus. Anehnya, di sini Yesus justru mengatakan bahwa mereka tidak mengerti karena hati mereka tidak peka. Hati tidak peka. Apa itu? Itu adalah ungkapan khas untuk melukiskan ketegaran hati pendosa yang tidak mau menerima kasih Allah. Ungkapan hati yang tidak peka ini sudah dipakai Yesus sebelumnya untuk melukiskan reaksi dingin orang Farisi terhadap mukjizat penyembuhan Yesus dalam 3:5. Sekarang, Yesus memakai ungkapan yang sama itu untuk melukiskan hati para murid. Ya, hati yang tidak peka, yang tegar dapat menjadi rintangan kepada kasih dan tobat.
Bandung, 08 Januari 2009
Sis B.
CCRS UNPAR BANDUNG.
Selasa, 05 Januari 2010
SELASA, 05 JANUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.4:7-10; Mzm.72:2,3-4ab,7-8; Mrk.6:34-44.
Hari ini ada Peringatan St.Karolus Houben, Yohanes Neumann. Mari kita kenang mereka dalam hidup dan doa kita. Dalam Injil hari ini, Markus melukiskan dengan cara lain bahwa Yesus bertindak seperti cara Allah bertindak dalam Perjanjian Lama. Markus melukiskan hati Yesus yang tergerak oleh belas kasih ketika melihat orang banyak yang tampak seperti kawanan domba tanpa gembala. Hal itu memantulkan sikap Yahweh dalam Yehezkiel yang juga iba kepada Israel yang hidup seolah tanpa gembala. Ketika Yesus menyuruh orang-orang itu agar duduk bersama dalam kelompok untuk makan, itu adalah seperti perintah Yahweh dalam Keluaran untuk makan daging paskah secara bersama dalam kelompok. Satu kali Markus menyebut mengenai tempat sunyi terpencil (dalam teks sebelumnya, sudah disebut dua kali. Jadi total, tiga kali). Hal itu mengingatkan kita akan konteks perjalanan di gurun dalam Perjanjian Lama. Jadi, Markus mengingatkan kita bahwa tindakan Yesus memberi makan kepada lima ribu orang di gurun, sama dengan tindakan penyelenggaraan kasih setia Allah kepada umatNya selama perjalanan di gurun menuju Tanah Terjanji. Di gurun ada mukjizat manna. Di sini ada roti ajaib. Jadi, Markus mengingatkan kita akan tindakan Yahweh dalam Perjanjian Lama, Keluaran. Kita tahu bahwa nada dasar seluruh Keluaran ialah pelukisan mengenai kasih setia dan penyelenggaraan Allah atas umatNya. Allah menyelenggarakan hidup mereka, tidak hanya dengan membawa mereka keluar dari perbudakan, melainkan dengan membawa mereka ke tempat sunyi untuk menikmati sabat Tuhan. Dalam suasana itu mereka diingatkan akan dasar hidup mereka: bahwa untuk makanan dan hidup mereka sepenuhnya tergantung pada Yahweh. Markus menggemakan kembali tindakan Yahweh ini dalam sejarah keselamatan Perjanjian Lama. Dengan cara itu Markus menyiratkan bahwa seluruh hidup Yesus (perkataan dan perbuatan) memantulkan atau menggemakan kembali aspek Allah yang merawat kehidupan, menjaga kehidupan.
Sis B
CCRS FF UNPAR BANDUNG.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.4:7-10; Mzm.72:2,3-4ab,7-8; Mrk.6:34-44.
Hari ini ada Peringatan St.Karolus Houben, Yohanes Neumann. Mari kita kenang mereka dalam hidup dan doa kita. Dalam Injil hari ini, Markus melukiskan dengan cara lain bahwa Yesus bertindak seperti cara Allah bertindak dalam Perjanjian Lama. Markus melukiskan hati Yesus yang tergerak oleh belas kasih ketika melihat orang banyak yang tampak seperti kawanan domba tanpa gembala. Hal itu memantulkan sikap Yahweh dalam Yehezkiel yang juga iba kepada Israel yang hidup seolah tanpa gembala. Ketika Yesus menyuruh orang-orang itu agar duduk bersama dalam kelompok untuk makan, itu adalah seperti perintah Yahweh dalam Keluaran untuk makan daging paskah secara bersama dalam kelompok. Satu kali Markus menyebut mengenai tempat sunyi terpencil (dalam teks sebelumnya, sudah disebut dua kali. Jadi total, tiga kali). Hal itu mengingatkan kita akan konteks perjalanan di gurun dalam Perjanjian Lama. Jadi, Markus mengingatkan kita bahwa tindakan Yesus memberi makan kepada lima ribu orang di gurun, sama dengan tindakan penyelenggaraan kasih setia Allah kepada umatNya selama perjalanan di gurun menuju Tanah Terjanji. Di gurun ada mukjizat manna. Di sini ada roti ajaib. Jadi, Markus mengingatkan kita akan tindakan Yahweh dalam Perjanjian Lama, Keluaran. Kita tahu bahwa nada dasar seluruh Keluaran ialah pelukisan mengenai kasih setia dan penyelenggaraan Allah atas umatNya. Allah menyelenggarakan hidup mereka, tidak hanya dengan membawa mereka keluar dari perbudakan, melainkan dengan membawa mereka ke tempat sunyi untuk menikmati sabat Tuhan. Dalam suasana itu mereka diingatkan akan dasar hidup mereka: bahwa untuk makanan dan hidup mereka sepenuhnya tergantung pada Yahweh. Markus menggemakan kembali tindakan Yahweh ini dalam sejarah keselamatan Perjanjian Lama. Dengan cara itu Markus menyiratkan bahwa seluruh hidup Yesus (perkataan dan perbuatan) memantulkan atau menggemakan kembali aspek Allah yang merawat kehidupan, menjaga kehidupan.
