Senin, 31 Agustus 2009

SELASA, 01 SEPTEMBER 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 1Tes.5:1-6.9-11; Mzm.27:1.4.13-14; Luk.4:31-37.



Hari ini ada Peringatan S.Maria Margareta Redi. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, melanjutkan injil kemarin. Dari Nazaret, Yesus terus ke Kapernaum. Kalau di Nazaret Yesus ditolak, di Kapernaum Yesus diterima dengan senang hati. Orang-orang di Kapernaum mendengarkan perkataan Yesus yang penuh daya kuasa. Di sinilah Yesus menyembuhkan orang yang kerasukan setan di rumah ibadat. Yang menarik perhatian ialah bahwa sebelum ada adegan pengusiran, terlebih dahulu ada pernyataan dari setan mengenai identitas Yesus. Tetapi Yesus tidak mempedulikan hal itu. Ia tetap mengusir setan tersebut agar meninggalkan orang tadi. Dan ternyata, setan itu keluar. Ia taat kepada perintah Tuhan. Ketika melihat tanda ajaib itu, muncullah reaksi kedua. Reaksi pertama tadi, adalah reaksi terhadap pengajaran Yesus. Reaksi kedua, adalah reaksi terhadap karya mukjizat Yesus. Keduanya sama: memuji dan mengagumi perkataan (pengajaran) dan perbuatan Yesus. Perkataan penuh daya kuasa, dan perbuatan ajaib itulah yang menjadi bentara bagi Yesus. Perkataan dan perbuatan itu seakan-akan mempunyai daya kekuatan magis untuk mewartakan tentang Yesus. Itulah memang daya kekuatan kata-kata dan perbuatan: mampu mewartakan secara sangat efektif mengenai siapa yang mengucapkan kata itu. Dan bagaimana sikap atau reaksi kita? Semoga kita termasuk orang yang percaya dan menerima Sabda yang diwartakan kepada kita secara turun temurun dari waktu ke waktu.

SENIN, 31 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 1Tes.4:13-17a; Mzm.96:1.3.4-5.11-12.13; Luk.4:16-30.


Hari ini hari biasa. Tetapi Injil hari ini, sangat terkenal, sebab di sini dipentaskan salah satu adegan penting dalam hidup Yesus. Adegan penting yang dimaksud ialah fakta bahwa Yesus ditolak di Nazaret. Tetapi mengapa Ia ditolak? Yesus ditolak karena perkataanNya dianggap menyinggung perasaan orang-orang Nazaret. Bagaimana pun juga orang Nazaret itu juga adalah orang-orang Yahudi. Tetapi justru tentang orang Yahudi itulah Yesus bercerita tentang dua peristiwa yang terjadi di dalam perjanjian lama. Peristiwa pertama, mukjizat yang terjadi pada diri janda di Sarfat itu. Tuhan mengutus Elia ke sana, padahal di Israel sendiri ada banyak juga janda yang memerlukan pertolongan. Dan di sana, dengan pertolongan Tuhan, Elia mengerjakan mukjizat, penggandaan tepung dan minyak, sehingga mereka bisa bertahan hidup selama musim kering yang berkepanjangan. Hidup mereka diselenggarakan Tuhan sendiri. Peristiwa kedua, ialah penyembuhan Naaman, orang Siria itu. Dengan sengaja dan terang-terangan Yesus mengkontraskan apa yang terjadi. Pada saat itu ada banyak orang yang sakit kusta. Tetapi justru hanya satu orang saja yang disembuhkan. Dan itu pun bukan orang Israel, melainkan orang Siria. Jadi, shalom Allah ditawarkan kepada semua orang, tidak hanya dibatasi pada batas-batas Israel saja. Itulah yang menyebabkan orang-orang itu menjadi marah besar. Mereka lalu menolak Yesus, dan bahkan mereka mau melemparinya dengan batu. Bagaimana dengan sikap anda sendiri? Hanya anda sendiri yang tahu.

SABTU, 29 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Yer.1:17-19; Mzm.71:1-2.3-4a.5-6ab.15ab.17; Mrk.6:17-29.



Hari ini adalah Pesta wafatnya St.Yohanes Pembaptis. Mari kita kenang tokoh agung ini dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, amat terkenal, yaitu pembunuhan Yohanes Pembaptis. Di sini amat terasa jalin-menjalin yang tidak terhindarkan antara moral dan etika politik serta kekuasaan. Pada panggung kekuasaan ada Raja Herodes. Di belakang panggung ada Filipus, saudara Herodes ini. Mungkin ada persaingan kekuasaan di antara mereka. Tetapi yang tampak ke permukaan ialah, persaingan cinta. Tidak tanggung-tanggung Herodes menyingkirkan Filipus dengan membunuhnya, lalu mengambil istrinya yang cantik, Herodias. Kira-kira seperti drama penyingkiran Uria oleh Daud karena Daud birahi pada Batsyeba. Dan memang terjadilah demikian. Di sinilah moral masuk ke dalam panggung politik. Yohanes Pembaptis mengecam tindakan Herodes itu. Herodes sendiri sebenarnya diam saja. Tetapi Herodias-lah yang menjadi panas hati. Maka ia mencari-cari kesempatan untuk menyingkirkan orang yang mengecam percintaannya dengan sang Raja. Selama Yohanes masih hidup, ia akan selalu menjadi ganjalan dan gangguan dalam suara hatinya. Kesempatan emas itu datang pada saat pesta ulang tahun sang raja. Sang raja yang terlena oleh indahnya tarian sang putri Herodias bersumpah memberikan apa saja yang ia minta. Ternyata ia meminta kepala Yohanes. Demi sumpah politiknya, Herodes tidak bisa dan tidak mau mundur. Moral, dikalahkan oleh karut-marut politik. Politik memang kotor. Tetapi kita dipanggil untuk terlibat di dalamnya, membuatnya menjadi suci, memberinya semacam aura suci. Semoga berhasil usaha dan harapan itu.

JUM'AT, 28 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 1Tes.4:1-8; Mzm.97:1.2b.5-6.10.11-12; Mat.25:1-13.



Hari ini ada pesta Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja. Ada beberapa serikat hidup bakti yang merayakan beliau secara istimewa: OAD, OSA, AP, OSC, PIJ, SCMM, SSCC, SVD. Mari kita kenang tokoh agung dan terkenal ini dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, amat terkenal. Ini adalah perumpamaan tentang 10 gadis. Lima di antaranya gadis bodoh. Lima lagi gadis bijaksana. Kebodohan dan kebijaksanaan itu tampak dalam sikap dan perbuatan mereka. Kesepuluhnya sama-sama membawa pelita untuk menyongsong mempelai. Tetapi kelima gadis bodoh itu, tidak membawa minyak tambahan. Sedangkan kelima gadis bijaksana itu, membawa minyak tambahan. Ketika saatnya mempelai datang, di mana mereka harus bersiap-siap dengan pelita mereka, ternyata mintak kelima gadis bodoh itu tidak cukup. Pelita mereka pun padam. Mereka mencoba meminta sebagian minyak pada kelima gadis pintar itu. Tetapi hal itu ditolak, sebab hal itu akan menyebabkan minyak itu tidak mencukupi. Maka mereka dinasihatkan untuk pergi mencari minyak di tempat lain. Pada saat mereka pergi itulah, pintu perjamuan pesta sang mempelai dibuka. Dan kelima gadis bijaksana itu masuk ke dalamnya. Ketika kelima gadis bodoh itu kembali lagi, mereka sudah tidak dibukakan pintu. Nasihatnya sangat jelas: bersiap-siap dan berjaga-jagalah selalu. Sebab kita tidak tahu kapan saatnya tiba. Tetapi apabila saat itu tiba, kita sudah harus siap menerima atau menyongsongnya. Semoga kita berada pada baris kelima gadis bijaksana itu.

KAMIS, 27 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 1Tes.3:7-13; Mzm.90:3-4.12-13.14.17; Mat.24:42-51.



Hari ini ada peringatan st.Monika, teladan ibu pendoa dan mendamba. Ketekunannya berdoa membuahkan pertobatan dalam diri anaknya, Agustinus. Beberapa serikat hidup bakti mempestakan hari ini. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, mengandung dua pesan penting. Pertama, pesan untuk berjaga-jaga. Mengapa itu penting? Karena kita tidak tahu kapan hari Tuhan datang. Hanya Tuhan yang tahu. Tidak ada manusia yang tahu. Jangan percaya pada ramalan orang-orang gila. Sikap yang paling tepat ialah, selalu berjaga-jaga. Ibarat yang dipakai pun tepat: berjaga-jaga menjaga rumah, jangan sampai kemalingan. Kedua, perumpamaan tentang hamba setia dan hamba jahat. Jadi, di sini dipentaskan dua macam sikap atau perilaku hidup. Ada hamba yang dengan tekun dan tabah melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya oleh tuannya. Ketekunan itu akan mendapat pahala yang sepatutnya. Status atau jabatan dia akan dipertinggi. Ia mendapat kepercayaan untuk mengemban tugas dan tanggung-jawab yang lebih besar dan lebih berat lagi. Sebaliknya, ada hamba yang teledor. Ia mengira tuannya masih jauh. Kalau ia masih jauh, maka apa saja yang ia perbuat tidak akan ketahuan. Maka ia pun mulai melakukan kekejaman terhadap sesama hambanya. Ia sama sekali tidak memperlihatkan rasa tanggung jawab sebagai seorang hamba. Padahal mutu dia sebagai seorang hamba akan kelihatan justru pada kesetiaan dia melaksanakan tugas biarpun sang tuan tidak ada di tempat. Ia tidak lagi taat karena kehadiran yang dekat dari sang tuan, melainkan ia taat dan setia karena hal itu sudah menjadi perintah suara hatinya sendiri, yang datang dari dalam. Semoga anda semua mendapati diri anda berada pada model hamba yang pertama.

RABU, 26 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 1Tes.2:9-13; Mzm.139:7-8.9-10.11-12ab; Mat.23:27-32.



Hari ini hari biasa. Tetapi ada peringatan untuk Dominikus dari Bunda Allah, juga untuk St.Teheresia dari Avila. Mari kita mengenang mereka ini dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini juga amat menarik, karena masih melanjutkan kecaman Yesus kepada orang Farisi dan ahli Taurat yang sudah kita baca kemarin. Hanya kali ini, perlambang yang dipakai sudah lain. Kemarin kita baca tentang piala yang dibersihkan sebelah luarnya. Sekarang kita baca tentang perlambang kuburan. Sebelah luarnya putih dan bersih. Tetapi sebelah dalamnya, penuh kebusukan. Kontras ini dipakai Yesus untuk melukiskan perilaku moral-etis orang Farisi dan ahli Taurat. Secara lahiriah mereka tampak serba beres di mata dunia dan masyarakat. Tetapi sesungguhnya tampang luaran yang serba beres itu, sebenarnya hanya menyembunyikan kemunafikan dan kelaliman belaka. Masih ada satu kemunafikan lagi yang dikecam Yesus. Dan ini ada kaitannya dengan perlakuan terhadap sejarah masa silam. Di masa silam, nenek moyang mereka membunuh para nabi. Sekarang, anak cucu mereka membangun tugu peringatan yang indah dan megah bagi para nabi. Tetapi menurut Yesus, sesungguhnya dengan itu, mereka justru menyatakan diri dengan tegas di depan publik bahwa mereka adalah keturunan pembunuh nabi. Jadi, perbuatan mereka membenarkan masa silam mereka. Semoga kita tidak terjebak dalam dosa sejarah seperti itu: menyangka telah memperbaiki dosa sejarah masa silam, malahan justru mengiyakan dan mendukung dosa sejarah masa silam itu.

RABU, 26 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 1Tes.2:9-13; Mzm.139:7-8.9-10.11-12ab; Mat.23:27-32.



Hari ini hari biasa. Tetapi ada peringatan untuk Dominikus dari Bunda Allah, juga untuk St.Teheresia dari Avila. Mari kita mengenang mereka ini dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini juga amat menarik, karena masih melanjutkan kecaman Yesus kepada orang Farisi dan ahli Taurat yang sudah kita baca kemarin. Hanya kali ini, perlambang yang dipakai sudah lain. Kemarin kita baca tentang piala yang dibersihkan sebelah luarnya. Sekarang kita baca tentang perlambang kuburan. Sebelah luarnya putih dan bersih. Tetapi sebelah dalamnya, penuh kebusukan. Kontras ini dipakai Yesus untuk melukiskan perilaku moral-etis orang Farisi dan ahli Taurat. Secara lahiriah mereka tampak serba beres di mata dunia dan masyarakat. Tetapi sesungguhnya tampang luaran yang serba beres itu, sebenarnya hanya menyembunyikan kemunafikan dan kelaliman belaka. Masih ada satu kemunafikan lagi yang dikecam Yesus. Dan ini ada kaitannya dengan perlakuan terhadap sejarah masa silam. Di masa silam, nenek moyang mereka membunuh para nabi. Sekarang, anak cucu mereka membangun tugu peringatan yang indah dan megah bagi para nabi. Tetapi menurut Yesus, sesungguhnya dengan itu, mereka justru menyatakan diri dengan tegas di depan publik bahwa mereka adalah keturunan pembunuh nabi. Jadi, perbuatan mereka membenarkan masa silam mereka. Semoga kita tidak terjebak dalam dosa sejarah seperti itu: menyangka telah memperbaiki dosa sejarah masa silam, malahan justru mengiyakan dan mendukung dosa sejarah masa silam itu.

SELASA, 25 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 1Tes.2:1-8; Mzm.139:1-3.4-6; Mat.23:23-26.



Pada hari ini ada beberapa peringatan fakultatif untuk Ludowikus dan Yosef dari Calasanz. Ada beberapa serikat hidup bakti yang merayakan tokoh-tokoh ini. Mari kita mengenang mereka ini dalam hidup dan doa kita sendiri. Injil hari ini, amat terkenal dan menarik perhatian karena di sini Yesus mengecam orang Farisi dan ahli Taurat. Yesus tidak takut menyatakan mereka itu celaka, mereka munafik. Apa kemunafikan mereka? Yesus menuduh mereka memberi persepuluhan (perbuatan baik kepada Allah) tetapi melupakan tiga hal yang amat penting dalam hidup ini: Keadilan, belas kasihdan dan kesetiaan. Seharusnya orang tidak boleh mengabaikan salah satunya. Yang satu harus dilakukan, yaitu memberi persepuluhan. Tetapi yang lain jangan dilupakan, yaitu memperhatikan keadilan, belas-kasihan dan kesetiaan. Hanya sampai di situ? Tidak! Sebab Yesus juga tidak segan memakai kata-kata kasar: Buta. Ya buta: nyamuk disaring dari minuman, tetapi unta yang seharusnya lebih kelihatan, justru ditelan. Jelas, ini paradoks bagi penglihatan. Akhirnya masih ada satu lagi sikap dan praksis hidup yang sangat dikecam Yesus: yaitu tendensi membersihkan bagian luar, dan mengabaikan kebersihan bagian di dalam. Memang tindakan membersihkan bagian luar akan menyebabkan sesuatu tampak mengkilap, bersih. Tetapi apa gunanya hal itu, kalau tidak diimbangi dengan kebersihan di dalam, yang berasal dari dalam. Jelas, ini adalah tantangan moral-etis bagi kita semua. Apakah kita hanya cenderung membersihkan yang di luar saja, dan mengabaikan kebersihan yang di dalam, yaitu di dalam hati dan pikiran kita? Jawaban terhadap hal ini, hanya anda masing-masing yang tahu.