Sis B
CCRS FF UNPAR BANDUNG.
Senin, 04 Januari 2010
SENIN, 04 JANUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.3:22-4:6; Mzm.2:7-8,10-11; Mat.4:12-17,23-25.
Hari ini hari biasa sesudah penampakan Tuhan. Injil hari ini berbicara tentang tentang dua hal. Pertama, tentang permulaan tampilnya Yesus di Galilea. Setelah Yohanes Pembaptis ditangkap, Yesus pergi ke Galilea dan mengajar di sana. Sedikit terkesan seperti menghindari konflik atau pertikaian. Hal itu wajar, terutama dalam situasi konflik yang masih panas. Inti pokok pewartaan Dia di sana ialah tentang pertobatan sebagai syarat untuk dapat menerima atau menyongsong datangnya Kerajaan Surga yang sudah begitu dekat. Yesus mewartakan tentang Kerajaan Surga yang sudah begitu dekat. Dan satu-satunya sikap hidup yang paling tepat dalam menyongsongnya ialah hidup dalam pertobatan. Itulah sebabnya Ia menuntut pertobatan itu, menuntut metanoia, menuntut perubahan sikap hidup dan cara berpikir (meta-nous). Mulai sekarang seluruh hidup (eksistensi) orang harus sepenuhnya diarahkan atau tertuju kepada kehadiran Allah semata-mata. Kedua, tentang pengajaran dan mukjizat Yesus yang menyembuhkan banyak orang. Yesus mewartakan tentang Injil Kerajaan Surga itu di rumah-rumah ibadat. Sebagai bukti dari datang dan hadirnya Kerajaan itu, Yesus menyembuhkan banyak penyakit. Ya, kehadiran kerajaan surga, pemerintahan Allah, the Kingdom of God, bisa mendatangkan perubahan besar dalam hidup dan diri orang-orang. Semoga kita layak menerima mukjizat penyembuhan Yesus karena kita mampu hidup dalam pertobatan. Pertobatan menjadi prasyarat datangnya penyembuhan. Tanpa pertobatan, tidak aka nada penyembuhan. Hidup dalam kehadiran kerajaan surga, memang perlu perubahan radikal dalam perspektif hidup. Perubahan itu ialah pertobatan.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.3:22-4:6; Mzm.2:7-8,10-11; Mat.4:12-17,23-25.
Hari ini hari biasa sesudah penampakan Tuhan. Injil hari ini berbicara tentang tentang dua hal. Pertama, tentang permulaan tampilnya Yesus di Galilea. Setelah Yohanes Pembaptis ditangkap, Yesus pergi ke Galilea dan mengajar di sana. Sedikit terkesan seperti menghindari konflik atau pertikaian. Hal itu wajar, terutama dalam situasi konflik yang masih panas. Inti pokok pewartaan Dia di sana ialah tentang pertobatan sebagai syarat untuk dapat menerima atau menyongsong datangnya Kerajaan Surga yang sudah begitu dekat. Yesus mewartakan tentang Kerajaan Surga yang sudah begitu dekat. Dan satu-satunya sikap hidup yang paling tepat dalam menyongsongnya ialah hidup dalam pertobatan. Itulah sebabnya Ia menuntut pertobatan itu, menuntut metanoia, menuntut perubahan sikap hidup dan cara berpikir (meta-nous). Mulai sekarang seluruh hidup (eksistensi) orang harus sepenuhnya diarahkan atau tertuju kepada kehadiran Allah semata-mata. Kedua, tentang pengajaran dan mukjizat Yesus yang menyembuhkan banyak orang. Yesus mewartakan tentang Injil Kerajaan Surga itu di rumah-rumah ibadat. Sebagai bukti dari datang dan hadirnya Kerajaan itu, Yesus menyembuhkan banyak penyakit. Ya, kehadiran kerajaan surga, pemerintahan Allah, the Kingdom of God, bisa mendatangkan perubahan besar dalam hidup dan diri orang-orang. Semoga kita layak menerima mukjizat penyembuhan Yesus karena kita mampu hidup dalam pertobatan. Pertobatan menjadi prasyarat datangnya penyembuhan. Tanpa pertobatan, tidak aka nada penyembuhan. Hidup dalam kehadiran kerajaan surga, memang perlu perubahan radikal dalam perspektif hidup. Perubahan itu ialah pertobatan.
SABTU, 02 JANUARI 2010
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:22-28; Mzm.98:1,2-3ab,3cd-4; Yoh.1:19-28.
Hari ini Peringatan wajib St.Basilius Agung dan Gregorius Naziansus. Mari kita kenang mereka dalam hidup dan doa kita. Hari ini juga Pesta Nama Yesus Yang Tersuci. Mari kita hormati nama Tersuci itu. Injil hari ini berbicara tentang kesaksian Yohanes tentang dirinya. Yohanes tampil memukau. Orang pun bertanya kepadanya mengenai identitasnya. Ia menjawab dengan jujur: ia bukan Mesias. Ia hanya pembuka jalan bagi Mesias yang masih akan datang. Ia mengidentifikasi diri dengan mengutip nabi Yesaya: Akulah suara yang berseru-seru di padang gurun untuk meluruskan jalan bagi Tuhan. Muncul pertanyaan lanjutan mengenai hakekat pembaptisan yang diberikan Yohanes. Sebab mereka mempersoalkan baptisan Yohanes itu, kalau ia bukan Mesias. Sekali lagi di sini Yohanes memberikan penjelasan singkat mengenai pembaptisannya: pembaptisan yang ia berikan adalah pembaptisan dengan air. Di sini kita melihat bagaimana Yohanes menempatkan diri pada tempatnya yang sepatutnya yaitu di bawah Mesias yang akan datang. Pelajaran moral yang dapat ditarik dari sini ialah sbb: Yohanes memberi kita sebuah teladan agung mengenai martabat seorang utusan. Seorang utusan harus berbicara bukan tentang dirinya melainkan tentang Dia yang baginya ia disuruh untuk menjadi pelopor, berjalan mendahului. Jangan sampai terjadi bahwa pelopor menjadi lebih besar dari yang dipelopori. Kita harus belajar satu spiritualitas kerendahan hati dari Yohanes, sebab dari dialah muncul ucapan terkenal ini: Ia harus semakin besar, dan aku harus semakin kecil. Ya, Yesus harus semakin lebih besar dalam diri dan kehidupan kita, dan diri kita harus menjadi semakin kecil. Dengan demikian kita dapat menjadi Kristiani, menjadi pengikut Kristus yang sejati.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:22-28; Mzm.98:1,2-3ab,3cd-4; Yoh.1:19-28.
Hari ini Peringatan wajib St.Basilius Agung dan Gregorius Naziansus. Mari kita kenang mereka dalam hidup dan doa kita. Hari ini juga Pesta Nama Yesus Yang Tersuci. Mari kita hormati nama Tersuci itu. Injil hari ini berbicara tentang kesaksian Yohanes tentang dirinya. Yohanes tampil memukau. Orang pun bertanya kepadanya mengenai identitasnya. Ia menjawab dengan jujur: ia bukan Mesias. Ia hanya pembuka jalan bagi Mesias yang masih akan datang. Ia mengidentifikasi diri dengan mengutip nabi Yesaya: Akulah suara yang berseru-seru di padang gurun untuk meluruskan jalan bagi Tuhan. Muncul pertanyaan lanjutan mengenai hakekat pembaptisan yang diberikan Yohanes. Sebab mereka mempersoalkan baptisan Yohanes itu, kalau ia bukan Mesias. Sekali lagi di sini Yohanes memberikan penjelasan singkat mengenai pembaptisannya: pembaptisan yang ia berikan adalah pembaptisan dengan air. Di sini kita melihat bagaimana Yohanes menempatkan diri pada tempatnya yang sepatutnya yaitu di bawah Mesias yang akan datang. Pelajaran moral yang dapat ditarik dari sini ialah sbb: Yohanes memberi kita sebuah teladan agung mengenai martabat seorang utusan. Seorang utusan harus berbicara bukan tentang dirinya melainkan tentang Dia yang baginya ia disuruh untuk menjadi pelopor, berjalan mendahului. Jangan sampai terjadi bahwa pelopor menjadi lebih besar dari yang dipelopori. Kita harus belajar satu spiritualitas kerendahan hati dari Yohanes, sebab dari dialah muncul ucapan terkenal ini: Ia harus semakin besar, dan aku harus semakin kecil. Ya, Yesus harus semakin lebih besar dalam diri dan kehidupan kita, dan diri kita harus menjadi semakin kecil. Dengan demikian kita dapat menjadi Kristiani, menjadi pengikut Kristus yang sejati.
KAMIS, 31 DESEMBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:18-21; Mzm.96:1-2,11-12.13; Yoh.1:1-18.