SENIN, 24 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Why.21:9b-14; Mzm.145:10-11.12-13ab.17-18; Yoh.1:45-51.



Hari ini ada Pesta St.Bartolomeus, Rasul. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, menarik perhatian saya. Ini adalah kisah perjumpaan antara Natanael dan Yesus. Sebelumnya Filipus terlebih dahulu memberitahukan Natanael perihal Yesus. Dalam pemberi-tahuan Filipus kita melihat bahwa Yesus adalah kepenuhan Perjanjian Lama. Jadi, orang ini besar dan luar biasa. Mungkin Filipus berharap akan mendapat reaksi penuh semangat dari Natanael. Tetapi reaksi Natanael, di luar dugaan. Bahkan bisa dianggap melecehkan tempat asal Yesus. Tetapi karena jawaban itulah Yesus mengatakan dengan terus terang kepada Natanael bahwa dia adalah orang jujur. Sedemikian jujurnya sampai tidak ada kepalsuan di dalam dia. Semuanya polos, murni, terawang. Yang menarik ialah bahwa setelah bertemu dengan Yesus, Natanael meloncat dari sikap tidak percaya, menjadi sikap percaya bahkan sampai kepada pengakuan iman. Kepada Natanael yang polos, lugu, tidak mudah percaya, tetapi yang kemudian percaya, Yesus menjanjikan semakin lebih banyak keajaiaban dan mukjizat agung. Menarik bahwa Yesus melukiskan turun-naiknya para malaekat Allah kepada Anak Manusia, seperti yang dulu terjadi dalam mimpi Yakub. Ada beberapa pelajaran penting dari Injil hari ini: Jangan cepat-cepat percaya pada apa yang didengar, melainkan harus diuji. Tetapi kalau sudah melihat tanda-tanda, hendaknya kita jangan juga berlambat melakukan pengakuan iman secara spontan dan kolektif. Anda ada di mana? Hanya anda yang tahu.

Kamis, 27 Agustus 2009

SABTU, 22 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Rut.2:1-3.8-11; 4:13-17; Mzm.128:1-2.3.4.5; Mat.23:1-12.



Hari ini ada Peringatan wajib SP Maria Ratu. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai hari raya dan pesta terkait dengan peringatan ini. Mari kita mengenang atau merayakan hari ini dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, mengajarkan beberapa hal menarik. Pertama, ada jarak yang amat besar antara perkataan dan perbuatan. Orang bisa berkotbah dengan sangat baik, tetapi belum tentu ia melaksanakan kotbah itu dalam hidupnya sendiri. Karena itu Yesus mengingatkan para pengikutNya agar berhati-hati terhadap orang-orang Farisi. Kedua, ada orang yang membuat banyak hukum dan peraturan bagi orang lain, tetapi mereka sendiri tidak mau hidup menurut hukum dan peraturan itu. Ini disebut standar ganda. Ketiga, kalau toh mereka melaksanakan hukum itu, itu bukan karena hukum itu baik, melainkan demi mencari pujian orang. Berdoa, agar dipuji. Berpuasa, agar dipuji. Bersedekah, agar dipuji. Yesus melarang para muridnya agar jangan sampai jatuh ke dalam ketiga macam perbuatan atau sikap yang tidak terpuji ini. Yesus menegaskan beberapa sikap yang harus dilakukan oleh para murid. Tetapi yang paling penting ialah, bahwa kalau ada yang mau menjadi besar, hendaklah ia menjadi yang terkecil, alias menjadi pelayan. Itulah idealisme Yesus: memerintah dengan melayani. Cui servire regnare est. Baginya melayani adalah memerintah. Sebagai para pengikutNya kita harus dapat menerima dan meniru teladan luhur seperti itu.

JUM'AT 21 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Rut:1:1.3-6.14b-16.22; Mzm.146:5-6.7.8-9a.9bc-10; Mat.22:34-40.



Hari ini ada Peringatan Pius X. Mari kita mengenang beliau dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, sangat terkenal karena ia berbicara tentang hukum yang terutama. Perintah utama itu tidak lain ialah perintah kasih. Tidak ada yang lebih utama lagi dari perintah itu. Sedemikian pentingnya perintah ini, maka seluruh hukum Taurat dapat dipadatkan pada satu perintah itu saja. Seorang rabbi yang masih kurang lebih sejaman dengan Yesus, namanya Rabbi Hillel, juga mempunyai pandangan yang kurang lebih sama dengan pandangan Yesus ini. Mereka sangat menekankan perintah kasih itu. Perintah kasih itu mempunyai dua seginya yang menurut Yesus sama-sama pentingnya. Pertama, kasih akan Allah. Dalam hal kasih akan Allah, orang tidak dapat dan tidak boleh main-main juga. Orang harus mencintai dengan sepenuh hati. Tidak boleh ada ruang kosong yang dapat diisi oleh berhala, entah apa pun itu bentuk dan namanya. Kasih akan Allah itu harus bersifat total. Ia harus menyedot seluruh diri dan perhatian orang. Itu artinya kita tidak boleh menyembah berhala. Tidak boleh ada berhala selain Allah saja. Kedua, kasih akan sesama. Menurut Tuhan Yesus, kasih ini sama persis dengan perintah kasih yang pertama. Kita harus mencintai sesama, sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Tidak ada orang yang membenci dirinya sendiri. Semua orang mencintai diri mereka sendiri. Yesus meminta agar orang juga mencintai sesamanya, seperti kita mencintai diri kita sendiri. Itu artinya tidak boleh membunuh baik dalam artian harfiah maupun dalam artian metaforis dari kata itu. Sudahkah kita mencintai Allah dan sesama?

Rabu, 19 Agustus 2009

KAMIS, 20 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Hak.11:29-39a; Mzm.40:5.7-8a.8b-9.10; Mat.22:1-14.



Hari ini ada Peringatan Bernardus. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai hari raya terkait dengan ini. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, berbicara tentang perumpamaan perjamuan kawin. Tuhan Yesus memakai perumpamaan itu untuk kerajaan surga. Semua orang diundang untuk datang ke perjamuan itu. Tetapi orang yang sudah diundang ternyata tidak mau datang, atau berhalangan untuk datang. Orang-orang yang sudah diundang itu diingatkan sampai dua kali. Itu pun tidak mau datang juga. Ada-ada saja alasan mereka. Bahkan ada yang berlaku kasar terhadap utusan sang empunya pesta. Akibatnya, si empunya pesta pun marah. Setelah itu, sekali lagi tuan pesta menitahkan untuk mengundang siapa saja di persimpangan jalan. Segala macam orang pun masuk. Termasuk juga orang yang berpakaian compang-camping. Ketika si raja melihat mereka ia juga marah dan menyuruh orang itu keluar. Apa maunya si raja ini? Yang dimaksudkan ialah bahwa walau tawaran untuk masuk ke dalam kerajaan itu terbuka untuk semua orang, namun kita harus menanggapinya juga selayaknya. Dan tidak dengan asal-asalan saja. Kita juga harus memperlihatkan bahwa kita memang layak untuk itu. Semoga kita didapati layak untuk masuk ke dalam pesta perjamuan kawin sang Tuan itu.

Selasa, 18 Agustus 2009

RABU, 19 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Hak.9:6-15; Mzm.21:2-3.4-5.6-7; Mat.20:1-16a.