Hari ini hari ketujuh oktaf natal. Hari ini juga Peringatan fakultatif, St.Silvester I, Paus. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini amat terkenal; diambil dari pembukaan (prolog) injil Yohanes. Kalau dibaca sekilas, ada tiga bagian besar yang ditampilkan dalam injil hari ini. Pertama, Yohanes berbicara mengenai martabat Firman. Martabat itu sangat luar biasa, karena Firman itu sudah ada pada awal mula. Bahkan Firman itu ada pada Allah, dan juga adalah Allah. Firman itu ikut ambil bagian dalam karya penciptaan pada awal mula. Betapa luar biasanya martabat firman itu. Firman itu hadir di dunia ini sebagai cahaya (terang). Kedua, Yohanes berbicara tentang seseorang yang bernama Yohanes. Yohanes ini datang sebagai saksi bagi terang itu. Ia bukan terang itu. Kesaksian Yohanes ini penting, karena melalui kesaksian dia diharapkan semua orang bisa menjadi percaya. Ketiga, injil berbicara tentang misteri penjelmaan Firman yang pada awal mula itu ada pada Allah. Firman itu dikatakan menjadi manusia. Itulah misteri inkarnasi, verbum caro factum est. Yohanes bersaksi tentang datang dan kehadiran sang Firman yang menjadi manusia ini. Di sini dilukiskan juga mengenai martabat luhur sang firman itu. Kita menerima anugerah demi anugerah dari Dia dan oleh karena kehadirannNya. Yohanes juga berteologi tentang prioritas Yesus di atas Musa. Kalau melalui Musa kita menerima hukum Taurat, melalui Yesus Kristus kita menerima anugerah dan kebenaran. Semoga kita layak menerima dan menghayati martabat baru ini sebagai para pengikut Yesus Kristus, yakni hidup dalam cahaya, dan pada gilirannya menjadi cahaya itu sendiri.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:18-21; Mzm.96:1-2,11-12.13; Yoh.1:1-18.
Hari ini hari ketujuh oktaf natal. Hari ini juga Peringatan fakultatif, St.Silvester I, Paus. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini amat terkenal; diambil dari pembukaan (prolog) injil Yohanes. Kalau dibaca sekilas, ada tiga bagian besar yang ditampilkan dalam injil hari ini. Pertama, Yohanes berbicara mengenai martabat Firman. Martabat itu sangat luar biasa, karena Firman itu sudah ada pada awal mula. Bahkan Firman itu ada pada Allah, dan juga adalah Allah. Firman itu ikut ambil bagian dalam karya penciptaan pada awal mula. Betapa luar biasanya martabat firman itu. Firman itu hadir di dunia ini sebagai cahaya (terang). Kedua, Yohanes berbicara tentang seseorang yang bernama Yohanes. Yohanes ini datang sebagai saksi bagi terang itu. Ia bukan terang itu. Kesaksian Yohanes ini penting, karena melalui kesaksian dia diharapkan semua orang bisa menjadi percaya. Ketiga, injil berbicara tentang misteri penjelmaan Firman yang pada awal mula itu ada pada Allah. Firman itu dikatakan menjadi manusia. Itulah misteri inkarnasi, verbum caro factum est. Yohanes bersaksi tentang datang dan kehadiran sang Firman yang menjadi manusia ini. Di sini dilukiskan juga mengenai martabat luhur sang firman itu. Kita menerima anugerah demi anugerah dari Dia dan oleh karena kehadirannNya. Yohanes juga berteologi tentang prioritas Yesus di atas Musa. Kalau melalui Musa kita menerima hukum Taurat, melalui Yesus Kristus kita menerima anugerah dan kebenaran. Semoga kita layak menerima dan menghayati martabat baru ini sebagai para pengikut Yesus Kristus, yakni hidup dalam cahaya, dan pada gilirannya menjadi cahaya itu sendiri.
RABU, 30 DESEMBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:12-17; Mzm.96:7-8a.8b-0.10; Luk.2:36-40.
Hari ini hari keenam Oktaf Natal. Injil hari ini mengisahkan salah satu adegan menarik di Bait Allah ketika Yesus dipersembahkan di sana oleh orang tuaNya. Di Bait Allah itu ada dua orang istimewa: Simeon dan Hana. Hari ini kita secara khusus melihat pelukisan mengenai Hana. Ia nabiah (nabi perempuan). Mungkin baik juga kita lihat pelukisan rinci mengenai nabiah ini. Usianya sudah lanjut. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah. Siang dan malam selalu beribadah dengan berdoa dan berpuasa. Bersama Simeon, mereka menjadi model orang yang hidup sepenuhnya dalam kehadiran Allah yang mahakuasa. Hidup sepenuhnya tergantung dan percaya kepada Allah. Sebagaimana halnya Simeon, Hana juga berkidung tentang Anak itu. Hanya kita tidak mempunyai warisan kidung Hana. Tetapi pada kesempatan lain secara imajinatif kiranya kita bisa membuatnya. Inti kidung Hana itu ialah ucapan syukur kepada Allah, dan pelukisan rinci mengenai Anak Ajaib itu. Yang jelas, secara tersirat Hana mengkaitkan kehadiran Anak itu dengan kelepasan Yerusalem. Selanjutnya dikatakan bahwa setelah selesai dengan semua upacara di bait Allah itu, Yesus bersama kedua orang tuaNya kembali ke Nazaret. Kiranya pelajaran moral yang dapat kita tarik dari injil hari ini sangat jelas. Yaitu hidup sepenuhnya dalam kehadiran Allah, menantikan kerajaan Allah. Hidup sepenuhnya tergantung pada Allah dan bukan pada diri sendiri. Dan tepat pada waktunya, mata harus tetap terbuka agar dapat melihat datang dan kehadiran Anak Ajaib yang berasal dari Allah itu.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:12-17; Mzm.96:7-8a.8b-0.10; Luk.2:36-40.