Hari ini ada peringatan Yohanes Eudes. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai pesta khusus untuk Ezekhiel Moreno, Ludovikus, Guerikus. Mari kita mengikuti dan mengenang mereka semua dalam dan doa kita. Injil hari ini, berbicara tentang perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur. Dalam perumpamaan itu, Yesus sesungguhnya mau mengajarkan bahwa dunia ini adalah dunia milik kepunyaan Allah dan bahwa semua sumber dayanya adalah melulu anugerah belaka dari Allah sendiri (Mat.20:1-6). Mereka yang bekerja seharian penuh mengeluh bahwa mereka mendapat upah yang sama seperti mereka yang datang belakangan untuk bekerja di kebun itu. Si tuan menjelaskan dengan tegas bahwa ini adalah kebun anggur miliknya dan uangnya juga, dan bahwa ia berhak berbelas kasih seperti yang ia kehendaki. Sebagaimana telah dikatakan oleh seorang teolog pembebasan Juan Luis Segundo (An Evolutionary Approach to Jesus of Nazareth, pp.64ff.), Allah merencanakan kerajaan agar semua punya hak yang sama ke sumber-sumber dayanya. Pemerintahan Allah yang maharahim ini memanggil kita untuk memberi jubah di punggung kita dan berjalan menemani sejauh lebih dari mil yang diminta untuk memastikan bahwa semua memiliki apa yang mereka perlukan dan pantas untuk mereka. Ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah kerajaan dari yang berpunya dan tidak berpunya, dan kaum berprivilese dan kaum pinggiran. Anugerah-anugerah Allah harus dibagikan secara bebas dalam kesetaraan dan keadilan. Ya, sekali lagi Allah bebas dalam keadilan dan belas-kasihnya. Kita harus dapat menerima hal itu.

SELASA, 18 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Hak.6:11-24a; Mzm.85:9.1-12.13-14; Mat.19:23-30.



Hari ini ada Pesta dan peringatan Angelus Agustinus Massinghi, Helena, Gervasius Brunel Paulus Charles (Martir), Elias Desgardin, Alberto Hurtado Cruchaga, Yohana Delanoue. Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, membahas dua hal. Pertama, mengenai sulitnya orang kaya masuk ke dalam kerajaan surga. Yesus mengibaratkan hal itu dengan seekor unta dan lubang jarum. Seekor unta tidak mungkin masuk ke dalam atau melewati lubang jarum. Kira-kira seperti itulah nasib orang kaya. Mereka tidak dapat masuk ke dalam kerajaan surga. Perkataan ini dianggap keras oleh para murid. Mereka berkata satu sama lain bahwa betapa sulitnya masuk ke dalam kerajaan surga itu. Tetapi di hadapan reaksi seperti itu, Yesus menegaskan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Kedua, mengenai upah mengikut Yesus. Persoalan kedua ini ditanyakan oleh Petrus (mewakili para murid lain). Pada kesempatan lain saya sudah menyoroti jawaban Yesus terhadap persoalan ini. Maka kali ini saya mau menyoroti pertanyaan para murid itu sendiri. Begini: pertanyaan itu menyiratkan bahwa ada orang yang mengikuti Yesus dengan pamrih tertentu. Orang mengharapkan bakal mendapat imbalan tertentu karena mengikuti Yesus. Seharusnya tidak demikian. Kita harus mengikuti Yesus tanpa pamrih. Apalagi kalau itu adalah pamrih ekonomis, politis, atau pamrih apa lagi. Perkara mengikut Yesus adalah perkara panggilan suara hati belaka. Kalau dari relasi itu muncul pelbagai konsekwensi, orang tidak akan goyah karenanya. Misalnya, muncul konsekwensi negatif: orang tidak menjadi gentar. Atau kalau muncul konsekwensi positif, juga orang tidak menjadi sombong karenanya. Mengikuti Yesus, seharusnya hanya karena Yesus saja. Yesus itu menjadi titik tujuan dan sentral perjalanan iman kita. Bukan sesuatu yang lain.

SENIN, 17 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Sir.10:1-8; Mzm.101:1a.2ac.3a.6-7; 1Ptr.2:13-17; Mat.22:15-21.



Hari ini Hari Raya kemerdekaan Republik Indonesia. Mari kita ikut merayakannya. Hari ini juga ada beberapa serikat hidup bakti yang mempunyai pesta atau peringatan khusus pada hari ini. Mari kita juga ikut bergembira bersama mereka. Injil hari ini, berbicara tentang hal membayar pajak kepada kaisar. Yesus dijebak oleh para lawannya dengan mengajukan pertanyaan berbau politis: boleh atau tidak membayar pajak kepada kaisar. Ini menjebak karena, kalau dijawab tidak boleh, mereka akan melaporkan Yesus sebagai pembangkang Roma karena tidak mau bayar pajak. Kalau dijawab boleh, mereka akan menganggap Yesus sebagai kaki tangan Roma, setingkat dengan pemungut cukai. Di hadapan jebakan politik terselubung itu, Yesus meminta coin-pajak itu. Setelah melihat gambar dan tulisan yang ada di sana, Yesus menjawab: berilah kepada Kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah yang menjadi hak Allah. Sebuah jawaban cerdas dan taktis. Ada satu pelajaran dari sini: sebagai pengikut Yesus kita juga harus mempunyai kecerdasan dan kepekaan politik seperti itu. Ada juga hal lain yang perlu direnungkan hari ini. Pertama, injil ini dibacakan pada hari Kemerdekaan Indonesia. Ini adalah pesan bahwa orang Katolik tidak boleh bersikap diam atau sekadar netral dari dan di ranah politik. Mereka harus mau dan bisa mengambil sikap dan pilihan politis. Kedua, perlu juga memikirkan tentang kemerdekaan dan pembebasan itu. Tidak ada kemerdekaan dan pembebasan tanpa perjuangan. Kemederkaan hanya dapat tercapai melalui perjuangan tekun, gigih dan berkelanjutan. Itulah paradoks kemerdekaan. Ia hanya dapat dicapai lewat kerja keras, lewat latihan, lewat praksis askese. Analogi terbaik untuk mengerti paradoks kemerdekaan ini ialah: seorang pemain piano. Ia harus berlatih keras melatih jemarinya agar setelah berlatih keras, ia dapat memainkan jemarinya di atas tuts dengan penuh kebebasan. Jemari yang lincah dapat dengan optimal mengungkapkan perasaannya. Itu tidak akan mungkin terjadi kalau jemarinya tidak terlatih. Hari ini, kita perlu menyadari dan mengerti paradoks kemerdekaan itu. Itu sebuah keharusan sebagai manusia Kristiani yang dewasa dan bertanggung-jawab.

Senin, 17 Agustus 2009

SABTU, 15 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Yos.24:14-29; Mzm.16:1-2a.5.7-8.11; Mat.19:13-15.



Beberapa serikat hidup bakti mempunyai pesta dan perayaan tertentu. Teks injil hari ini sangat singkat. Tetapi juga terkenal. Yang dikisahkan di sana ialah Yesus memberkati anak-anak. Yang selalu menarik saya untuk berefleksi ialah bahwa kisah ini, baik oleh Matius maupun Markus ditempatkan persis sesudah Yesus melarang/menentang praksis perceraian. Yesus melakukan hal itu dengan cara melihat kembali ke belakang, ke ikatan perkawinan pada awal mula yang dikehendaki dan direncanakan Allah. Yesus memanggil orang untuk menatap kembali relasi harmonis itu. Dan itulah yang menjadi sumber kebahagiaan keluarga. Dan di dalam keluarga itu ada anak-anak. Anak-anak hanya bisa hidup dan berbahagia dalam keluarga yang harmonis. Mungkin itu yang mau dipesankan oleh Matius dengan cara penyusunan seperti ini. Tetapi kisah perikopa ini sendiri menarik untuk dicermati. Para orang tua membawa anak-anak mereka kepada Yesus untuk didoakan dan diberkati. Anehnya, justru hal itu dilarang atau dicegah oleh para murid. Maka terkenallah ucapan Yesus di sini: biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku. Ucapan ini sangat terkenal karena sering menjadi syair lagu anak-anak sekolah minggu. Tetapi yang menjadi inti ialah perkataan Yesus selanjutnya: sebab orang-orang yang seperti itulah yang punya Kerajaan Surga. Jadi di sini Yesus memberi kriteria untuk dapat masuk ke dalam kerajaan surga. Yaitu: sikap polos, rendah hati, serba spontan, wajar, dan alami dari anak-anak. Kadang-kadang sebagai orang dewasa kita perlu menjadi anak-anak lagi untuk dapat memahami tuntutan ini. Semoga kita mampu untuk itu.

JUM'AT, 14 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Yos.24:1-13; Mzm.136:1-3.16-18.21-22.24; Mat.19:3-12.



Hari ini ada Pesta Maximilianus Maria Kolbe. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Teks ini terkenal karena menjadi salah satu teks titik tolak Teologi Tubuh Yohanes Paulus II. Berdasarkan teks ini beliau membedakan tiga macam manusia. Manusia protologis, manusia historis, manusia eskatologis. Pada manusia protologis berlaku hubungan harmonis perkawinan: mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Dan itu direncanakan dan dikehendaki Allah. Manusia historis, seharusnya masih berlaku juga hubungan harmonis awali itu, tetapi karena kekerasan hati manusia (eksplisit, pria) maka ada kelonggaran. Sedangkan manusia eskatologis, itu tidak kawin dan tidak dikawinkan. Dalam rangka menjelaskan manusia eskatologis itu, Yesus membuat distingsi yang sangat terkenal mengenai tiga jenis orang yang tidak kawin. Pertama, ada orang yang tidak kawin karena memang terlahir seperti itu. Kedua, ada oarng yang tidak kawin karena dibuat oleh orang lain tidak bisa kawin. Itu adalah sida-sida (eunuch, orang yang dikebiri). Ketiga, ada orang yang tidak kawin karena kerajaan Allah. Nah, kelompok yang ketiga inilah yang dipanggil untuk memperlihatkan manusia eskatologis di atas tadi. Mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka hidup seperti malaekat. Mereka mementaskan hidup eskatologis sekarang dan di sini, yaitu di dunia ini. Cara hidup itu sekarang dimainkan oleh para biarawan-biarawati. Itulah panggilan hidup mereka. Mereka mementaskan hidup eskatologis pada tataran historis. Dan itu mutlak mengandaikan iman. Tanpa iman mustahil orang bisa melaksanakan hal itu.

Rabu, 12 Agustus 2009

MINGGU, 11 OKTOBER 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE. Keb.7:7-11; Mzm.90:12-13.14-15.16-17; Ibr.4:12-13; Mrk.10:17-30.



Injil hari ini mengisahkan dua hal. Pertama, mengenai orang kaya yang sukar masuk Kerajaan Allah. Kedua, mengenai upah mengikut Yesus. Pertama, kekayaan tidak bersifat negatif dalam teologi Kristiani. Itu rahmat Allah. Dengan kekayaan orang bisa berbuat banyak. Yang jadi soal ialah, kekayaan itu memisahkan orang dari sesama dan Tuhan. Kekayaan tidak dapat menggantikan relasi langsung dengan sesama dan Tuhan. Tidak jarang terjadi bahwa karena kekayaan, orang menjauhi Tuhan. Orang yang hari ini datang kepada Yesus, bukan orang jahat. Ia baik, taat melaksanakan Taurat. Tetapi menurut Yesus masih ada yang harus dilakukan, yaitu menjual harta dan memberikannya kepada orang miskin. Ini sulit diterima oleh orang tadi. Kekayaan adalah anugerah Tuhan. Kalau dibuang, itu berarti tidak menghargai karunia Allah. Maka ia pun pergi. Kedua, mengenai upah mengikut Yesus. Ini ditanyakan para murid: apa upah kami setelah mengikut Engkau? Jawaban Yesus menarik: upahnya ialah bahwa kita akan mendapat seratus kali lipat dari yang kita korbankan. Agak sulit memberi ilustrasi untuk hal ini. Tetapi kiranya demikian: jika kita rela mengorbankan diri demi Yesus, kita akan mendapat fedback yang tidak terduga. Mungkin dalam bentuk banyak teman, ketika kita sakit banyak yang mengunjungi dan mendoakan kita, kita tidak kesepian. Bayangkan kalau kita hidup tertutup, maka hanya kita yang mengasihani diri kita. Kita hidup dalam sepi yang tidak tertanggungkan. Seperti katak di bawah tempurung. Hidup dalam Firman Tuhan membuka semua dinding yang membatasi relasi, karena firman itu kuat dan penuh kuasa (Bac.II). Bac.I mengilustrasikan orang hikmat yang tidak mengutamakan kekayaan dan intan, melainkan hikmat Allah, yang membahagiakan. Mana prioritas kita? Anda yang tahu.

MINGGU, 04 OKTOBER 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE. Kej.2:18-24; Mzm.128:1-2.3.4-5.6; Ibr.2:9-11; Mrk.10:2-16.



Injil hari ini menarik perhatian. Walau ada usul Kalender liturgi untuk membacakan versi singkatnya, tetapi saya mau mengulasnya utuh. Menarik bahwa Injil mengisahkan dua hal penting. Pertama, mengenai perceraian, atau larangan Yesus atas perceraian. Kedua, ini menarik, Yesus melakukan tindakan amat penting dalam hidup-Nya, memberkati anak-anak. Apa hubungan kedua hal ini? Perkawinan adalah sesuatu yang dikehendaki dan direncanakan Tuhan sejak semula. Hukum Musa memberi kelonggaran bercerai, hanya karena nafsu dan ketegaran hati manusia (dalam Yunani, disebut eksplisit pria). Persekutuan pria-wanita dalam perkawinan direncanakan secara primordial oleh Allah. Anak-anak adalah buah dari hidup perkawinan, walau tidak ditutup kemungkinan ada anak yang lahir di luar konteks itu. Dengan memberkati anak-anak, Yesus menegaskan bahwa anak-anak berhak atas kebahagiaan hidup, juga kebahagiaan dalam keluarga. Karena itu penting sekali menjaga keutuhan hidup keluarga, membangun hidup keluarga yang harmonis, agar di dalam keluarga itu anak-anak dapat bertumbuh-kembang dengan sebaiknya dan selayaknya. Di dalam keluarga itulah, anak diberi kemungkinan untuk berkenalan dengan Tuhan, datang kepada Tuhan. Hal itu tidak mungkin terjadi, kalau keluarga broken-home. Keluarga broken-home akan melahirkan anak-anak broken-heart. Ini menyedihkan. Maka penting sekali kerasulan hidup keluarga itu. Sebab Better marriage, holier culture. Jika perkawinan baik, maka budaya akan jadi baik. Apa yang disinggung dalam Bac.I, terkait dengan injil, sebab Matius mendasarkan ucapan Yesus pada kitab Kejadian. Persatuan pria-wanita dikehendaki Tuhan sejak awal penciptaan. Dan persatuan itu terarah kepada kesuburan dan pengembangan dunia.

MINGGU, 27 SEPTEMBER 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE. Bil.11:25-29; Mzm.19:8.10.12-13.14; Yak.5:1-6; Mrk.9:38-43.47-48.