Hari ini hari keenam Oktaf Natal. Injil hari ini mengisahkan salah satu adegan menarik di Bait Allah ketika Yesus dipersembahkan di sana oleh orang tuaNya. Di Bait Allah itu ada dua orang istimewa: Simeon dan Hana. Hari ini kita secara khusus melihat pelukisan mengenai Hana. Ia nabiah (nabi perempuan). Mungkin baik juga kita lihat pelukisan rinci mengenai nabiah ini. Usianya sudah lanjut. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah. Siang dan malam selalu beribadah dengan berdoa dan berpuasa. Bersama Simeon, mereka menjadi model orang yang hidup sepenuhnya dalam kehadiran Allah yang mahakuasa. Hidup sepenuhnya tergantung dan percaya kepada Allah. Sebagaimana halnya Simeon, Hana juga berkidung tentang Anak itu. Hanya kita tidak mempunyai warisan kidung Hana. Tetapi pada kesempatan lain secara imajinatif kiranya kita bisa membuatnya. Inti kidung Hana itu ialah ucapan syukur kepada Allah, dan pelukisan rinci mengenai Anak Ajaib itu. Yang jelas, secara tersirat Hana mengkaitkan kehadiran Anak itu dengan kelepasan Yerusalem. Selanjutnya dikatakan bahwa setelah selesai dengan semua upacara di bait Allah itu, Yesus bersama kedua orang tuaNya kembali ke Nazaret. Kiranya pelajaran moral yang dapat kita tarik dari injil hari ini sangat jelas. Yaitu hidup sepenuhnya dalam kehadiran Allah, menantikan kerajaan Allah. Hidup sepenuhnya tergantung pada Allah dan bukan pada diri sendiri. Dan tepat pada waktunya, mata harus tetap terbuka agar dapat melihat datang dan kehadiran Anak Ajaib yang berasal dari Allah itu.
SELASA, 29 DESEMBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:3-11; Mzm.96:1-2a.2b-3.5b-6; Luk.2:22-35.
Hari ini hari Kelima Oktaf Natal. Hari ini ada Peringatan Fakultatif St.Thomas Becket. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini mengisahkan kepada kita tentang penyunatan Yesus dan penyerahan Yesus kepada Tuhan di Bait Allah di Yerusalem. Orang tua Yesus adalah orang Yahudi yang taat, yang tekun melaksanakan perintah dan ketetapan hukum Taurat bagi anak mereka. Salah satu ketetapan itu ialah bahwa anak sulung harus dipersembahkan kepada Allah. Itulah yang dilakukan orang tua Yesus dalam injil hari ini. Sebagai persembahan mereka bawa burung tekukur atau dua anak merpati. Itulah persembahan kaum miskin, kaum anawim. Injil juga mengisahkan tentang kehadiran Simeon di Bait Allah. Ia adalah orang benar dan saleh, yang menantikan penghiburan Israel. Ketika Yesus dipersembahkan di Bait Allah, Simeon dipenuhi Roh Kudus sehingga ia bisa mengetahui kehadiran anak itu dan juga mengetahui siapa anak itu. Karena digerakkan oleh Roh Kudus maka Simeon datang ke Bait Allah. Ketika melihat anak itu, ia merasa sangat bersukacita dan ia pun menggendong anak itu lalu melambungkan doa syukur dan pujian kepada Allah. Ia yang menantikan kehadiran Mesias, merasa bahwa hidupnya sudah terpenuhi, sudah sampai pada puncaknya. Ia merasa ia boleh pergi dalam damai sejahtera karena ia melihat Mesias, keselamatan dari Allah. Kidung ini dipakai dalam tradisi doa gereja Katolik untuk doa malam dan dikenal dengan istilah, Nunc Dimittis. Dalam terang Roh Kudus Simeon berbicara tentang anak itu kelak. Ia akan menjadi tanda perbantahan dunia, menjadi sign of contradiction. Hal itu akan menjadi sesuatu yang berat bagi orang tuanya terutama sang ibu. Itulah sebabnya Simeon berkata: kelak suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
BcE. 1Yoh.2:3-11; Mzm.96:1-2a.2b-3.5b-6; Luk.2:22-35.