Injil hari ini mengisahkan beberapa hal menarik. Pertama, tentang orang yang mengusir Setan walau ia bukan pengikut Yesus. Para murid mencegahnya. Menarik apa yang menjadi sikap Yesus: Siapa yang tidak melawan kita, ia di pihak kita. Mungkin perlu mengembangkan sikap ini dalam hidup masyarakat, terutama yang ditandai ragu dan curiga dalam bersosialisasi dan berinteraksi di masyarakat. Sebab di sana, memang ada yang tidak suka pada kita, tetapi ada banyak yang menyukai dan mendukung kita. Kedua, mengenai penyebab dosa. Anak adalah manusia polos dan spontan. Tetapi ada orang yang memanfaatkan dan memanipulasi kepolosan itu. Kita harus sadar akan hal itu, karena kita meratifikasi undang-undang perlindungan anak. Tentang orang seperti itu, Yesus berkata: lebih baik ia ditenggelamkan agar mati. Masih ada dosa lain, yaitu terhadap diri sendiri. Kalau dosa muncul karena salah satu inderamu, sebaiknya indera itu dipotong, sebab lebih baik masuk surga dengan cacat dari pada masuk neraka dengan badan lengkap. Ini moralitas berat. Tentu tidak usah dipahami secara radikal dan harfiah. Yang dimaksud ialah, kita harus melatih organ tubuh agar tidak menjadi sumber dan gerbang dosa. Melatih itu dalam bahasa Yunani ialah askewo, asal-usul kata askese, asketik. Kita harus berlatih terus. Bac.II melukiskan jenis dosa lain, yaitu dosa sosial, dosa dalam relasi dengan sesama seperti penindasan dan ketidak-adilan. Ada yang menjadi kaya karena perilaku seperti ini. Ada yang menderita karenanya. Yakobus mengecam hal itu. Bac.I menyambung dengan Injil: sebagaimana dalam injil murid membatasi orang berbuat baik dalam nama Yesus, demikian juga dalam Bac.I, ada yang mengusulkan untuk membatasi karya Roh. Ini tidak sepatutnya. Kita harus bersukacita karena hal itu.

MINGGU, 20 SEPTEMBER 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M.
BcE. Keb.2:12.17-20; Mzm.54:3-4.5.6.8; Yak.3:16-4:3; Mrk.9:30-37.



Injil hari ini membicarakan dua pokok. Pertama, pemberitahuan kedua tentang penderitaan Yesus. Kedua, diskusi tentang siapa yang terbesar di antara murid. Menarik bahwa urutan kisah injil adalah seperti itu: mulai dengan nubuat derita, disusul pertengkaran para murid mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Menarik karena Yesus terarah kepada penderitaanNya, sedangkan murid sibuk membahas tentang siapa yang terbesar. Obsesi “kebesaran” (megalomania) memang selalu mengganggu banyak orang di dunia ini. Ingin selalu menjadi terdepan, menjadi teratas, menjadi unggulan, menjadi orang nomor satu. Simak saja iklan di televisi kita: kami teratas karena kwalitas. Di hadapan obsesi kebesaran itu Yesus memberi dua kriteria sederhana. Pertama, jika ada orang ingin menjadi yang terbesar, ia harus menjadi yang terkecil. Siapa yang ingin menjadi yang pertama, ia harus menjadi yang terakhir dan menjadi pelayan. Kedua, Ia mengambil seorang anak. Anak itu dijadikan model unggul dalam kerajaan surga. Polos, spontan, serba natural, be natural as a child. Dengan kata lain menjadi rendah hati. Hanya itu syaratnya. Bc.II berbicara tentang hawa nafsu yang menjadi awal pertengkaran dan sengketa. Obsesi kebesaran juga berawal dari nafsu itu. Nafsu itu mendatangkan iri hati dan di mana ada iri hati dan sikap mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Hari ini kita diajak untuk menghindarkan diri dari itu semua. Jika kita tidak bisa menghindarkan diri dari itu semua, berarti kita menjadi orang fasik yang merancangkan dan mendatangkan kejahatan dan bencana bagi orang baik (Bac.I).

KAMIS, 13 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm).
BcE: Yos.3:7-10a.13-17; Mzm.114:1-2.3-4.5-6; Mat.18:21-19:1.



Hari ini ada Peringatan wajib Pontianus (Paus), Hippolitus (imam dan martir). Mari kita mengenang mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini amat menarik. Bagus sekali kalau dibuat teks drama singkat untuk anak-anak. Mungkin ada ibu sekolah minggu yang tertarik. Intinya ialah perumpamaan tentang pengampunan. Menurut Yesus, pengampunan itu tidak ada batasnya. Itulah yang diungkapkan dengan ungkapan: mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Pengampunan itu harus berefek secara sosial, dalam perilaku sosial-etis. Kalau sudah mendapat pengampunan dari Tuhan, maka kita wajib juga mengampuni sesama. Itu hukumnya. Adalah celaka besar kalau kita tidak mengampuni sesama, padahal kita sudah diampuni Tuhan. Itulah celaka yang menimpa orang dalam perumpamaan Yesus ini. Singkatnya ialah sbb: Ada seorang hamba berutang 10000 ribu talenta kepada seorang tuan. Hamba itu tidak bisa membayar hutangnya, ketika sang tuang menagihnya. Hidupnya terancam menjadi budak. Maka ia minta ampun. Tuan itu mengampuni dia. Tetapi ketika hamba itu berhadapan dengan temannya yang hutangnya hanya 100 dinar saja, ia mencekik temannya itu. Ia lupa bahwa ia baru saja luput dari lubang sengsara perbudakan. Peristiwa tragis itu dilaporkan kepada sang tuan. Kita tahu akhir cerita itu. Tinggal kita refleksikan diri sendiri: pernahkah kita merasa diampuni Tuhan? Lalu apa yang menjadi sikap kita terhadap sesama yang mungkin berutang (dalam bentuk apapun) kepada kita? Hanya anda sendiri saja yang tahu.

RABU, 12 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Ul.34;1-12; Mzm.66:1-3a.5.16-17; Mat.18:15-20.



Hari ini ada peringatan fakultatif Yohana Fransiska de Chantal. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini sangat menarik. Ia melukiskan tahap-tahap yang harus dilalui dalam menasihati saudara. Ini correctio fraternal. Ini sebuah kewajiban mendasar manusia agar saudaranya tidak jatuh dalam pencobaan dan dosa. Proses nasihat itu harus melewati tiga tahap. Pertama, menegur di bawah empat mata. Kedua, menegur dengan satu atau dua saksi. Ketiga, membawa persoalan itu kepada jemaat. Ini proses yang luar biasa. Sudah keterlaluan kalau ada orang yang keras kepala sampai tidak bisa mendengarkan nasihat sesama. Orang seperti ini sudah benar-benar tertutup mata hati dan mata kepalanya. Sulit untuk berubah. Kalau sulit berubah, maka ia tidak akan berbuah juga. Itu akibatnya. Selanjutnya, injil berbicara tentang kuasa pengampunan di dunia ini. Kalau di dunia ini sudah terjadi pengampunan, maka dari surga juga akan datang atau mengalir rahmat pengampunan. Selain itu injil juga berbicara tentang kekuatan doa bersama. Berdoa bersama itu jauh lebih efektif. Doa jemaat itu manjur. Doa di dalam dan bersama dengan jemaat memang paling sering dianjurkan dalam tradisi Kristiani. Itu sebabnya Ekaristi kita dirayakan di gereja, di tengah dan bersama dengan jemaat. Doa itu akan menjadi seperti asap dupa korban yang membumbung ke langit dan berkenan kepada Allah. Mengapa demikian? Karena Tuhan Yesus sendiri hadir di sana, di tengah jemaat yang berdoa kepada Bapa atas namaNya. Kita selalu mengajak berdoa dalam bentuk jamak (tidak pernah tunggal): Marilah kita berdoa. Latinnya: Oremus.

Senin, 10 Agustus 2009

SELASA, 11 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Ul.31:1-8; MT.Ul.32:3-4a.7.8.9.12; Mat.18:1-5.10.12-14.



Hari ini ada peringatan wajib St.Klara. Ini hari raya bagi keluarga Fransiskan/es. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini amat menarik. Ada dua hal yang diangkat. Pertama, siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Kedua, perumpamaan tentang domba yang hilang. Dalam yang pertama kita temukan salah satu paradoks besar dalam injil Mateus. Jika seseorang ingin masuk kerajaan surga, orang itu harus menjadi seperti anak kecil. Yesus mengemukakan hal ini untuk menjawab pertikaian yang muncul di antara para murid tentang siapa yang terbesar di dalam kerajaan surga. Ternyata kriterianya bukanlah jasa para murid itu. Juga bukan kedudukan mereka di dunia ini. Melainkan kwalitas hidup mereka, yang ditandai sikap polos, merendah, rendah hati, natural. Mungkin dari sinilah konteks munculnya ucapan terkenal dalam bahasa Inggris: Be natural as a child. Yang kedua, kiranya rada gampang. Ada perbandingan antara domba yang hilang yang ditemukan kembali, dan jiwa yang hilang atau berdosa tetapi bertobat. Ada pemeran yang ditampilkan di sini, yaitu pemilik domba, yang dibandingkan dengan Bapa di surga. Kalau di dunia ini, seorang gembala merasa amat bersukacita karena menemukan kembali satu domba yang hilang, demikian juga kebahagiaan di surga amat besar jika ada satu jiwa yang tadinya berdosa, tetapi bertobat. Orang itu sudah masuk dalam shalom Allah. Semoga kita menjadi seperti domba yang ditemukan kembali setelah hilang beberapa saat lamanya. Tentu akan jauh lebih baik, kalau kita menjadi domba yang tidak pernah tersesat.

Minggu, 09 Agustus 2009

SENIN, 10 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: 2Kor.9:6-10; Mzm.112:1-2.5-6.7-8.9; Yoh.12:24-26.



Hari ini ada pesta St.Laurensius, diakon dan martir. Mari kita mengenang dia dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini sangat singkat. Tetapi sangat padat. Yesus mengangkat sebuah metafora yang akrab dalam alam, yaitu biji atau benih. Benih itu memperlihatkan sebuah paradoks kehidupan yang amat gamblang. Ia baru bisa hidup, kalau “dikubur” di dalam tanah. Di dalam kegelapan “kuburan” itu ia merambah ke alam kehidupan. Ia bertumbuh. Justru dengan jatuh ke tanah lalu mati itulah, benih dapat hidup dan menghasilkan buah. Itulah paradoks kehidupan yang saya maksudkan. Yesus mengangkat paradoks kehidupan benih itu untuk mengungkapkan apa yang akan dialaminya. Ia harus mati, untuk dapat membawa dan memberi kehidupan baru dan kekal. Mati berarti memberi atau menyerahkan nyawa. Di sini juga Yesus mengungkapkan sebuah fakta paradoksal. Yaitu paradoks antara mencintai yang dipasangkan dengan kehilangan. Dan paradoks antara membenci yang dipasangkan dengan memelihara untuk hidup kekal. Akhirnya Yesus juga melukiskan mengenai orang yang mengikut Dia. Mereka harus selalu berada di dekat Dia. Dan ada konsekwensi yang membahagiakan di sana: siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. Luar biasa bukan! Semoga kita didapati layak menjadi pelayan-pelayan Yesus.

SABTU, 08 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Ul.6:4-13; Mzm.18:2-3a.3bc-4.47.51ab; Mat.17:14-20.



Hari ini ada Pesta St.Dominikus. Ia juga dikenang oleh banyak lembaga hidup Bakti. Mari kita mengenang beliau dalam hidup dan doa kita sendiri. Injil hari ini, berkisah tentang Yesus yang menyembuhkan seorang anak muda yang sakit ayan (epilepsi, kejang-kejang dan pingsan). Dikisahkan bahwa ada seseorang datang kepada Yesus memohon kesembuhan bagi anaknya yang sakit ayan. Orang itu sudah membawa permasalahan sakit anaknya itu kepada para murid, tetapi mereka tidak bisa mengobati dia. Itu sebabnya Yesus mengecam mereka, karena menurut Yesus mereka tidak bisa melakukan mukjizat penyembuhan itu karena mereka kurang percaya. Itu sebabnya Yesus turun tangan secara langsung untuk mengusir setan itu dari anak tadi. Yesus menegur dan mengusir roh jahat itu dari anak tadi. Anak itu pun menjadi sembuh. Dan terjadilah demikian. Melihat itu, para murid pun datang dan bertanya tentang kegagalan mereka melakukan mukjizat penyembuhan itu? Saat itulah Yesus menegaskan bahwa penyembuhan dapat terjadi kalau orang mempunyai iman. Biarpun iman itu sangat kecil, tetapi kalau ia ada maka ia mampu memindahkan gunung ataupun bukit. Dengan dan di dalam iman, tidak ada sesuatu apa pun yang mustahil. Demikian Yesus memberi jaminan kepada kita. Tinggal kita percaya atau tidak. Jawaban ada pada anda sendiri.

Jumat, 07 Agustus 2009

JUM'AT, 07 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Ul.4:32-40; Mzm.77:12-13.14-15.16-21; Mat.16:24-28.



Hari ini ada peringatan fakultatif St.Sixtus II, Kayetanus. Beberapa lembaga hidup bakti mempunyai pesta dan peringatan khusus juga. St.Albertus dari Trapani (O.Carm, OCD), Agatangelus dan Kasimirus (OFMCap). Mari kita ikut mengenangkan mereka dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, berbicara tentang syarat-syarat mengikut Yesus. Syarat yang disebut eksplisit di sini ada dua: Pertama, ia harus menyangkal dirinya. Kedua, lalu memikul salibnya. Kalau kedua hal itu sudah dilakukan, barulah ia boleh mengikut Yesus. Menyangkal diri yang dimaksudkan Yesus di sini, kiranya bukan soal yang biasa-biasa, walaupun itu juga tercakup di dalamnya. Yang dimaksud Yesus ialah suatu penyangkalan diri sampai ke tingkat radikal, yaitu kehilangan nyawa demi Yesus. Yang disinggung di sini ialah fenomena kemartiran, di mana orang bersaksi demi iman akan Kristus, sampai meneteskan darah. Tetapi di hadapan korban seperti itu, Yesus menjanjikan dan memastikan, bahwa orang seperti itu akan memperolehnya kembali. Bahkan sebaliknya, kalau orang mempertahankan nyawanya, orang itu justru akan kehilangan nyawa. Kedua tuntutan di atas bukanlah tuntutan ringan. Itu adalah tuntutan berat. Tetapi Yesus menjanjikan suatu hidup baru dalam Dia, kalau kita berani dan tegar melakukan dan menerima kedua tuntutan atau persyaratan itu. Di bagian akhir dari perikopa injil ini, Yesus berbicara tentang pengadilan akhir jaman. Ia mengatakan bahwa Ia akan datang dengan diiringi para malaekat. Pada saat itu, Ia akan mengadili semua orang. Semoga kita didapatinya layak sebagai orang yang bisa diselamatkan, karena kita sudah berani menerima dan melakukan kedua syarat di atas tadi.