Hari ini hari Kelima Oktaf Natal. Hari ini ada Peringatan Fakultatif St.Thomas Becket. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini mengisahkan kepada kita tentang penyunatan Yesus dan penyerahan Yesus kepada Tuhan di Bait Allah di Yerusalem. Orang tua Yesus adalah orang Yahudi yang taat, yang tekun melaksanakan perintah dan ketetapan hukum Taurat bagi anak mereka. Salah satu ketetapan itu ialah bahwa anak sulung harus dipersembahkan kepada Allah. Itulah yang dilakukan orang tua Yesus dalam injil hari ini. Sebagai persembahan mereka bawa burung tekukur atau dua anak merpati. Itulah persembahan kaum miskin, kaum anawim. Injil juga mengisahkan tentang kehadiran Simeon di Bait Allah. Ia adalah orang benar dan saleh, yang menantikan penghiburan Israel. Ketika Yesus dipersembahkan di Bait Allah, Simeon dipenuhi Roh Kudus sehingga ia bisa mengetahui kehadiran anak itu dan juga mengetahui siapa anak itu. Karena digerakkan oleh Roh Kudus maka Simeon datang ke Bait Allah. Ketika melihat anak itu, ia merasa sangat bersukacita dan ia pun menggendong anak itu lalu melambungkan doa syukur dan pujian kepada Allah. Ia yang menantikan kehadiran Mesias, merasa bahwa hidupnya sudah terpenuhi, sudah sampai pada puncaknya. Ia merasa ia boleh pergi dalam damai sejahtera karena ia melihat Mesias, keselamatan dari Allah. Kidung ini dipakai dalam tradisi doa gereja Katolik untuk doa malam dan dikenal dengan istilah, Nunc Dimittis. Dalam terang Roh Kudus Simeon berbicara tentang anak itu kelak. Ia akan menjadi tanda perbantahan dunia, menjadi sign of contradiction. Hal itu akan menjadi sesuatu yang berat bagi orang tuanya terutama sang ibu. Itulah sebabnya Simeon berkata: kelak suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.
SENIN, 28 DESEMBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG.
BcE. 1Yoh.1:5-2:2; Mzm.124:2-3.4-5.7b-8; Mat.2:13-18.
Hari ini hari keempat Oktaf Natal. Hari ini juga Pesta Kanak-kanak Suci. Injil hari ini berkisah tentang dua hal penting di awal hidup Yesus. Pertama, mengenai pengungsian ke Mesir. Keluarga kudus adalah keluarga pengungsi, keluarga perantau. Mereka mengungsi karena ancaman dan tekanan politik. Jadi, termasuk kategori pengungsi politik. Perhatian terhadap pengungsi sangat penting dalam pastoral kita. Itu sebabnya perlu pastoral Migrant dan perantau seperti dianjurkan Erga Migrantes Caritas Christi. Kedua, mengenai pembantaian anak-anak di Betlehem atas perintah Herodes. Ini peristiwa tragis: anak-anak menjadi korban kekejaman penguasa. Hal itu pasti menimbulkan kesedihan dan ratap tangis yang tidak terhiburkan karena anak, masa depan kehidupan, sudah mati, sudah tiada lagi. Anak-anak harus diberi perlindungan dalam hak-hak azasi mereka. Salah satunya ialah hak hidup. Undang-undang perlindungan anak sangat penting. Itu sebabnya kita bersyukur Negara meratifikasi undang-undang perlindungan anak yang sangat penting bagi masa depan kemanusiaan. Ada beberapa pelajaran moral yang dapat kita tarik dari injil hari ini. Pertama, para pengungsi harus diberi perhatian dan perlindungan sebab hal itu adalah kewajiban mendasar dan bersifat kemanusiaan. Mengapa dikatakan demikian? Itu karena ada kondisi yang terjadi yang berada di luar kehendak korban. Pengungsi adalah korban. Dan di hadapan korban kita harus memperlihatkan rasa cinta kasih dan perhatian. Kedua, dalam konflik politik, semua pihak harus sampai pada kesepakatan moral yang harus dilindungi dan diupayakan bersama yaitu agar menghormati hidup dan masa depan. Kalau hal ini tidak terjadi, maka masa depan terancam rusak, masa depan kemanusiaan pun hancur. Jadi, hal itu sangat penting.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG.
BcE. 1Yoh.1:5-2:2; Mzm.124:2-3.4-5.7b-8; Mat.2:13-18.
Hari ini hari keempat Oktaf Natal. Hari ini juga Pesta Kanak-kanak Suci. Injil hari ini berkisah tentang dua hal penting di awal hidup Yesus. Pertama, mengenai pengungsian ke Mesir. Keluarga kudus adalah keluarga pengungsi, keluarga perantau. Mereka mengungsi karena ancaman dan tekanan politik. Jadi, termasuk kategori pengungsi politik. Perhatian terhadap pengungsi sangat penting dalam pastoral kita. Itu sebabnya perlu pastoral Migrant dan perantau seperti dianjurkan Erga Migrantes Caritas Christi. Kedua, mengenai pembantaian anak-anak di Betlehem atas perintah Herodes. Ini peristiwa tragis: anak-anak menjadi korban kekejaman penguasa. Hal itu pasti menimbulkan kesedihan dan ratap tangis yang tidak terhiburkan karena anak, masa depan kehidupan, sudah mati, sudah tiada lagi. Anak-anak harus diberi perlindungan dalam hak-hak azasi mereka. Salah satunya ialah hak hidup. Undang-undang perlindungan anak sangat penting. Itu sebabnya kita bersyukur Negara meratifikasi undang-undang perlindungan anak yang sangat penting bagi masa depan kemanusiaan. Ada beberapa pelajaran moral yang dapat kita tarik dari injil hari ini. Pertama, para pengungsi harus diberi perhatian dan perlindungan sebab hal itu adalah kewajiban mendasar dan bersifat kemanusiaan. Mengapa dikatakan demikian? Itu karena ada kondisi yang terjadi yang berada di luar kehendak korban. Pengungsi adalah korban. Dan di hadapan korban kita harus memperlihatkan rasa cinta kasih dan perhatian. Kedua, dalam konflik politik, semua pihak harus sampai pada kesepakatan moral yang harus dilindungi dan diupayakan bersama yaitu agar menghormati hidup dan masa depan. Kalau hal ini tidak terjadi, maka masa depan terancam rusak, masa depan kemanusiaan pun hancur. Jadi, hal itu sangat penting.