Rabu, 05 Agustus 2009

KAMIS, 06 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE: Dan.7:9-10.13-14; atau 2Ptr.1:16-19; Mzm.97:1-2.5-6.9; Mrk.9:2-10.



Hari ini hari Pesta Yesus menampakkan Kemuliaan-Nya. Mari kita meresapkan peristiwa ini dalam hidup dan doa kita. Injil hari ini, amat terkenal, yaitu tentang Yesus berubah rupa di atas gunung. Istilah kerennya, peristiwa transfigurasi Yesus. Sebagaimana biasa Yesus naik ke atas gunung untuk berdoa, dan kali ini Ia ditemani Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Berdoa, selalu berarti masuk ke dalam relasi unik dan intensif dengan Allah Bapa di surga. Dalam konteks doa seperti itulah Yesus mengalami suatu pemuliaan yang luar biasa. Di tengah pancaran kemuliaan itu, ketiga murid tadi melihat dua sosok lain di samping Yesus. Elia dan Musa. Para murid dilanda oleh sebuah pancaran daya pesona mistik yang indah tiada terkira, sehingga Petrus pun terdorong untuk melanggengkan keadaan itu dengan mengusulkan untuk mendirikan tiga kemah. Tepat pada saat itulah, muncul awan yang menaungi mereka. Awan itu selalu berarti tanda kehadiran Tuhan. Dari dalam awan itu keluarlah suara: Inilah AnakKu yang terkasih, dengarkanlah Dia. Seketika itu juga, Yesus kembali ke dalam keadaan semula. Nah, itulah pra-kecap dari kemuliaan cahaya kebangkitan, yang perlu dialami para murid agar bisa menanggung peristiwa-peristiwa selanjutnya dalam hidup Yesus. Ketika Yesus masuk ke dalam sengsaraNya, para murid sudah bisa memandang dan memahami derita itu dari perspektif cahaya dan kemuliaan kebangkitan. Itulah yang disarankan oleh pemaknaan liturgis kita.

RABU, 05 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Bil.13:1-2-25; 14:1.26-29.34-35; Mzm.106:6-7a.13-14.21-22.23; Mat.15:21-28.



Hari ini ada peringatan fakultatif Pemberkatan Gereja Basilik SP Maria. Mari kita mengenangnya dalam hidup dan doa kita hari ini. Injil hari ini, sangat menarik perhatian. Banyak juga ahli kitab yang tertarik dengan teks ini terutama kaum feminis. Mengapa? Sebab dalam Injil hari ini kita baca tentang peristiwa perjumpaan antara Yesus dan seorang perempuan Kanaan. Perempuan ini meminta agar Yesus sudi menyembuhkan anak perempuannya yang kerasukan setan. Tetapi Yesus menolak permohonan itu, bahkan meminta agar para muridNya mengusir perempuan itu. Alasan Yesus ialah karena Ia merasa hanya diutus kepada domba-domba yang hilang dari Israel. Tentu menarik, jika kita bertanya lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan domba-domba yang hilang dari Israel itu? Perempuan itu tidak putus asa. Ia terus mendesak Yesus. Pada saat itulah, Yesus memberi sebuah jawaban yang sebenarnya kasar, karena menyindir perempuan itu. Tetapi perempuan itu tidak tersinggung, malah dengan rendah hati menempatkan diri di hadapan Yesus. Sikap itulah yang kemudian mengubah hati Yesus yang lalu mengabulkan permohonan perempuan itu. Kita belajar tiga hal dari perempuan itu: pertama, sikap tidak cepat putus asa, atau sikap pantang menyerah. Kedua, sikap tahu menempatkan diri dengan rendah hati di hadapan Tuhan. Ketiga, sikap bersabar juga kalau mendapat jawaban yang sebenarnya menyakitkan. Orang sabar akan disayang Tuhan dan mendapat rahmat dan berkat melimpah dari Tuhan.

Senin, 03 Agustus 2009

SELASA, 04 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm).
BcE.Bil.12:1-13; Mzm.51:3-4.5.6a.6bc-7.12-13; Mat.14:22-36.



Hari ini ada Peringatan wajib St.Yohanes Maria Vianney. Dia adalah Pelindung para imam. Ia menjadi sebuah ikon yang amat penting dalam dan sepanjang tahun imamat ini. Ia juga diperingati oleh banyak serikat hidup bakti. Mari kita kenang dia dalam hidup dan doa kita masing-masing. Injil hari ini, mengisahkan dua kisah terkenal: Yesus berjalan di atas air, dan Yesus menyembuhkan orang-orang sakit di Genesaret. Saya mulai dengan yang pertama. Saya selalu merasa tertarik dengan kisah ini. Sebab dalam kisah ini ada suatu perubahan yang terjadi dalam penglihatan para murid. Di tengah malam di tengah danau, di dalam kegelapan, mereka melihat sesosok orang berjalan di atas air. Semula mereka mengira itu hantu. Maka mereka pun ketakutan. Di hadapan situasi kepanikan seperti itu, Yesus datang kepada mereka. Pada saat itulah terjadi perubahan besar: mereka sadar itu adalah Tuhan. Mereka bergeser dari melihat hantu ke melihat Tuhan. Ketika merasa yakin bahwa itu Tuhan, Petrus meminta agar diperkenankan datang kepada Dia dengan juga berjalan di atas air. Tuhan mengijinkan Petrus datang. Semula ia memang berjalan, tetapi kemudian karena angin dan gelombang laut, Petrus tenggelam. Petrus berteriak minta tolong. Dan Tuhan pun menolong dia. Peristiwa pertama ini akhirnya bermuara kepada pengakuan iman kolektif para murid di atas perahu: Sesungguhnya, Engkau Anak Allah. Peristiwa kedua, peristiwa penyembuhan di Genesaret. Mukjizat itu terjadi karena mereka percaya kepadaNya. Semoga kita pun didapati sebagai orang yang juga percaya kepadaNya.

Minggu, 02 Agustus 2009

SENIN, 03 AGUSTUS 2009

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
BcE.Kel.16:2-4.12-15; Mzm.78:3.4bc.23-24.25.54; Ef.4:17.20-24; Yoh.6:24-35.



Hari ini hari biasa. Tidak ada pesta, perayaan, atau peringatan. Namun ini bukan alasan bahwa kita akan melewatkan hari ini begitu saja. Sebab dalam injil ada sebuah warta yang sangat indah dan sekaligus juga menantang. Injil hari ini, berbicara tentang Roti Kehidupan. Ada banyak orang yang mengikuti Yesus. Tentang mereka inilah Yesus berkata: kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kenyang. Lalu terjadilah dialog panjang dan menarik antara Yesus dan orang banyak itu. Dialog itu akhirnya bermuara pada tuntutan orang banyak kepada Yesus, agar Ia memberi mereka roti itu. Terhadap tuntutan itu, Yesus akhirnya menyatakan diri sebagai Roti Kehidupan: Akulah roti kehidupan. Hal yang menarik perhatian saya di sini ialah bahwa Yesus selanjutnya berkata: Siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan pernah lapar lagi, dan siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia tidak akan pernah haus lagi. Jadi, ada dua hal yang dituntut di sini: “datang kepada-Ku” yang dikaitkan dengan “tidak pernah lapar lagi,” dan “percaya kepada-ku,” yang dikaitkan dengan “tidak pernah haus lagi.” Tentu Yesus tidak main-main dengan penyataan diriNya ini. Jadi, ada dua panggilan fundamental kita sebagai pengikut Yesus: pertama, “datang kepada Dia,” dan kedua, “percaya kepada Dia.” Semoga kita sudah mampu melakukan kedua panggilan mendasar ini. Dan semoga kita juga bisa mempercayai sabda penyataan diri Yesus kepada kita.