SABTU, 26 DESEMBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG.
BcE. Kis.6:8-10. 7:54-59; Mzm.31:3cd-4.6.8ab.16bc.17; Mat.10:17-22.
Hari ini ada Pesta St.Stefanus. Dia adalah sang Martir Pertama dalam sejarah gereja Katolik. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berkisah tentang nubuat mengenai penganiayaan yang akan datang dan soal keberanain pengakuan iman akan nama Yesus. Dikatakan bahwa akan terjadi peristiwa tragis di mana para pengikut Kristus akan diseret dan diserahkan ke pengadilan, dan di sana mereka akan disiksa, dicambuk, dianiaya. Dan itu semua terjadi karena pengakuan akan nama Yesus. Menakutkan. Mengerikan. Tetapi sekaligus di sini diberikan sebuah janji penghiburan yang membesarkan hati. Dikatakan bahwa jika hal itu terjadi, para murid tidak usah sibuk atau repot memikirkan kata-kata pembelaan mereka. Mengapa? Karena hal itu akan diberikan secara langsung melalui ilham daya Roh Kudus kepada mereka. Ilham itu akan membuat para penguasa dunia tidak berdaya menghadapi mereka. Tentu saja hal ini secara manusiawi amat menakutkan. Dan hal itu wajar saja. Kita juga tentu saja tidak menghendakinya. Tetapi, suatu saat mungkin hal itu tidak terhindarkan lagi. Suatu saat akan terjadi juga, begitu saja. Kalau hal itu sampai terjadi, dan kita bertekun di dalam iman, maka hal itu akan menentukan mutu iman mereka dan juga sekaligus menentukan keselamatan mereka. Apa yang dialami Stefanus adalah contoh kongkret dan sekaligus model pertama dari kemartiran dalam sejarah Gereja Katolik. Ia diseret ke pengadilan agama. Lalu dirajam. Tetapi sebelum itu ia dengan kata-kata cemerlang memberikan pembelaannya di hadapan mahkamah agama di Yerusalem sebagaimana dilukiskan dengan sangat baik dalam Kisah Para Rasul itu. Kasus Stefanus adalah sebuah contoh yang jelas bahwa nasib para murid tidak berbeda jauh dari nasib sang Guru. Guru mati disalib, maka para muridpun jangan mengharapkan nasib yang lebih baik. Ya, kita sudah diberi model. Tinggal kita melihat, belajar, dan melaksanakannya.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG.
BcE. Kis.6:8-10. 7:54-59; Mzm.31:3cd-4.6.8ab.16bc.17; Mat.10:17-22.
Hari ini ada Pesta St.Stefanus. Dia adalah sang Martir Pertama dalam sejarah gereja Katolik. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini berkisah tentang nubuat mengenai penganiayaan yang akan datang dan soal keberanain pengakuan iman akan nama Yesus. Dikatakan bahwa akan terjadi peristiwa tragis di mana para pengikut Kristus akan diseret dan diserahkan ke pengadilan, dan di sana mereka akan disiksa, dicambuk, dianiaya. Dan itu semua terjadi karena pengakuan akan nama Yesus. Menakutkan. Mengerikan. Tetapi sekaligus di sini diberikan sebuah janji penghiburan yang membesarkan hati. Dikatakan bahwa jika hal itu terjadi, para murid tidak usah sibuk atau repot memikirkan kata-kata pembelaan mereka. Mengapa? Karena hal itu akan diberikan secara langsung melalui ilham daya Roh Kudus kepada mereka. Ilham itu akan membuat para penguasa dunia tidak berdaya menghadapi mereka. Tentu saja hal ini secara manusiawi amat menakutkan. Dan hal itu wajar saja. Kita juga tentu saja tidak menghendakinya. Tetapi, suatu saat mungkin hal itu tidak terhindarkan lagi. Suatu saat akan terjadi juga, begitu saja. Kalau hal itu sampai terjadi, dan kita bertekun di dalam iman, maka hal itu akan menentukan mutu iman mereka dan juga sekaligus menentukan keselamatan mereka. Apa yang dialami Stefanus adalah contoh kongkret dan sekaligus model pertama dari kemartiran dalam sejarah Gereja Katolik. Ia diseret ke pengadilan agama. Lalu dirajam. Tetapi sebelum itu ia dengan kata-kata cemerlang memberikan pembelaannya di hadapan mahkamah agama di Yerusalem sebagaimana dilukiskan dengan sangat baik dalam Kisah Para Rasul itu. Kasus Stefanus adalah sebuah contoh yang jelas bahwa nasib para murid tidak berbeda jauh dari nasib sang Guru. Guru mati disalib, maka para muridpun jangan mengharapkan nasib yang lebih baik. Ya, kita sudah diberi model. Tinggal kita melihat, belajar, dan melaksanakannya.
KAMIS, 24 DESEMBER 2009
Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies)FF-UNPAR Bandung.
(Pagi)
BcE.2Sam.7:1-5.8b-12.16; Mzm.89:2-3.4-5.27.29; Luk.1:67-79.
Injil hari ini mengisahkan kepada kita Kidung Zakharia yang terkenal dan sangat indah itu. Menurut kisah dalam Injil ini, konon Zakharia mengucapkan kidung ini setelah peristiwa kelahiran Yohanes, anaknya. Kidung ini dipakai dalam tradisi doa Gereja Katolik, untuk ibadat Pagi (Laudes). Secara teknis dikenal dengan istilah Benedictus, karena dalam teks Latin, itulah kata pertama yang dipakai di awal lagu tersebut. Setelah sekian lama membisu, akhirnya Zakharia bisa berbicara lagi sesaat setelah anaknya lahir, setelah janji Allah melalui malaekatnya terbukti atau terlaksana. Zakharia terkagum-kagum di hadapan karya ajaib Allah. Dan sekarang kekaguman itu terluapkan dalam kata-kata atau lagu pujian. Ya, lagu itu adalah sebuah lagu pujian: itu tampak dari baris paling pertama, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel.” Sesudah itu diberikan rangkaian alasan bagi pujian itu. Alasan itu ditemukan terutama dalam tindakan atau perbuatan Allah dalam sejarah bagi umatNya. Lagu ini juga menjelaskan mengenai peranan Yohanes Pembaptis dalam bentangan dan rentangan sejarah keselamatan. Ia harus berjalan mendahului Tuhan. Dan hal itu terjadi untuk memberikan kepada umatNya pengertian akan shalom Allah. Ia sendiri akan menjadi tanda paling gemilang shalom Allah, yang akan bersinar laksana Surya pagi dari tempat yang tinggi. Datangnya sinar pagi itu akan menyinari mereka yang tinggal dalam kegelapan dan dalam naungan maut. Itu semua akan terarah kepada lorong jalan damai sejahtera. Malam ini, damai sejahtera Allah itu akan kita terima, kita alami dalam peristiwa kelahiran agung Tuhan Kita Yesus Kristus. Semoga kita sudah siap menyongsongnya.
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies)FF-UNPAR Bandung.
(Pagi)
BcE.2Sam.7:1-5.8b-12.16; Mzm.89:2-3.4-5.27.29; Luk.1:67-79.
Injil hari ini mengisahkan kepada kita Kidung Zakharia yang terkenal dan sangat indah itu. Menurut kisah dalam Injil ini, konon Zakharia mengucapkan kidung ini setelah peristiwa kelahiran Yohanes, anaknya. Kidung ini dipakai dalam tradisi doa Gereja Katolik, untuk ibadat Pagi (Laudes). Secara teknis dikenal dengan istilah Benedictus, karena dalam teks Latin, itulah kata pertama yang dipakai di awal lagu tersebut. Setelah sekian lama membisu, akhirnya Zakharia bisa berbicara lagi sesaat setelah anaknya lahir, setelah janji Allah melalui malaekatnya terbukti atau terlaksana. Zakharia terkagum-kagum di hadapan karya ajaib Allah. Dan sekarang kekaguman itu terluapkan dalam kata-kata atau lagu pujian. Ya, lagu itu adalah sebuah lagu pujian: itu tampak dari baris paling pertama, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel.” Sesudah itu diberikan rangkaian alasan bagi pujian itu. Alasan itu ditemukan terutama dalam tindakan atau perbuatan Allah dalam sejarah bagi umatNya. Lagu ini juga menjelaskan mengenai peranan Yohanes Pembaptis dalam bentangan dan rentangan sejarah keselamatan. Ia harus berjalan mendahului Tuhan. Dan hal itu terjadi untuk memberikan kepada umatNya pengertian akan shalom Allah. Ia sendiri akan menjadi tanda paling gemilang shalom Allah, yang akan bersinar laksana Surya pagi dari tempat yang tinggi. Datangnya sinar pagi itu akan menyinari mereka yang tinggal dalam kegelapan dan dalam naungan maut. Itu semua akan terarah kepada lorong jalan damai sejahtera. Malam ini, damai sejahtera Allah itu akan kita terima, kita alami dalam peristiwa kelahiran agung Tuhan Kita Yesus Kristus. Semoga kita sudah siap menyongsongnya.
Langganan:
Postingan (Atom)